Breaking News:

Buzzer Medsos

Soal Awal Mula Buzzer, Dahnil Anzar: Itu karena Pemerintah dan Politisi Miskin Prestasi

Jubir Partai Gerindra, Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan Buzzer muncul karena pemerintah atau para politisi miskin prestasi.

Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Ananda Putri Octaviani
Tangkapan Layar YouTube Indonesia Lawyers Club
Jubir Partai Gerindra, Dahnil Anzar Simanjuntak di ILC, Selasa (8/10/2019). Dahnil Anzar menyatakan Buzzer muncul karena pemerintah atau para politisi miskin prestasi. 

TRIBUNWOW.COM - Juru Bicara (Jubir) Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan Buzzer muncul karena pemerintah atau para politisi miskin prestasi.

Dahnil Anzar menilai masyarakat akan secara suka rela menjadi Buzzer apabila pemerintah dan para politisi memiliki prestasi yang tinggi.

Hal itu disampaikan Dahnil Anzar saat menjadi narasumber di acara 'Indonesia Lawyers Club (ILC)', Selasa (8/10/2019).

Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan Buzzer muncul karena pemerintah atau para politisi miskin prestasi.
Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan Buzzer muncul karena pemerintah atau para politisi miskin prestasi. (Tangkapan Layar YouTube Indonesia Lawyers Club)

Teddy Gusnaidi Terus Tanyakan soal Buzzer Pemerintah pada Analis Media, Begini Respons Ali Ngabalin

Dengar Jawaban Pegiat Media Sosial yang Dituduh jadi Buzzer Istana, Politisi Gerindra Tertawa

Dahnil Anzar mulanya menyoroti tentang hasil penelitian dari Oxford University London terkait pola perilaku Buzzer di media sosial.

Hasil penelitian Oxford University itu menunjukkan sebanyak 89 persen Buzzer di media sosial bertujuan untuk menjatuhkan oposisi.

Menanggapi hasil penelitian itu, Dahnil Anzar mengatakan saat ini banyak oposisi yang menyampaikan kritik justru mendapat berbagai tuduhan yang tidak benar.

"Biasanya di sosial media semua yang disampaikan data para kritisi atau data para pengkritik 'Ini hoaks', atau 'Ini ujung-ujungnya radikal, ujung-ujungnya ini pro HTI'," ucap Dahnil Anzar.

Ia menilai hal tersebut dapat menekan hak asasi manusia untuk menyampaikan kritik.

"Ujung-ujungnya ya stigmanya itu-itu saja, itu pertama, menekan hak asasi manusia yang paling dasar," kata Dahnil Anzar.

Selain itu, Dahnil Anzar juga menilai saat ini Buzzer cenderung menyerang para oposisi.

"Itu disebutkan dalam penelitian Oxford, kemudian mendeskriditkan lawan politik dalam hal ini oposisi," ujar Dahnil.

"Jadi spesifik disebutkan 89 persen kecenderungannya adalah mendiskreditkan oposisi."

Namun berdasarkan hasil penelitian itu, Dahnil Anzar menyatakan Buzzer yang memiliki pola tingkah laku seperti itu tak hanya terdapat di Indonesia.

"Jadi dibaca baik-baik dan itu dilakukan di 70 negara, dan yang menggembirakan itu tidak hanya dilakukan di Indonesia kira-kira begitu," kata Dahnil.

"Ada di 70 negara punya tren yang sama jadi mendiskreditkan lawan politik atau oposisi."

Lebih lanjut Dahnil Anzar menilai, Buzzer juga cenderung menenggelamkan pendapat para oposisi.

Menurutnya, saat ini para pengkritik pemerintah justru dinilai nyinyir.

"Kemudian yang ketiga apa, menenggelamkan perbedaan pendapat," ucap Dahnil.

"Jadi perbedaan pendapat itu kemudian nanti misalnya seorang Dahnil mengkritik dituduh nyinyir, bahasanya Ony nyinyir."

Dahnil Anzar menambahkan, saat menyampaikan kritik terhadap pemerintah ia selalu dianggap tak menerima kekalahan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pilpres 2019 lalu.

Hal itu lah yang menurutnya Buzzer saat ini lebih cenderung menyerang para oposisi.

"Kalau sekarang misalnya kalau saya kritik ini karena kalah kompetisi 02 yang lain belum move on, jadi enggak boleh kritik gitu," imbuh Dahnil Anzar.

"Jadi pokoknya dikubur perbedaan pendapat, 3 hal ini kecenderungan-kecenderungannya adalah menyerang para oposisi."

Eko Kuntadhi Blak-blakan Ungkap Fenomena Buzzer Politik Bagian dari Bisnis, Lihat Hasil Riset Oxford

Dituding sebagai Buzzer karena Masalah Ratna Sarumpaet, Rocky Gerung: Saya di Atas Gunung

Dahnil Anzar lantas menyinggung tentang hasil penelitian Edward Asppinall, peneliti dari Australia.

"Itulah kenapa orang-orang seperti Edward Aspinall, peneliti dari Australia segala macam ada kecenderungan yang berbahaya terhadap demokrasi di Indonesia ke depan," tutur Dahnil Anzar.

Hasil penelitian itu disebut Dahnil Anzar menunjukkan adanya ancaman sistem demokrasi Indonesia.

"Dalam waktu 5 tahun ke depan, ini PR (pekerjaan rumah) kita sama-sama, oleh itu saya melihat apa solusi yang bisa dilakukan oleh kita semuanya dalam hal ini pemerintah, partai politik, DPR dan sebagainya," kata Dahnil Anzar.

Lebih lanjut ia menambahkan, Buzzer muncul karena pemerintah minim prestasi.

"Saya melihat kecenderungan Buzzer ini muncul, orang menggunakan Buzzer muncul ketika kita minim prestasi," ungkapnya.

"Kalau prestasinya tinggi atau prestasinya baik maka sejatinya masyarakat secara automatically menjadi Buzzer-nya pemerintah."

Dahnil Anzar menilai, pemerintah atau para politisi tak butuh Buzzer apabila mereka memiliki prestasi yang tinggi.

"Atau kalau politisi punya track record baik maka secara automatically akan menjadi Buzzer-nya pada politisi itu, yang muncul ada kerelawanan, kesukarelawanan untuk meng-endorse (mempromosikan) politisi itu atau pemerintah itu," ucap dia.

"Jadi sebenarnya enggak usah khawatir kalau punya prestasi enggak butuh Buzzer karena otomatis masyarakat akan ramai-ramai jadi Buzzer."

Simak video selengkapnya berikut ini menit 3.05:

(TribunWow.com/Jayanti Tri Utami)

Tags:
BuzzerDahnil Anzar SimanjuntakIndonesia Lawyers Club (ILC)
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved