Kabar Tokoh
Sempat Bongkar Penyebab Kematian Ratusan Anggota KPPS, Dokter Ani Hasibuan Kini Dipanggil Polisi
Dokter yang sempat membongkar penyebab kematian ratusan anggota KPPS itu kini disangkakan 6 pasan dengan hukuman 10 tahun penjara, atas sejumlah kasus
Editor: Lailatun Niqmah
Terdapat 13 pasal kode etik yang mengatur mengenai hubungan seorang dokter dengan khalayak.
Jika masyarakat merasa ada seorang dokter yang diduga melanggar salah satu pasal tersebut, maka layak untuk dilaporkan ke MKEK IDI.
“Masyarakat buka saja //www.mkekpbidi.org/ buka tentang kode etik kedokteran, bisa dibaca di situ. Publik tinggal urut saja, ada pasal-pasal kode etik kedokteran dan yang awal adalah ranah umum. Ada enggak dia melanggar itu,” ujar Prijo.
“Kalau itu memang diindikasikan dia melanggar, laporkan saja. Kami bisa melakukan klarifikasi kepada yang bersangkutan. Tapi enggak mungkin kita sendiri ambil alih. Karena itu ranah publik,” lanjut dia.
Saat ditanya pendapat mengenai pernyataan Ani Hasibuan, Prijo menolak berkomentar.
Prijo memilih mengurusi itu sesuai mekanisme di IDI apabila ada laporan yang masuk.
Kontroversi Ani Hasibuan
Siapa dr Ani Hasibuan?
Diketahui, Ani adalah dokter ahli syaraf.
Pernyataannya mengenai banyak petugas Kelompok Panitia Pemunggutan Suara (KPPS) pada Pemilu 2019 di salah satu televisi swasta, beberapa waktu lalu, memicu kontroversi publik, khususnya di media sosial.
Dikutip dari tribunnews.com, Ani awalnya mempertanyakan mengapa banyak petugas KPPS yang meninggal dunia di sela kerja.
“Saya sebagai dokter dari awal sudah merasa lucu, gitu. Ini bencana pembantaian atau pemilu? Kok banyak amat yang meninggal. Pemilu kan happy-happy mau dapat pemimpin baru kah atau bagaimana? Nyatanya (banyak yang) meninggal,” ujar Ani.
Kemudian, Ani menyanggah pernyataan pihak KPU yang menyebutkan bahwa kasus meninggalnya petugas KPPS disebabkan kelelahan bekerja.
“Kalau kita bicara fisiologi, kelelahan itu kan kaitannya dengan fisik. Kalau orang beraktivitas, dia pakai gula metabolisme. Kalau habis capek. Dia hipoglekimia dia lapar. Kalau enggak oksigennya dipakai dia ngantuk. Jadi orang capek itu, dia ngantuk, dia lapar. Kalau dipaksa, dia pingsan, enggak mati dong,” ujar Ani.
Ani juga berpendapat, beban kerja petugas KPPS pada Pemilu 2019 ini tidak terlalu berat.
Ia membandingkannya dengan dokter yang sedang mengambil spesialis.
“Saya melihat beban kerjanya. Ada di laporan kerja saya. Itu beban kerjanya saya tidak melihat ada fisik yang capek. Yang saya tahu, dokter yang ambil spesialis itu capek kerja tiga hari tiga malam tidak ada yang mati. Yang ada itu malah tambah gendut,” kata Ani.
Ani menambahkan, kemungkinan penyebab kematian adalah penyakit yang sudah diderita petugas KPPS. Ia mencontohkan seseorang yang terkena tumor otak.
Apabila penderita tidak dibebani kerja otak yang besar, maka ia akan baik-baik saja. Namun, apabila beban kerjanya besar, tumor itu disebutnya akan “bertingkah” sehingga dapat menyebabkan penderita meninggal dunia.
“Jadi, bukan karena capeknya,” ujar Ani. (*)
WOW TODAY: