Rusuh di Papua
Singgung Kasus Kemanusiaan di Nduga, Sekjen Federasi KontraS: Papua Butuh Guru, Bukan Senjata
Sekjen Federasi KontraS memberikan pendapatnya mengenai kerusuhan yang terjadi di Papua.
Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNWOW.COM - Sekjen Federasi KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), Andy Irfan Junaedi memberikan pendapatnya mengenai kerusuhan yang terjadi di Papua.
Seperti diketahui, sebelumnya ada insiden penangkapan paksa terhadap 43 mahasiswa Papua di Surabaya, dengan tudingan merusak bendera Indonesia, Sabtu (17/8/2019).
Karenanya, warga Papua di Manokwari dan Fakfak melayangkan protes dengan menggelar aksi yang sempat ricuh pada Senin (19/8/2019) dan Rabu (21/8/2019).
Andy Irfan Junaedi menyampaikan pendapatnya saat menjadi narasumber dalam acara Mata Najwa, yang diunggah kanal YouTube Najwa Shihab, Kamis (22/8/2019).
Andy Irfan awalnya menyoroti tentang kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Papua.
• Ungkap Alasan Mahasiswa Papua Tolak Risma hingga Fadli Zon, KontraS: Mau Kasih Apa? Perjelas Dulu
Ia menyebut bahwa banyak kasus pelanggaran HAM yang tidak ditindaklanjuti.
"Coba kita tengok kasus HAM, kasus kejahatan HAM, berapa yang mandek?," tanya Andy.
Andy lantas menyinggung tentang kasus kemanusiaan yang terjadi di Nduga, Papua.
"Besok kita lihat apa yang akan dilakukan oleh Jakarta (pemerintah) terhadap penyelesaian kasus kemanusiaan di Nduga?,"
"Ada ribuan orang di Wamena mengungsi, apa yang dilakukan Jakarta?," tanya Andy.
Lebih lanjut, Andy mengungkapkan jika yang dibutuhkan warga Papua bukanlah penjagaaan dari anggota TNI.
"Yang dikirim tentara. Orang Papua butuh guru, bukan butuh senjata."
"Orang Papua butuh ilmu bukan untuk dicaci, itu yang penting," kata Andy.
Andy menjelaskan bahwa pembangunan yang dilakukan pemerintah tidak berdampak pada kehidupan warga Papua.
Menurut Andy, indeks pembangunan manusia (human development index) warga Papua asli masih sangat rendah.
Indeks pembangunan manusia di Papua menjadi tinggi setelah banyak orang-orang di luar Papua yang pindah ke sana.
"Coba kita lihat di hasil pembangunan, human development index (HDI), orang papua asli HDI-nya rendah, orang non Papua yang datang ke Papua HDI-nya meningkat," ucapnya.

• Soal Hak Warga Papua, Lenis Kogoya Singgung soal Freeport, Gubernur Papua Bandingkan dengan Aceh
Berdasarkan hal tersebut, Andy menjelaskan bahwa pembangunan yang dilakukan tidak berpengaruh pada kesejahteraan warga Papua.
"Siapa yang menikmati triliunan rupiah, bukan orang Papua, itu fakta gitu," lanjutnya.
Najwa Shihab selaku pembawa acara lalu menanyakan pendapat dari Gubernur Papua, Lukas Enembe.
Lukas Enembe lantas membenarkan pernyataan Andy tersebut.
Ia menyebut warga Papua tidak membutuhkan pembangunan.
Mereka hanya membutuhkan kehidupan.
"Orang Papua butuh kehidupan, bukan pembangunan, kehidupan," kata Lukas.
Andy lalu menyambung pernyataan Lukas Enembe.
Andy menyebut warga Papua membutuhkan rasa kemanusiaan.
"Mereka butuh kemanusiaan gitu," kata Andy.
• Tanggapi Kerusuhan di Papua, Mahfud MD: Kalau Diperpanjang, Semua akan Menyesal
Najwa lantas kembali bertanya kepada Lukas Enembe perihal pembangunan infrastruktur di Papua.
"Dan apakah pendekatan infrastruktur seperti tadi contohnya yang sudah dilakukan itu belum menjawab persoalan itu?," tanya Najwa.
Lukas Enembe menjawab, semua pembangunan itu tidak dilakukan untuk warga Papua.
"Itu bukan untuk orang Papua," ucap Lukas.
Lukas lantas menyatakan, bahkan warga Papua tidak pernah melintas di Jalan Trans Papua yang dibangun pemerintah.
"Orang Papua tidak pernah melewati jalan yang dibangun."
"Mereka tidak punya apa-apa, mereka butuh kehidupan," kata Lukas.
Lihat video berikut ini menit 6.23:
Kerusuhan di Papua
Kerusuhan terjadi di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/8/2019).
Sejumlah massa menggelar aksi unjuk rasa hingga melumpuhkan jalan Yos Sudarso yang merupakan jalan utama kota Manokwari.
Tak hanya melumpuhkan jalan, massa juga turut membakar Gedung DPRD Papua Barat.
Seorang warga bernama Lisman Hasibuan mengungkapkan kronologi dari aksi protes ini.
"Mereka kecewa dengan tindakan aparat di Jawa Timur dan kedua mereka kecewa katakan orang Papua membuat situasi di sana memanas," kata warga bernama Lisman Hasibuan saat dihubungi, Senin (19/8/2019), dikutip TribunWow.com dari Kompas.com Senin (19/8/2019).
Kerusuhan ini menjalar hingga ke Fakfak, Papua Barat, Rabu (21/8/2019).
Pengunjuk rasa merusak, bahkan membakar Pasar Thumburuni.
Massa pengunjuk rasa pun bergerak menuju kantor Dewan Adat agar dapat membicarakan masalah tersebut dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) setempat.
Pada saat itulah, ada oknum yang mengibarkan bendera Bintang Kejora, yang kerap kali dikaitkan dengan referendum Papua.
Karo Ops Polda Papua Kombes Pol Moch Sagi membeberkan situasi tersebut hampir mirip dengan kejadian di Manokwari maupun Sorong, dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Rabu (21/8/2019).
Sagi menambahkan, untuk pengamanan di Fakfak, 1 SSK BKO Brimob dari Polda Sulawesi Tenggara, diberangkatkan di wilayah tersebut.
"Untuk situasi terkini relatif aman terkendali," ujar Sagi.
(TribunWow.com/Jayanti Tri Utami)
WOW TODAY: