Sidang Sengketa Pilpres 2019
Yusril Ihza: Pak Denny Indrayana Gunakan Kata 'Indikasi' dan 'Patut Diduga' Kira-kira 41 Saya Hitung
Yusril Ihza Mahendra menyoroti pilihan kata yang digunakan oleh kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Denny Indrayana saat sidang MK.
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Ketua Tim Hukum kubu Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra menyoroti pilihan kata yang digunakan oleh kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Denny Indrayana dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019.
Menurut Yusril, pilihan kata itu menegaskan bahwa permohonan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno hanya sebuah asumsi tanpa alat bukti yang sah.
Yusril mengaku kesimpulan itu ia sampaikan setelah menghitung jumlah penggunaan kata ‘indikasi’ dan ‘patut diduga’ oleh kubu 02 dalam permohonannya.
• BPN Sebut Wiranto Tangkap Makar Berdasarkan Sosmed: Lucu jika 01 Menilai Link Berita Tak Berkualitas
“Pak Denny Indrayana banyak menggunakan kata ‘indikasi’ dan ‘patut diduga’ saat membacakan permohonan, ada kira-kira sebanyak 41 saya hitung."
"Itu menunjukkan permohonan mereka banyak berdasarkan asumsi, padahal pengadilan bicara bukti, bukan asumsi,” jelas Yusril di sela persidangan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019).
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) tersebut menyatakan jika melihat permohonan kubu 02 dirinya mengaku optimis permohonan tersebut akan ditolak.
• UPDATE SIDANG MK - Soal Salah Input Data di Situng, KPU Sebut Tak Bisa Disimpulkan Adanya Rekayasa

Terutama jika kubu 02 tak bisa membuktikan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) secara kuantitatif.
“Kalau pelanggaran TSM bukan kewenangan MK, tentu harus dibuktikan bahwa pelanggaran TSM itu bisa memberi dampak pada perolehan suara, jadi tak bisa kalau hanya asumsi, pasti ditolak,” tegasnya.
• Bambang Widjojanto Sempat Keluar Ruangan saat Yusril Ihza Mahendra Bacakan Jawabannya
“Misal soal kenaikan gaji PNS, menaikkan gaji dan tunjangan kan sudah disepakati bersama DPR RI."
"Kalau pun kemudian PNS yang berjumlah misal 4,1 juta orang itu memilih Jokowi semua apakah bisa dibuktikan, kalau ditanya satu-satu pilih siapa kan melanggar undang-undang."
"Kalau pun angka 4,1 juta itu kemudian dianulir tidak serta merta memenangkan Pak Prabowo karena selisihnya 17 juta,” pungkas Yusril.
Dikutip dari Kompas.com, dalam sidang sengketa Pilpres 2019, kubu Prabowo-Sandiaga mempersoalkan 7 kebijakan anggaran pemerintahan Jokowi.
Di antaranya menaikkan gaji dan membayar rapelan gaji PNS, TNI, dan Polri.
• Tim Hukum 01 Keluhkan Tuntutan Baru Kubu 02 di MK, Ade Irfan: Itu Keluar Konteks, Ada Ketidakadilan
Lalu menjanjikan pencairan gaji ke-13 dan THR lebih awal.
Menaikkan gaji perangkat desa.
Menaikkan dana kelurahan, mencairkan dana Bansos.
Hingga menaikkan dan mempercepat penerimaan Program Keluarga Harapan (PKH) dan menyiapkan skema rumah DP 0 persen untuk ASN, TNI dan Polri.
"Akan sangat mudah dipahami bahwa penggunaan anggaran negara dan program pemerintah itu adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh paslon 01 yang memanfaatkan posisinya sebagai Presiden petahana," kata Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto di hadapan majelis hakim.
Proses Kenaikan Gaji PNS
Sementara itu, kenaikan gaji PNS tidaklah turun tiba-tiba, lantaran ada beberapa tahapan prosesnya.
Di antaranya dibahas di DPR.
Rencana kenaikan gaji PNS pada tahun 2019, mencuat dalam Rapat RAPBN 2019 di Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta, 16 Agustus 2018.
Jokowi menyampaikan, kenaikan tersebut masuk dalam RAPBN 2019.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut bahwa alasan kenaikan ini adalah sudah lamanya gaji PNS tidak naik, yakni sejak 2015.
Selain itu juga untuk menjaga daya beli PNS agar sesuai dengan inflasi.
Setelah pengajuan tersebut, rencana kenaikan ini dibahas dan disetujui DPR.
• Disebut Melanggar Asas Rahasia Pilpres oleh Kubu 02, Kubu 01: Cara Pandang yang Fatal dan Kebablasan
Pada 31 Oktober 2018, DPR menggelar rapat paripurna.
Seluruh fraksi partai politik menyetujui rencana kenaikan ini, baik pendukung pemerintah maupun partai oposisi.
Sementara itu, PP sebagai aturan turunan terkait kenaikan gaji PNS itu baru ditandatangani Jokowi pada 13 Maret 2019 lalu.
(Tribunnews.com/Rizal Bomantama)
WOW TODAY: