Demo Tolak RKUHP dan RUU KPK
Karni Ilyas Ungkapkan Belasungkawa di ILC, Praktisi Hukum: Tak Cukup, Bawa ke Pengadilan
Praktisi Hukum Johnson Panjaitan menanggapi pernyataan belasungkawa dari presenter Indonesia Lawyers Club (ILC) tvOne, Karni Ilyas
Penulis: Laila N
Editor: Mohamad Yoenus
TRIBUNWOW.COM - Praktisi Hukum Johnson Panjaitan menanggapi pernyataan belasungkawa dari presenter Indonesia Lawyers Club (ILC) tvOne, Karni Ilyas, Selasa (1/10/2019).
Dilansir TribunWow.com, awalnya, dalam tema bahasan 'ILCHaruskahPerppuKPK' itu, Karni Ilyas sempat mengucapkan ucapan duka sekaligus selamat.
"Saya mengucapkan berduka cita dan belasungkawa atas kerusuhan di Wamena dan mahasiswa yang jadi korban dari aksi demo mahasiswa," ucap Karni Ilyas.

• Mahasiswa Gugat RUU KPK ke Mahkamah Konstitusi, Hakim Bingung dan Minta Materi Diperbaiki
• Demo Tolak RKUHP-UU KPK Makin Panas, Ini Solusi Pengamat agar Jokowi Tidak Bernasib seperti Soeharto
Presiden ILC itu lantas mengucapkan selamat kepada para anggota DPD, DPR dan MPR RI periode 2019-2024 yang baru saja dilantik.
Tak lupa, ia juga memberikan ucapan selamat kepada Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Famzah.
"Selamat untuk narasumber kita Fahri Hamzah yang hari ini resmi purna dan mengakhiri tugas negaranya," lanjut Karni Ilyas disambut tepuk tangan hadirin dan senyum dari Fahri Hamzah.
Johnson Panjaitan kemudian menyoroti ucapan Karni Ilyas yang dirasa kurang.
Awalnya Johnson Panjaitan menanyakan siapa yang bisa mengharuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Perppu.
"Siapa? Kalau konstitusional pasti lembaga-lembaga resmi yang diatur oleh konstitusi atau norma-norma hukum yang ada kan," kata Johnson Panjaitan.
"Di luar yang konstitusional itu kan seolah-olah yang dipertontonkan yang boleh memaksa-maksa itu kan pers, kedua media sosial, ketiga demonstrasi mahasiswa," ujarnya.
Johnson Panjaitan kemudian menyebut keadaan demonstrasi mahasiswa bisa berubah menjadi genting.
"Jadi genting kalau ada warna kerusuhan, kalau bisa ada mati-matian," ungkapnya.
"Kan itu kan yang sekarang dipertontonkan ke kita."
"Sehingga bisa juga kalau saya mengutip jargonnya ILC atau tvOne 'Anda yang mendiskusikan, saya yang memaksakan'."
Mendengar hal itu, host ILC Karni Ilyas langsung tertawa.
"Iya kan? Yang diskusi siapa, yang memaksa siapa, nanti yang berunding juga siapa," lanjut Johnson Panjaitan.
"Yang mati yang tetap mahasiswa," ucapnya disambut tepukan tangan dari hadirin di ILC.
Ia pun menyinggung belasungkawa yang diucapkan Karni Ilyas.
Di mana Karni Ilyas berbelasungkawa atas kejadian di Wamena dan rusuh di sejumlah wilayah.
"Karena itu saya kira belasungkawanya Pak Karni tidak cukup, kita harus menekan, dan membawa ke pengadilan, siapa yang membunuh mahasiswa itu," kata Johnson Panjaitan sembari menunjuk-nunjuk.
"Saya ulangi lagi, apa yang dikatakan oleh Kapolda, 'Mahasiswa itu mati dadanya tertembus peluru tajam'."
"Jadi ini pembunuhan, ini pembunuhan, walaupun institusinya mengatakan tidak ada peluru karet, tidak ada peluru tajam," ungkapnya.
Johnson Panjaitan lantas menanyakan siapa dalang di balik aksi itu.
• Demi Uang Rp 40 Ribu, Sekuriti Nekat Nyamar Jadi Siswa SMA dan Ikut Demo di DPR RI, Ini Pengakuannya
"Siapa yang menciptakan keadaan-keadaan seperti ini?," tanya Johnson Panjaitan.
