Pilpres 2019
Effendi Gazali Harap Hasil Survei seperti Skor El Clasico, Budiman Sudjatmiko Tertawa, Tak Percaya
Budiman Sudjatmiko tampak menertawai pengamat politik, Effendi Ghazali saat membahas terkait 'El Clasico' dalam acara Indonesia Lawyer Club (ILC).
Penulis: Laila Zakiyya Khairunnisa
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
"Karena toh yang sebetulnya dibohongi adalah orang-orang yang bayar, yang membayar lembaga survei," lanjutnya.
Namun Effendi Gazali melanjutkan bahwa dari kutipan tersebut berarti rakyat yang digunakan sebagai subyek survei bagi para lembaga itu seharusnya juga diperbolehkan untuk menyampaikan kebohongan ketika menjalani survei.
"Karena rakyat sudah tahu, bahwa lembaga surveinya sedang berbohong baik kepada rakyat maupun kepada yang bayar," ucapnya.
• Karni Ilyas Tertawa saat Effendi Gazali Singgung soal Pembiayaan Lembaga Survei Jelang Pilpres 2019
Berdasarkan keterangan Effendi Gazali, ia mengatakan bahwa penganalogian lembaga survei Amerika Serikat dengan Indonesia dirasa tidaklah tepat.
"Dengan itu saya ingin mengatakan, saya ingin memberikan tanggapan, saya yakin sungguh-sungguh tidak tepat menganalogikan apa yang terjadi di Amerika dengan di Indonesia," kata Effendi Gazali.
Effendi Gazali menuturkan bahwa lembaga survei di Amerika Serikat sebenarnya sudah memiliki kecakapan dalam bidangnya dengan mengerti terkait perbedaan antara teknik jumlah penggunaan suara (popular vote) maupun teknik suara negara per bagian (electoral college).
"Dengan secara sederhana mengatakan bahwa di Amerika Serikat itu lembaga survei gagal karena mereka semata-mata tidak bisa membedakan antara popular vote dengan electoral college. Enggak," tegasnya.
• Effendi Gazali Tenangkan Rocky Gerung yang Dianggap Marah karena Tak Pernah Diundang ke Istana
Ia kemudian melanjutkan dengan menerangkan bahwa Amerika Serikat sudah memiliki sejumlah lima presiden yang dilantik usai menang dalam popular vote.
"Lembaga survei di Amerika itu juga sudah tahu bahwa dengan Trump, ada 5 presiden yang menang popular vote sejak dari John Quincy Adams 1824 sampai Trump," jelasnya kemudian.
Akan tetapi, yang diperhatikan Effendi Gazali dari lembaga survei Amerika Serikat adalah tidak adanya transparansi terkait siapa saja yang memberikan sokongan dana dalam lembaga-lembaga tersebut.
"Yang jadi masalah adalah, seperti yang disebutkan tadi di Amerika Serikat menurut saya sampai saat ini tidak ada lembaga survei yang tidak menyatakan siapa yang bayar, seperti apa dananya, itu harus terang-terangan," ujar Effendi Gazali.
• Di ILC, Karni Ilyas Singgung soal Manuver Jokowi dan Prabowo serta Perang Hasil Survei: Luar Biasa
Effendi Gazali kemudian menyebutkan satu contoh terkait lembaga survei Amerika Serikat yang pernah menyerang sebuah institusi lainnya.
Ia lalu menduga bahwa ada lembaga survei di Indonesia yang mengaku tidak mendapatkan sokongan dari pihak berkepentingan manapun, tetapi menyerang satu kandidat tertentu karena keberpihakan yang ada di dalamnya.
"Jangan-jangan di Indonesia itu ditambah pada kebencian pada lembaga survei yang mengakui tidak dibayar oleh siapa-siapa, tapi kerjaannya menyerang kandidat tertentu," tandasnya.
Effendi Gazali kemudian juga mengaku bahwa dirinya selama ini tak pernah mengetahui adanya pihak asosiasi profesi yang memberhentikan keberlangsungan lembaga yang berpihak.