Polemik RKUHP
Menkumham Yasonna Laoly Jelaskan RKUHP Pasal Hina Presiden: Jangan Dikatakan Bungkam Kebebasan Pers
Menkumham Yasona Laoly menjelaskan secara lebih rinci soal Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) khususnya pasal penghinaan presiden.
Penulis: Mariah Gipty
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly menjelaskan secara lebih rinci soal Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), khususnya pasal penghinaan Presiden.
Yasonna Laoly menjelaskan pasal tersebut agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat.
Dikutip TribunWow.com dari channel YouTube tvOneNews pada Jumat (20/9/2019), Yasona Laoly membeberkan hinaan yang bisa membuat seseorang terancam pidana.
Yasonna menjelaskan, penghinaan yang dimaksud bisa mengancam seseorang untuk dipidanakan jika mengandung caci maki secara personal.
"Bukan penghinaan istilahnya merendahkan harkat dan martabat presiden personally (personal)."
"Yang pada dasarnya penghinaan pada penyerangan nama baik atau harga diri presiden atau wakil presiden di muka umum termasuk menista dengan surat, memfitnah, dan menghina dengan tujuan memfitnah," jelas Yasonna.
• 4 Tindak Pidana Khusus yang Janggal dan Terganggu Penerapannya Jika Dimasukkan dalam RKUHP
Yasonna mengungkapkan, penghinaan juga tidak diperbolehkan dari berbagai aspek, termasuk agama.
"Penghinaan hakikatnya merupakan perbuatan tercela dilihat dari aspek moral, agama, nilai-nilai kemasyarakatan, dan nilai-nilai HAM," katanya.
Kemudian menteri 66 tahun ini menjelaskan, meski penghinaan tidak diperbolehkan, namun memberi kritikan pada presiden atau wakil presiden masih sah dilakukan.
"Bukan berarti seorang presiden kita bebas caci maki harkat dan martabatnya. Mengkritik kebijakannya tidak ada masalah," ungkap dia.
Ia juga membantah bahwa RKUHP tersebut bertujuan untuk membungkam kebebasan pers.
"Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk tidak mengadakan atau mengurangi kebebasan pengajuan kritik pendapat yang kalau kebijakan pemerintah tidak ada masalah."
"Harkat martabat itu adalah delik aduan yang harus diajukan oleh presiden sendiri," jelas Yasonna.

• Banyak Penolakan, Jokowi Putuskan Tunda Pengesahan RUU KUHP dan Ingin Lakukan Pengkajian Ulang
Pasal penghinaan itu tak hanya berlaku bagi presiden dan wakil presiden Indonesia.
Namun, juga berlaku pada presiden dan wakil presiden negara sahabat.
"Penyerangan harkat martabat terhadap negara sahabat juga sama. Dan ini sudah mempertimbangkan keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai pasal ini yang sebelumnya sudah dibatalkan," katanya.
"Maka jangan dikatakan bahwa membungkam kebebasan pers," imbuhnya.
Dalam kesempatan itu, Yasonna lantas memberi contoh hal-hal yang dapat membuat sesorang terpidana.
"Saya buat contoh misalnya, ini soal kehormatan negara."
"Saya sebagai Menteri Hukum dan HAM berbeda dengan saya sebagai Yasona Laoly. Kalau kalian mengatakan kepada saya Yasonna Laoly tak becus mengurus undang-undang, tak becus mengurus lapas sah-sah saja karena saya pejabat publik."
"Tetapi kalau kamu bilang saya anak haram kukejar kau sampai ke liang lahat," paparnya.

• Ungkap Siapa yang Awasi DPR, Fraksi PDIP Diskakmat Pakar Tata Hukum Negara saat Bahas RUU KPK
Sehingga menteri asal Sorkam, Sumatera Utara ini meminta agar masyarakat bisa membedakan penghinaan yang bisa terancam pidana dan mana yang tidak.
"Itu bedanya, antara harkat martabat dengan kritik," tutur Yasonna.
(TribunWow.com/Mariah Gipty)