"Jadi kita tidak bisa lagi hanya pada belasungkawa."
"Kita harus membuktikan sekarang ini, entah polisi atau siapapun yang membunuh mahasiswa itu harus dibawa ke pengadilan."
"Dan polisi harus bisa mengusut, harus bisa mengusut," ungkapnya mengawali bahasan tema acara.

Diketahui, dalam aksi rusuh di Wamena, 33 orang tewas dan ratusan lainnya mengungsi.
Sementara dalam aksi mahasiswa, ada dua orang yang menjadi korban dan meninggal dunia.
Yusuf Kardawi (19), mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Sulawesi Tenggara (Sulteng) dinyatakan meninggal dunia setelah dirawat intensif di Rumah Sakit (RS) Bahertamas, Jumat (27/9/2019).
Sebelum dinyatakan meninggal dunia, Yusuf Kardawi sempat kritis dan menjalani serangkaian operasi.
Yusuf Kardawi adalah satu di antara mahasiswa yang menjadi korban dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Sulawesi Tenggara, Kamis (26/9/2019).
Dilansir TribunWow.com dari Kompas.com, Jumat (27/9/2019), Yusuf Kardawi dinyatakan meninggal dunia pada Jumat (27/9/2019) pukul 04.00 WITA.
Yusuf Kardawi meninggal dunia karena mengalami luka yang cukup parah pada bagian kepala.
Plt Direktur RS Bahteramas Kendari, dokter Sjarif Subijakto mengungkapkan pihaknya telah mengupayakan penanganan secara maksimal terhadap mahasiswa D3 juruan teknik sipil UHO itu.
"Iya, pasien Muhammad Yusuf Kardawi (19) yang menjalani perawatan intensif pasca dioperasi di RSU Bahteramas Kendari, Sultra, meninggal dunia sekitar pukul 04.00 WITA," kata Sjarif, Jumat (27/9/2019).
Sebelumnya, Sjarif mengungkapkan Yusuf sudah dalam kondisi kritis saat dibawa ke rumah sakit.
Ia menuturkan, Yusuf mengalami benturan dan beberapa luka di kepala.
"Pas masuk di sini sudah koma, dan sampai sekarang kondisinya juga koma dan sementara dirawat," ujar Sjarif.
Saat operasi, Sjarif menyebut Yusuf membutuhkan banyak tambahan darah karena luka di kepalanya tak beraturan posisinya.
Sjarif mengaku belum dapat memastikan luka di kepala Yusuf disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul.
Yusuf awalnya dibawa sejumlah rekannya ke RS Ismoyo Kendari setelah tak sadarkan diri saat aksi unjuk rasa menolak UU KPK dan RKUHP.
Namun karena kondisinya kritis, Yusuf akhirnya dirujuk ke RSUD Bahteramas.
Selain Yusuf Kardawi, terdapat satu korban tewas lainnya dalam aksi unjuk rasa yang berakhir rusuh itu.
Immawan Randy (21), mahasiswa Fakultas Pertanian dan Kelautan Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), tewas setelah mengalami luka tembak pada dada sebelah kanan.
Dikutip TribunWow.com dari TribunTimur.com, Kamis (26/9/2019), Immawan Randy tewas setelah terkena tembakan saat melakukan demonstrasi di depan Gedung DPRD, Sulawesi Tenggara.
Ia sempat mendapat perawatan di Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit (RS) Ismoyo, Kendari.
Immawan Randy dibawa ke rumah sakit oleh sejumlah rekannya pada pukul 15.30 WITA.
Namun, Ia dinyatakan tewas pada pukul 15.45 WITA.
"Korban dibawa sudah dengan kondisi terluka di dada sebelah kanan selebar 5 cm, kedalaman 10 cm akibat benda tajam," kata Yudi Ashari, dokter RS Ismoyo, seperti dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Kamis (26/9/2019).
"Luka tembak, belum bisa dipastikan peluru karet atau peluru tajam," lanjutnya.
Dokter Yudi mengungkap pihaknya akan melakukan autopsi terhadap jenazah mahasiswa semester 7 itu untuk mengetahui jenis peluru yang bersarang di dadanya.
"Udara terjebak di dalam rongga dada atau nemotorax, sehingga menyebabkan korban meninggal dunia," ujar Yudi.
Hingga kini polisi masih melakukan pengusutan atas meninggalnya dua mahasiswa tersebut. (TribunWow.com/Lailatun Niqmah/Jayanti)