Breaking News:

Pilpres 2019

Pendapat Refly Harun setelah Membaca Permohonan dari Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi di MK

Refly Harun memberikan pendapat soal permohonan Tim Kuasa Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.

Capture Youtube Indonesia Lawyers Club
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun membeberkan 5 argumentasi kubu pasangan calon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno 

TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun memberikan pendapat soal permohonan Tim Kuasa Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.

Hal ini disampaikan Refly Harun saat menjadi narasumber di acara Catatan Demokrasi tvOne, Selasa (28/5/2019) malam.

Mulanya, pembawa acara meminta tanggapan Refly Harun soal sejumlah pernyataan dari Tim Kuasa Hukum BPN Prabowo-Sandi.

Mulai dari pelanggaran pemilihan presiden yang dianggap telah pada tahap terstruktur, sistematis dan masif (TSM), lalu istilah Mahkamah Kalkulator hingga pernyataan soal pemilu 2019 merupakan pemilu terburuk.

"Jadi begini saya ingin memulai dengan pada posisi yang berdiri di tengah, mau melihat permohonan dari sisi 02 dan defense dari 01," ujar Refly menanggapi.

Fadli Zon Soroti Kejanggalan soal Kasus Dugaan Makar Eggi Sudjana: Ini Merampas Haknya

Menurutnya pihak kubu paslon Prabowo-Sandi dan Joko Widodo (Jokowi)- Ma'ruf Amin memiliki 3 pandangan soal pengajuan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Pemohon dan pihak terkait jadi kalau saya bicara tentang 3 paradigma," kata Refly.

"Paradigma pertama adalah paradigma yang memang terdapat pada UU MK itu paradigmanya adalah permohonan itu sederhana sekali soal hitung-hutangan saja."

Pakar Hukum Pidana Mudzakir: Dalam Hukum Pidana Tak Ada Makar terhadap Calon Presiden

"Kalau terbukti kemudian dikabulkan, kalau tak terbukti ditolak jadi tidak ada pemungutan suara ulang, penghitungan suara ulang," sambungnya.

Refly Harus kemudian menjelaskan perubahan paradigma tersebut di bawah era kepemimpinan Mahfud MD, yang menjabat sebagai Ketua MK, tahun 2008.

"Dalam konteks ini UU ini sebenarnya sudah berubah paradigmanya ketika 2008 di bawah kepemimpinan Pak Mahfud itu sudah tidak lagi sekedar bicara tentang hitung-hitungan," ujar Refly Harun.

"Karena ketika itu Pak Mahfud di bawah kepemimpinanannya memerintahkan pemilihan suara ulang, dan penghitungan suara ulangnya tidak diatur di hukum acara di UU no 24 tahun 2003, maka kemudian munculah paradigma baru keadilan substantif progresif."

Lalu Refly menerangkan soal kebijakan MK yang berubah semenjak Mahfud MD menjabat sebagai ketua.

Heran karena Kepergian Prabowo ke Dubai Mengundang Perhatian, Fadli Zon: Menurut Saya Agak Aneh

"Untuk di Pilpres sejak 2004, 2009 dua permohonan dan kemudian 2014 doktrin TSM ini dipakai juga oleh para pemohon tapi memang belum ada yang sukses belum ada yang sukses untuk kemudian bisa meyakinkan MK sudah terjadi pelanggaran yang TSM tersebut," katanya.

Refly lalu melihat ada dua aspek yang ingin diperjuangkan oleh BPN Prabowo-Sandi.

Halaman
12
Sumber: TribunWow.com
Tags:
Refly HarunPrabowo-SandiagaSengketa Hasil Pilpres 2019Mahkamah Konstitusi (MK)
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved