Breaking News:

Pilpres 2019

Fahri Hamzah Menilai Isi Debat Kedua Capres: Jokowi Presentasi, Prabowo Berstrategi

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah memberikan penilaian pada calon presiden nomor 01 Joko Widodo (Jokowi) dan nomor 02 Prabowo Subianto terkait debat.

Penulis: Ananda Putri Octaviani
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
Grafis Tribunwow/Kurnia Aji Setyawan
Fahri Hamzah 

TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah memberikan penilaian pada calon presiden nomor 01 Joko Widodo (Jokowi) dan nomor 02 Prabowo Subianto terkait debat kedua Pilpres 2019.

Dikutip TribunWow.com, hal tersebut disampaikan Fahri Hamzah melalui akun Twitter miliknya, @Fahrihamzah, Selasa (19/2/2019).

Melalui kicauannya itu, Fahri Hamzah berpendapat bahwa kerangka argumen Jokowi bersifat reportif, sementara Prabowo seolah ingin mengajukan alternatif.

Menurutnya, hal tersebut lantas membuat debat menjadi tidak menarik.

Fahri Hamzah Beri Cara Menilai Pemimpin Berkualitas terkait Debat Pilpres 2019: Tak Bisa Dibalik

Fahri Hamzah juga memaparkan, apa yang disampaikan Jokowi dalam debat seolah begitu meyakinkan, meski data yang disampaikannya tidak akurat.

Sementara Prabowo yang lebih banyak mengungkap pandangan strategis dan komitmen justru tampak minim data dan elaborasi.

Lebih lanjut, Fahri Hamzah menilai bahwa debat kedua pilpres 2019 yang berlangsung pada Minggu (17/2/2019) itu justru tak tampak seperti debat antar capres.

Berikut tulisan lengkap Fahri Hamzah mengenai hal tersebut:

"Kalau kita menilai kedua kandidat, secara kontras dapat dilihat Kerangka argumen yang dibangun Jokowi cenderung pemaparan reportif sedangkan prabowo ingin ajukan alternatif. Jokowi melakukan presentasi Prabowo mencoba berstrategi. Maka debat menjadi tidak menarik.

Di satu sisi Hampir setiap pertanyaan atau jawaban yang dikemukakan jokowi laporan bukan pertanggungjawaban. Jokowi sibuk menghafal angka2 dalam presentasi dan kurang mempertanggungjawabkan apa yang menjadi pertanyaan publik. Jawaban nampak searah.

Akibatnya Apa yang disampaikan jokowi tampak seolah begitu meyakinkan karena sambil mengutip beberapa data walaupun ketika divalidasi, data2 yang disampaikan jokowi banyak yang tidak akurat bahkan cenderung ngawur.

Di sisi lain, Prabowo lebih banyak mengungkap pandangan strategis dan komitmen ke depan dalam menyelesaikan persoalan yang dibahas dalam debat itu. Tapi harus diakui akhirnya menjadi minim data dan elaborasi. Padahal kalau ditambah agak detil itu. Isa mematikan lawan.

Misalnya startegi menahan kebocoran dan penguasaan sumberdaya dalam negeri. Sebetulnya, itu membantah Tol, membantah UNICORN dan semua kehendak untuk mengintegrasikan rakyat Indonesia ke pusaran kapitalisme global. Harusnya diurai apa bahaya tol dan UNICORN bagi rakyat.

Melanjutkan itu harusnya Prabowo menjelaskan bahwa Tol, di hulu-nya apabila tidak bIsa bayar hutang akan jadi milik asing, lalu di hilirnya kalau rakyat merasa tol mahal maka tol tidak akan dipakai oleh petani dan pengusaha lokal untuk jula barang ke luar, tapi sebaliknya.

Sama juga dengan UNICORN bila melihat pengalaman, waktu jadi startup kecil diinisiasi oleh rakyat, lalu setelah besar ditelan oleh raksasa kapitalis yang akhirnya membuat posisi tawarnya rendah. Akhirnya UNICORN bisa menjadi infrastruktur barang dan jasa Luar bagi pasar kita.

