Rusuh di Papua
Peneliti LIPI Sebut Ada 4 Masalah yang Picu Rusuh di Papua, dari Pelanggaran HAM hingga Diskriminasi
Peneliti Tim Kajian Papua LIPI Aisah Putri Budiatri mengungkapkan ada 4 faktor yang menyebabkan kerusuhan di Papua.
Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNWOW.COM - Peneliti Tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiatri mengungkapkan ada 4 faktor yang menyebabkan kerusuhan di Papua.
Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Sabtu (31/8/2109), Aisah menyebut 4 masalah tersebut sampai saat ini belum diselesaikan oleh pemerintah sehingga menimbulkan kemarahan warga Papua.
Aisah menyebut, masalah penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) adalah satu di antaranya.
Aisah mengungkapkan bahwa penyelesaian masalah HAM di Papua sudah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat awal pemerintahannya tahun 2014.
"Tapi sampai saat ini pelanggaran HAM yang terjadi di Wasior, Wamena, Paniai ini belum terselesaikan. Dan itu terjadi di era reformasi," kata Aisah.
• Soal Penyebab Kerusuhan, Tokoh Papua Samuel Tabuni Singgung Freeport hingga Kebijakan Pemerintah
Selain masalah pelanggaran HAM, Aisah juga menyoroti tentang pembangunan yang dilakukan pemerintah di tanah Papua.
Ia menilai pembangunan di Papua gagal, karena tidak berhasil menyejahterakan masyarakat di sana.
Aisah menuturkan bahwa meskipun pembangunan sudah dilakukan, kemiskinan di Papua terutama di kota dan kabupaten terus meningkat.

Ini yang dinilai Aisah menjadi alasannya menyebut pembangunan di Papua gagal.
"Ini Ironi sebenarnya, karena Otsus (Otonomi Khusus) sudah berjalan hampir 30 tahun."
"Tapi kok enggak ada perubahan padahal Otsus itu untuk Orang Asli Papua (OAP)," kata Aisah.
Selanjutnya, Aisah menganggap selama ini pemerintah selalu menghindari perdebatan tentang status dan sejarah politik di Papua.
Padahal menurutnya segala permasalahan politik di Papua dapat diselesaikan dengan dibentuknya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Papua.
• Kapolda Jatim Sebut 2 Tersangka Rusuh Asrama Mahasiswa Papua Punya Peran Beda, Diperiksa Senin Depan
KKR tesrebut dapat digunakan untuk meluruskan sejarah dan politik papua yang belum selesai sampai saat ini.
"Nah sebenarnya di UU Otsus sudah ada yang mengatur itu (penyelesaian masalah Papua) dengan membuat KKR," ucapnya.
Aisah lantas mneybutkan akar permasalahan keempat yang menyebabkan terjadinya kerusuhan yakni adanya diskriminasi pada mahasiswa Papua di Surabaya belum lama ini.
"Akar masalah konflik di Papua, salah satunya diskriminasi itu salah satu masalahnya dan itu terbukti dan kita menemukan di kejadian di Jawa timur ini," tutur Aisah.
Tanggapan Tokoh Papua
Dilansir TribunWow.com dari kanal YouTube metrotvnews yang diunggah Jumat (30/8/2019), Samuel Tabuni meminta pemerintah untuk lebih memerhatikan masa depan warga Papua.
Hal itu disampaikan Samuel Tabuni saat menjalani konferensi pers bersama Menkopolhukam Wiranto dan beberapa tokoh Papua lainnya.
Samuel Tabuni menyatakan, masyarakat Papua selalu merasa terganggu dengan berbagai kebijakan pemerintah yang tidak menguntungkan mereka.
Samuel Tabuni memberikan contoh keberadaan PT Freeport dan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
Samuel menyebut sejak awal kemunculan PT Freeport, warga Papua tak dilibatkan.
"Masalah Papua ini memang sangat besar bagi bangsa ini untuk mengatur, karena sejak awal mulai dari (PT) Freeport itu untuk melibatkan orang asli Papua sulit sekali walaupun waktu itu perjanjiannya dilakukan bersama pemerintah."
"Lalu orang Papua melakukan demo yang luar biasa lalu ada perhatian, selama ini ada program 7 suku," tutur Samuel.
Dirinya kemudian menyinggung tentang UU Otsus Papua.
• Soal Kerusuhan Papua, Freddy Numberi Minta Masyarakat Tak Terprovokasi: Jangan Mudah Diadu Domba
Samuel mengungkapkan, untuk membentuk Otsus warga Papua harus melakukan demonstrasi terlebih dahulu baru aspirasinya didengar oleh pemerintah.
"Undang-Undang Otsus itu mau lahir, orang Papua harus demo, demonya sampai bentuk tim 100 sampai ke Jakarta lalu (baru diadakan) rapat Otsus," ucapnya.
Samuel Tabuni lantas menyebutkan bahwa setelah 20 tahun Otsus dibentuk, masyarakat Papua belum merasakan adanya program yang dapat memberi mereka ruang untuk berkembang.
"Hari ini Otsus itu sudah dua puluh tahun, saya selaku generasi muda dan teman-teman seusia saya, kami terus terganggu dengan program yang tidak memberikan ruang besar bagi generasi muda Papua,"
"Dalam waktu yang bersamaan operasi militer terus terjadi di Papua, " kata Samuel.
Lebih lanjut Samuel menyebut, sebagian besar warga Papua yang turun ke jalan dalam kerusuhan belum lama ini adalah kaum muda.
"Di sini hampir 100 persen generasi muda Papua hari ini, Bapak Ibu bisa lihat Bapak Menteri, yang turun di lapangan itu semua anak-anak muda," tutur Samuel.
Samuel lantas mengungkapkan, Papua tidak akan mempunyai masa depan yang baik jika terus tak dilibatkan dalam kebijakan pemerintah.
"Sekarang kalau anak-anak muda ini pikirannya kita tidak rangkul, tidak kita berikan ruang untuk mereka terlibat dalam semua kebijakan nasional maupun Provinsi Papua, Papua tidak ada masa depan yang baik di dalam negara ini," lanjutnya.
Lihat video berikut ini menit 16.30:
(TribunWow.com/Jayanti Tri Utami)
WOW TODAY: