RUU Permusikan
Ketua AMI dan Bekraf Sebut Pembahasan RUU Permusikan Harusnya Tunggu RUU Ekonomi Kreatif Rampung
Ketua AMI dan Bekraf mengungkapkan bahwa seharusnya pembentukan RUU Permusikan menunggu RUU Ekonomi Kreatif rampung.
Penulis: Laila Zakiyya Khairunnisa
Editor: Astini Mega Sari
TRIBUNWOW.COM - Musisi sekaligus Ketua Umum Anugerah Musik Indonesia (AMI), Dwiki Dharmawan mengungkapkan bahwa seharusnya pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan menunggu disahkannya RUU Ekonomi Kreatif terlebih dahulu.
Pernyataan tersebut ia ungkap saat tengah menjadi narasumber dalam sesi dialog program Sapa Indonesia Akhir Pekan di Kompas TV yang bertajuk Kisruh RUU Permusikan, Jumat (8/1/2019).
Awalnya Dwiki membahas isi pasal RUU Permusikan yang menyebutkan bahwa bahwa musik tradisional harus ditampilkan di kafe atau semacamnya.
Ia menganggap peraturan tersebut memiliki pro dan kontranya sendiri.
"Ada baik ada buruknya. Karena kan itu ingin mengangkat ya tadinya. Tapi kan kalau musik tradisional tuh beda-beda peruntukannya dan tidak bisa tercabut dari akarnya begitu saja, pindah ke hotel ini atau yang lain, gitu ya," kata Dwiki.
• Berikan Tanggapan Terkait Polemik RUU Permusikan, Bens Leo: Ada Self-Sensor dari Para Seniman
Dwiki kemudian menerangkan bahwa saat ini pemerintah juga sedang menggarap RUU Ekonomi Kreatif di mana industri musik menjadi satu di antara unsur di dalamnya.
"Jadi memang intinya sih kalau ditelaah semua ketika lebih dari 50 persen dianggap tidak layak pasalnya ini, ya ini menjadi satu pertanyaan gitu kan," terang Dwiki.
"Mungkin publik juga perlu tahu bahwa sebenarnya kalau urusannya misalnya di industrinya, saat ini juga sedang digarap, ada RUU tentang industri kreatif, di mana musik menjadi salah satu dari 16 sub-sektor yang jadi obyek di situ. Tapi mungkin itu kaitannya mencakup sebagai industri kreatif."
"Tapi kan musik itu tidak hanya sebagai industri kreatif juga. Dalam konteks ekspresi budaya, ada memang pasal-pasal yang normatif di undang-undang pemajuan kebudayaan juga," ucap Dwiki.
"Dalam hal proteksi mengenai hak cipta dan sebagainya, kita sudah punya undang-undang nomor 28 tahun 2014 yang sangat dimungkinkan untuk diperbaharui juga. Itupun kan perbaharuan dari undang-undang hak cipta yang tahun 2002," jelasnya.
• Lebih dari 200 Musisi Tolak RUU Permusikan, Ketua Umum AMI Ungkap Penyebabnya

Menurut Dwiki, perumusan RUU Permusikan akan lebih baik jika menunggu disahkannya RUU Ekonomi Kreatif.
"Jadi sebenarnya sudah banyak sekali (undang-undang yang mengatur tentang musik) dan kalau menurut saya di dalam hal industri kreatif, musik sebagai industri kreatif, tunggu aja disahkannya yang RUU industri kreatif dulu, dia sebagai payungnya. Jadi jangan terjadi ada pasal yang tumpang-tindih," tutur Dwiki.
"Misalkan dulu ya, waktu masalah ekspresi budaya ini Peraturan Pemerintah (PP) yang dibuat oleh Kemdikbud, atas ekspresi budaya itu bentrok dengan peraturan pemerintah yang dibuat oleh Kementerian Hukum dan HAM. Jangan sampai terjadi begitu-begitu lagi," pungkasnya.
• Endah N Rhesa Tunda Pelirisan Album karena Pro-Kontra RUU Permusikan
Satu pikiran dengan Dwiki, Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf juga meminta agar lebih baik membentuk UU Ekonomi Kreatif terlebih dahulu sebagai payung hukum RUU Permusikan.
Hal itu diungkap Triawan saat ditemui di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (6/2/2019), dikutip TribunWow.com dari Kompas.com.

"Sebenarnya kita butuh umbrella-nya dulu, yakni RUU Ekonomi Kreatif yang saat ini sudah di tahap Panja dan mudah-mudahan diketok pada pertengahan tahun 2019 ini," kata Triawan.