Tapi Pandangan Prabowo pun tidak dikritisi atau diperdebatkan oleh jokowi. Karena ketika prabowo mengajukan strategi alternatif, jokowi selalu nampak melanjutkan jawaban, Sehingga debat ini tampak kurang menawarkan konsep yang solid.

Dari analisa kerangka argumen yang dibangun para kandidat capres, debat ini seperti nampak bukan perdebatan antar calon presiden. Tetapi perdebatan antara presiden dengan calon presiden. Tampak sekali Jokowi tidak bisa melihat posisinya sebagai calon kandidat presiden.

Fahri Hamzah Minta Jokowi Ambil Alih Lahan HGU Prabowo, Jubir PSI Dedek Prayudi: Enggak Relevan

Kerangka debat yang seperti ini membuat publik sulit menemukan substansi atau konsep yang ditawarkan kedua kandidat. Visi misi tidak dielaborasi secara mendalam. Sehingga kering akan janji kampanye. Padahal rakyat menuntut janji dan komitmen kandidat presiden 5 tahun mendatang.

Sebagian orang menyebut jokowinomics. Kebijakan ekonomi yang bertumpu pada pembangunan infrastruktur fisik. Ini semacam jualannya pak jokowi selama ini, dan dalam debat selalu diulang-ulang. kita lihat 4 tahun belakangan ini, apapun masalahnya selalu dijawab dgn infrastruktur.

Hasil akhir dari jokowinomics ini banyak yang menjadi sasaran kritik bagi kubu prabowo. Utang menumpuk, ketimpangan pendapatan, neraca perdagangan minus dan ketergantungan pada impor. Sehingga ekonomi tidak mandiri. Data dari indikator2 tersebut bisa dicek dan divalidasi.

Jadi karena statement jokowi dalam debat hanya akan melanjutkan kerja-kerja sebelumnya, publik bisa berspekulasi bahwa ke depan bisa jadi utang bertambah, dan impor akan jalan terus dan kemandirian ekonomi semakin terancam.

Padahal utang, impor, tenaga kerja asing adalah permasalahan mendasar rakyat selama 4 tahun belakangan ini. Hampir tiap akhir tahun selama saya duduk sebagai wakil ketua DPR bidang kesejahteraan rakyat selalu memberi evaluasi dan catatan kritis mengenai persoalan ini.

Semua persoalan mendasar tersebut seolah selesai dengan infrastruktur. Padahal proyek2 infrastruktur sendiri banyak masalah. Saya pernah mengingatkan bahaya turn key project, investasi asing (China) bidang infrastruktur yang masuk ke Indonesia secara gelondongan.

Karena dgn konsep ini Bukan hanya modal yang masuk, tetapi bahan baku dan tenaga kerja, termasuk buruh kasar ikut masuk. Pembangunan infrastruktur yang seperti ini, Rakyat tidak dapat apa2. Semua dari luar dan hasilnya dinikmati asing. Di bidang tambang lebih tragis.

Bagaimana logikanya pembangunan infrastruktur meningkat pesat tapi BUMN Krakatau Steel merugi setiap tahun? Harusnya kan permintaan baja meningkat dan krakatau steel bisa mengambil untung. Tapi ini tidak. Karena bahan baku harus dipasok pemilik modal asing.

Kita punya banyak sekali tenaga kerja, bahkan separuh dari angkatan kerja kita berpendidikan SMP ke bawah. Tapi kenapa kita mendatangkan buruh kasar? Jokowinomics ini bukan hanya suka mengimpor pangan tapi juga buruh kasar.

Saya kira jokowinomics ini mendapatkan antitesisnya dari pandangan dan komitmen prabowo dalam debat. Kata kunci atau kisi2 yang kita ambil adalah kemandirian ekonomi dan keperpihakan pada rakyat. Infrastruktur untuk rakyat bukan rakyat untuk infrastruktur, kata prabowo.

