Pilpres 2019
Sebut Oposisi yang Bergabung akan Khianati Aspirasi, PDIP: Partai di Luar Pemerintah Itu Kehormatan
Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan), Andreas Pareira mengatakan bahwa menjadi partai di luar pemerintah adalah kehormatan
Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan), Andreas Pareira mengatakan bahwa menjadi partai di luar pemerintah adalah suatu kehormatan.
Hal ini diungkapkannya saat menjadi narasumber dalam program 'Apa Kabar Indonesia Pagi', dikutip dari saluran YouTube TalkShow tvOne, Rabu (26/6/2019).
Mulanya Andre menceritakan bahwa PDIP pernah bertahan dua periode menjadi partai di luar pemerintahan hingga berhasil merebut kekuasaan.
"Kami bukan hanya bicara, kami mengalami, di dalam sejarah partai ini kan di dalam di luar masa revormasi, dua periode PDI Perjuangan di luar pemerintah. Dan kita ini bertarung menang, mempertahankan kemenangan," ujar Andreas.
• Bahas Nasib Partai Koalisi Gerindra, BPN: Prabowo Jarang Berkhianat, yang Terjadi Dia Dikhianati
Ia mengatakan bahwa menjadi partai di luar pemerintah membawa kompetisi politik yang sehat sebagai penyeimbang.
"Jadi ini adalah suatu kompetisi yang sehat. Ya di demokrasi itu perlu ada kekuatan lain sebagai penyeimbang, sehingga ada dialek dinamika politik di situ," papar Andreas.
Andreas lalu menyinggung mengenai hubungan antara calon presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto yang sebenarnya baik-baik saja.
"Saya kira (Jokowi) dengan Pak Prabowo hubungan secara pribadi baik, jadi bukan ada upaya seolah menciptakan rekonsiliasi itu berasal dari suatu peristiwa konflik," tuturnya.
"Ini kan interpretasi dan ujungnya adalah bagi-bagi, saya kira bukan itu persoalannya."
• Fakta Video Viral Seorang Ibu Acungkan Senjata sambil Tunjuk-tunjuk di Pesta Pernikahan Keponakannya
Dicontohkannya, apabila Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak, tiba-tiba menjadi anggota kabinet Jokowi akan mengundang komentar negatif.
"Kalau misalnya sekarang, Mas Dahnil tiba-tiba masuk di dalam kabinet, kan pemilih dulu melihat, 'oh kemarin dia', oh berpikir macam-macam. Itu akan terjadi polarisasi. Dan pengkhianatan terhadap aspirasi," kata Andreas.
"Justru itu yang saya katakan, dan kami konsisten, PDIP itu konsisten dan biasa-biasa saja. Menjadi partai atau kekuatan politik di luar pemerintahan itu kehormatan. Dan itu dibuktikan setelah kita di luar, dan kita jadi pemenang," ungkapnya.
"Saya kira ini pembelajaran yang baik untuk membangun suatu demokrasi yang sehat."
"Ada yang di luar, ada yang di dalam, tetapi kita ada di negara ini lho. Di luar dan di dalam itukan soal pemerintahan, tapi kita sama-sama ada di dalam negara ini, dan ketika kita selesai, kita berfikir untuk negara ini, itu yang paling penting," pungkasnya.
• Penilaian Sejumlah Pengamat Jelang Putusan Sidang MK untuk Pilpres 2019, Siapa yang akan Menang?
Lihat video ini di menit ke 6.22
Analis Politik sebut Kabar Buruk Bagi Demokrasi
Analis Politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno memberikan analisisnya apabila kedua koalisi Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) bergabung di kabinet yang sama.
Hal ini diungkapkannya saat menjadi narasumber dalam program 'Layar Demokrasi', dikutip dari saluran YouTube CNN Indonesia, Rabu (26/6/2019).
Adi menilai hal tersebut bisa menjadi kabar buruk bagi demokrasi Indonesia.
• Tak Hadiri Sidang Putusan MK, Prabowo Bakal Nobar di Rumah Kertanegara
"Ini tentu menjadi kabar buruk bagi demokrasi kita, jadi catatan ekstremnya ini akan melumpuhkan kelompok oposisi di parlemen, apalagi pada saat yang bersamaan, kelompok society nyaris tidak bisa menjadi penyeimbang Pak Jokowi misalnya, kalau andai menang," ujar Adi.
"Itu satu, yang kedua kalau Pak Prabowo dan lainnya ini menjadi bagian dari Jokowi ini tentu dengan catatan bahwa partai koalisinya pendukung Pak Jokowi ini, banyak yang tidak bisa ditertibkan."
"Karena kecenderungan menjadi oposisi dari dalam, terutama untuk membangun batu bata kekuasaan 2024, ini akan cukup terjadi, siapa yang bisa menjamin, Nasdem, Golkar, PKB, PPP, ini akan menjadi nice guys," jelasnya.
"Dalam komposisi kabinet 5 tahun ke depan, saya membayangkan, kok sepertinya bulan madu ini tidak terlampau lama," papar Adi.
• Kronologi Petugas PPSU Cantik yang Sempat Viral Ditabrak Pemotor saat sedang Kerja, Ini Kondisinya

Analis Politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno memberikan analisisnya apabila kedua koalisi Prabowo Subainto dan Joko Widodo (Jokowi) bergabung di kabinet yang sama, Rabu (26/6/2019). (Capture CNN Indonesia)
Ia juga menyoroti apabila di kabinet terlalu banyak pihak, akan ada kegelisahan dalam pembagian kursi.
"Tapi yang paling penting adalah yang disebut sebagai kawin paksa ini adalah menjadi foot note penting, statemen kawan-kawan NU, PKB bahwa koalisi ini ditutup dengan 60 persen perolehan suara, ini adalah sebagai satu bentuk kegelisahan, andai kelompok oposisi seperti Demokrat, Gerindra, dan PAN menjadi bagian dari Jokowi, karena priuk politik ini akan dibagi rata kepada banyak orang," kata Adi.
"The real politiknya, ada kemudian orang merasa enggak epic, semakin banyak kelompok yang masuk dalam barisan 01, selama itu sharing power tidak akan menjadi dominasi kelompok tertentu."
Adi juga memaparkan, bahwa ada potensi memelihara musuh di dalam kabinet, dengan contoh apabila Demokrat bergabung, akan ada Ketua Kogasma Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang dipersiapkan untuk 2024.
"Apalagi misalnya, dalam waktu bersamaan ini juga berpotensi memelihara anak macan. Karena bisa saja akan muncul figur penting dari Gerindra, figur penting dari Demokrat seperti AHY yang akan menjadi pertarungan hidup penting di 2024," pungkasnya.
Lihat videonya di menit ke 27.56
(TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)
WOW TODAY