Polemik RKUHP
Banyak Pasal yang Multitafsir di RKUHP, Ketua YLBHI Samakan dengan Aturan Zaman Kolonial Belanda
Ketua YLBHI Asfinawati menyebut ada beberapa pasal dalam RKUHP, yang disebut mirip dan cenderung lebih parah dari aturan masa kolonial Belanda.
Penulis: AmirulNisa
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyebut bahwa banyak pasal, dari Revisi Kitab undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang miliki kalimat multitafsir.
Bahkan Asfinawati juga menyebut pasal dalam RKHUP tidak jauh berbeda dengan aturan di masa kolonial Belanda.
Pernyataan itu ia sampaikan pada acara Apa Kabar Indonesia Pagi yang tayang di tvOne.
Acara tersebut juga diunggah di channel YouTube Talk Show tvOne yang tayang pada Sabtu (21/9/2019).

• Sebut Membuat RKUHP Tidak Mudah, Pakar Hukum UGM Benarkan Keputusan Jokowi Tunda Pengesahan
Di acara tersebut Asfinawati mengakui, bawah pembuatan KUHP bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan proses yang panjang.
Selain itu Ia juga menilai bawah KUHP adalah aturan yang tidak bisa disamakan dengan hukum-hukum biasa.
"Kitab Undang-undang Hukum Pidana ini berbeda dengan hukum biasa, dia pasti akan mencabut Hak Asasi Manusia (HAM) orang tapi diperbolehkan oleh negara," jelas Asfinawati.
Karena itulah, Asfinawati menilai bahwa pembuatan KUHP haruslah ketat dan tidak mengandung makna ganda.
"Karena di mana pun pengaturannya harus ketat, harus tidak multitafsir pasal-pasalnya," ucap Asfinawati.
• Anggap Tak Masuk Akal, Hotman Paris Layangkan Protes soal RKUHP Perzinaan: Dimana Logika Hukumnya
Dalam pengamatan Asfinawati mengenai RKUHP, ada beberapa pasal yang dibuat memiliki multitafsir.
Bahkan Alfinawati juga mengumpamakan isi dari RKUHP lebih parah dari peraturan zaman penjajahan Belanda.
"Saya lihat banyak pasal-pasal yang multitafsir, selain itu juga tadi lebih kolonial," ucap Alfinawati.
Alfinawati juga menjelaskan beberapa pasal di RKUHP yang disebut seperti aturan zaman Belanda.
Bahkan ia menyebut pasal-pasal tersebut penah digunakan Belanda, untuk menghindari kritikan dari pejuang Indonesia.
• Komentari Polemik RKUHP, Hotman Paris Beri Peringatan ke Jokowi: Bakal Heboh Nanti dengan Kawin Siri
"Pasal-pasal penghinaan presiden, makar, penghinaan pemerintah, itukan sebetulnya pasal-pasal yang diberlakukan oleh kolonial Belanda untuk menyasar para pahlawan kita, supaya tidak mengkritik mereka," jelas Alfinawati.
Karena hal itulah, Alfinawati merasa RKUHP yang sempat akan segera disahkan, ini bukanlah aturan yang dibuat oleh Indonesia.
"Jadi ini tidak benar, kalau isinya betul-betul murni buatan bangsa Indonesia," ucap Alfinawati.
Lihat video pada menit ke-10:21:
Sementara itu banyaknya penolakan terhadap RKUHP membuat Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menunda pengesahan.
Hal itu disampaikan melalui tayangan langsung di Kompas TV, Jumat (20/9/2019).
Jokowi secara resmi menyampaikan bahwa pengesahan RUU KUHP akan ditunda.
Menurut penuturannya, Jokowi ingin persoalan RUU KUHP dilanjutkan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode selanjutnya.
• Menkumham Jelaskan RKUHP soal Tunjukkan Alat Kontrasepsi pada Anak, Lebih Ringan daripada Sebelumnya
"Selaku wakil pemerintah untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR RI yaitu agar pengesahan RUU KUHP ditunda dan pengesahannya tidak dilakukan oleh DPR periode ini," ucap Jokowi.
Selain itu Jokowi juga berharap agar seluruh anggota DPR bisa menerima keputusannya.
Selama penundaan pengesahan RUU KUHP, Jokowi meminta menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly untuk melakukan pengajian ulang.
a berharap dari penundaan itu, masukan dari kalangan masyarakat dapat menjadi pertimbangan, dalam pembuatan revisi RUU KUHP.
"Saya juga memerintahkan menteri hukum dan HAM untuk kembali menjalin masukan-masukan dari berbagai kalangan masyrakat sebagai bahan untuk menyempurnakan RUU KUHP yang ada," jelas Jokowi.
(TirbunWow.com/Ami)