Dalam debat, Prabowo membawa konsep serta strategi ke depan dalam mengatasi problem2 yang mengancam kemandirian ekonomi. Jika kita amati dan simpulkan, prabowonomics ingin menegaskan ekonomi yang berpihak pada kepentingan nasional.

Prabowonomics ingin membangun kekuatan ekonomi domestik yang bertumpu pada ekonomi kerakyatan. Apa yang menjadi visi prabowo ini seharusnya mudah dilakukan seorang prabowo. Konsistensinya nampak selama ini. Prabowonomics Tinggal mempertajam argumen melawan Jonowinomics," tulis Fahri Hamzah.

Sebelumnya, Fahri Hamzah sudah sempat men-cuitkan keinginannya untuk menganalisa debat kedua Pilpres antara Jokowi dan Prabowo.

Keinginannya itu ia sampaikan supaya masyarakat paham bobot dan kemampuan konseptual antar keduanya.

Fahri Hamzah menjelaskan tentang kriteria menjadi pemimpin yang berkualitas.

Menurutnya, menjadi pemimpin berkualitas harus memiliki kemampuan konseptual, kemampuan interpersonal, kemudian kemampuan teknik.

Ia mengungkapkan bahwa pemimpin yang benar yakni pemimpin yang mampu melihat gambar besar, memahami konsep, dan mampu menggerakan organ yang dipimpinnya.

Hal itu diperlukan supaya pemimpin dapat merealisasikan konsep atau tujuan intinya.

Terkait hal itu, Fahri Hamzah menyatakan kepada publik jika ingin menilai pemimpin berkualitas yaitu dengan melihat konsep pembangunan negara yang ditawarkan oleh kedua capres.

"Kalau kita bertanya: ADAKAH JOKOWINOMICS DAN PRABOWONOMICS DALAM DEBAT KE-2?

Setelah mencermati lagi, saya terdorong untuk menganalisa debat tersebut secara agak filosofis. Tujuannya adalah agar publik mengerti seberapa besar bobot dan kemampuan konseptual capres kita.

Budiman Sudjatmiko Jawab Tantangan Fahri Hamzah soal Keberanian Jokowi Meminta Kembali Lahan Negara

 

Dalam teori manajemen modern, untuk menjadi pemimpin yang berkualitas, setidaknya ada 3 kemampuan (skill) yg harus dimiliki; kemampuan menguasai konsep (conceptual skill), kemampuan memimpin orang (interpersonal skill) dan kemampuan dalam hal2 teknis (technical skill).

Sebagai pemimpin yang berkualitas, porsi terbesar yg harus dimiliki secara berurutan; conceptual skill, interpersonal skill baru technical skill. Tidak bisa dibalik. Kalo pemimpin lebih senang mengerjakan hal2 teknis dibandingkan memikirkan konsep dan sistem. Terbalik.

Ada pemimpin, ada manajer, ada operator. Komposisi skill itu menandakan dia siapa. Pemimpin dominan conceptual skill sementara operator tentu lebih dominan technical skill-nya dan manajer memiliki komposisi yang relatif sama dalam skill itu. Ini Sy pelajari di semester I FEUI.

Maka, Pemimpin yang benar adalah yang mampu melihat gambar besar, memahami konsep serta mampu menggerakkan setiap orang atau organ yang dipimpinnya untuk bekerja secara teknis demi merealisasikan konsep atau tujuan besarnya. Bukan yg menjadi operator.

Jadi kalo mau relevan dengan tujuan debat untuk mencari pemimpin yang berkualitas kita harus fokuskan penilaian pada konsep2 membangunan negara yang ditawarkan kedua capres. Khususnya dalam bidang yang menjadi tema debat kedua yang lalu," tulis Fahri Hamzah.

 

(TribunWow.com)

 

Tags:
Fahri HamzahPresiden Joko Widodo (Jokowi)Prabowo SubiantoDebat Capres 2019
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved