Demo Tolak RKUHP dan RUU KPK
Bahas Perppu di ILC, Sudjiwo Tedjo Sindir soal Gibran Masuk Bursa Pilwakot Solo: Kepercayaan Menurun
Sudjiwo Tedjo menyinggung perihal putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka yang nyalon di Walikota Solo.
Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Pekerja seni Sudjiwo Tedjo menyinggung perihal putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka yang punya rencana bakal maju sebagai calon Wali Kota Solo, Jawa Tengah, dalam Pilkada 2020 mendatang.
Dikutip TribunWow.com, hal itu terjadi saat Sudjiwo Tedjo menjadi narasumber dalam Indonesia Lawyers Club (ILC), yang diunggah dalam saluran YouTube ILC, Selasa (1/10/2019).
Mulanya Sudjiwo mengungkapkan dirinya sangat mendukung apabila Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Undang-undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi.
• Sudjiwo Tedjo Kritik Ucapan Fahri Hamzah di ILC soal OTT KPK di Indonesia: Saya Agak Keberatan
Mengutip ucapan seorang politisi ia menyebut masyarakat akan berada di belakang Jokowi.
"Ada politisi yang mengatakan kalau sampai presiden keluarkan perppu, rakyat akan di belakang presiden," ujar Sudjiwo Tedjo.
"Di forum ini saya bantah, kalau Pak Jokowi mengeluarkan Perppu, rakyat tidak akan di belakang Pak Jokowi, tapi akan ada di depannya untuk berhadapan dengan DPR," tambahnya.
Menurut Sudjiwo dengan Jokowi mengeluarkan Perppu maka kepercayaan rakyat dapat kembali.
"Gimana Pak Karni? Hanya dengan perpu itulah kepercayaan rakyat kepada Pak Jokowi balik," paparnya.
Ia lantas menyinggung mengenai kabar rencana Gibran untuk maju dalam pemilihan Wali Kota Solo.
Juga menantu Jokowi, Bobby Nasution.
• Bahas RUU KPK di ILC, Sudjiwo Tejo Blak-blakan Ungkap Curiga pada DPR di Depan Fahri Hamzah
Menurutnya itu merupakan hak konstitusional mereka, namun tidak tepat jika dilakukan saat ini.
"Saya tidak bisa menyalahkan Pak Jokowi kalau misalkan putranya bener jadi wali kota di Solo dan menantunya bener jadi calon wali kota di Medan. Itu hak konstitusi mereka. Saya enggak bisa menyalahin," ujar Sudjiwo Tedjo.
"Dan kalau saya jadi Pak Jokowi saya enggak bisa nolak."
"Tapi the problem is Pak Jokowi selalu dicitrakan bersih dari urusan itu. Mungkin belum saatnya sekarang, tapi begitu nyalon-nyalon sekarang kepercayaan menurun Pak Karni," ungkap Sudjiwo.
Kembali, ia menyinggung bahwa hanya Peppu yang bisa mengembalikan pendukung Jokowi.
"Satu-satunya yang bisa mengembalikan, terbitnya Perppu, saya akan ada di depannya Pak Jokowi," katanya.
"Karena saya mendukung itu dan Pak Jokowi datang di mantunya saya. Walaupun saya enggak ngundang."
"Dan saya dengan segala hormat, kalau Pak Jokowi nerbitkan Perppu, saya akan berdiri di belakang dia, eh di depan, di sayap, tidak di gelandang Pak karena gelandang kena denda Pak," ujarnya menyinggung poin RKUHP mengenai gelandang akan diberikan denda.
Lihat videonya dari menit ke 4.58
Mahfud MD Merayu Jokowi Terbitkan UU KPK
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menuturkan aspek sosiologi yang disebutnya untuk merayu Jokowi menimbang Perppu UU KPK hasil revisi.
Disebutnya, karena adanya reaksi masyarakat yang masif, yang menolak UU KPK bahkan sebelum disahkan.
"Dirorong oleh reaksi masyarakat yang sejak sebelum revisi undnag-undang itu kan sudah ramai orang menolak, kemudian sudah disahkan, penolakan semakin keras," ujar Mahfud MD.
Ia mengatakan adanya Pergubi (Persatuan Guru Besar Profesor Indonesia) yang mengisi petisi penolakan.
"Ada ribuan dosen membuat petisi dari seluruh kampus Indonesia, ada Pergubi namanya, Persatuan Guru Besar Indonesia yang dipimpin oleh profesor Gimbal (Prof Gimbal Doloksaribu) di Semarang juga mengirim petisi menolak," sebutnya.
"Kemudian guru besar di Indonesia timur itu juga membuat petisi yang semuanya menolak."
• Mahfud MD di ILC Mengaku Heran dengan Demo Mahasiswa dan Sindir Tak Update: Ini Siapa yang Nyetir?
Ia juga menyebutkan adanya demo masif oleh puluhan ribu mahasiswa di berbagai daerah pada Selasa (23/9/2019) dan Rabu (24/9/2019).
"Lalu diikuti demo-demo yang masif di berbagai kota, ya menurut saya itu harus menjadi pertimbangan."
"Jangan orang mengatakan 'Itu kan jumlahnya ratusan ribu (yang demo) sedangkan rakyat itu 250 juta diam'. Enggak bisa begitu, kalau begitu kita bisa bertanya balik, DPR itu kan hanya 560 orang juga, oleh sebab itu tidak boleh menang-menangan dengan angka begitu, baik pihak mahasiswa maupun DPR," jelas anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila ini.
"Kita bicara yang rasional saja, menurut hukum dan kontitusi kita itu adalah mengeluarkan perppu, begitu," pungkasnya.
Lihat videonya dari menit ke 3.38:
(TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)