Ia menerangkan bahwa di RUU Ekonomi Kreatif, permusikan merupakan satu di antara obyek yang menjadi fokusnya.
"Di RUU Ekonomi Kreatif itu ada 16 sektor yang diakomodasi, salah satunya permusikan. Jadi, ya yang paling penting tata kelola, ekosistem, dan pengaturan industri ekonomi kreatifnya dulu. Bukan malah mengatur orang berkreasi," ungkapnya.
• Ketua DPR RI Bambang Soesatyo Angkat Bicara soal RUU Permusikan: Perjalanannya Masih Jauh
Karena itulah Triawan berpendapat agar RUU Permusikan tersebut lebih baik dihentikan. Namun ia menyerahkan segala keputusan kepada pihak pemerintah.
"Bukan seharusnya (dihentikan), sebaiknya begitu. Tapi terserah DPR . Karena RUU itu yang inisiasi DPR, kami menerima saja," ucap Triawan.
Triawan juga menerangkan bahwa dirinya juga sependapat dengan para musisi yang berkoalisi menyatakan bahwa ada sejumlah pasal yang dirasa aneh.
"RUU Permusikan itu belum sampai di pemerintah, masih ada di DPR. Namun, bahwa ada pasal-pasal aneh, saya setuju. Kalau sampai ke pemerintah, pasal-pasal itu juga enggak akan lolos," terangnya.
• RUU Permusikan Tuai Banyak Penolakan, Ini Kata Ketua DPR Bambang Soesatyo
Dirinya kemudian meyakinkan kepada para musisi agar tak khawatir terkait RUU tersebut.
"Jadi, kepada rekan-rekan musisi, seniman, enggak usah khawatir. Tidak akan ada undang-undang yang membatasi seniman dalam berkreasi. Itu nomor satu yang akan kami lawan. Begitu sampai ke pemerintah, akan kami saring lagi," jelasnya.
Triawan juga mengungkapkan bahwa sembari menunggu disahkannya RUU Ekonomi Kreatif, sebaiknya pemerintah mengkaji ulang pasal-pasal yang terdapat dalam RUU permusikan.
Ratusan Musisi Siap Gelar Konser Tolak RUU Permusikan
Sejumlah 260 pekerja musik yang tergabung dalam 'Koalisi Nasional untuk menolak RUU Permusikan' menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan disahkan.
Seperti yang diketahui RUU Permusikan yang resmi masuk ke dalam daftar program legislasi nasional 2015-2019, menjadi sorotan sejumlah musisi Tanah Air.
Beberapa pasal dinilai membatasi kreativitas para musisi dan mengandung pasal yang tak sesuai.
Karenanya, para pekerja musik tak akan tinggal diam jika RUU ini disahkan.
Wendi Putranto selaku manajer grup musik Seringai, menegaskan nantinya ratusan musisi akan melakukan aksi secara terbuka untuk menentang RUU Permusikan.
"Kalau mau dilanjutkan proses dari RUU Permusikan ini, berarti kita akan bertemu tanggal 9 Maret nanti di lapangan bersama puluhan ribu musisi dari seluruh indonesia," kata Wendi Putranto saat ditemui usai diskusi soal RUU Permusikan, di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, Senin (4/2/2019), seperti dikutip dari Kompas.com.
"Kita akan melakukan aksi secara terbuka nanti dan juga mungkin konser untuk menentang RUU Permusikan ini. Kalau masih ada yang kekeuh untuk mengundang-undangkan," sambungnya.
• Tak Ikut Ribut Terkait RUU Permusikan, Pandji Pragiwaksono Ibaratkan Makan Siomay dan Film Avengers
Para musisi yang menentang RUU Permusikan ini ingin RUU tersebut dicabut, dan disusun dari awal.
Ia menegaskan bahwa UU seharusnya juga memperhatikan aspirasi dari musisi-musisi yang namanya kurang besar.
"Yang kami mau adalah ini di-drop, kalau mau menyusun RUU Permusikan yang baru, undang semua stakeholder di industri musik. Enggak cuma musisi besar ya, tapi juga diperhatikan aspirasi dari musisi kecil, musisi-musisi indie, pelaku musik indie, musisi tradisional, record label indie, itu juga diperhatikan aspirasinya," lanjutnya.
Senada dengan Wendi, penyanyi Rara Sekar juga menegaskan penolakan RUU tersebut.
Kakak dari Isyana Sarasvati ini turut bergabung dalam Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan.
"Masyarakat akan berusaha sebisa mungkin terutama mereka yang menolak, agar apapun yang terjadi RUU ini tidak bisa disahkan," kata Rara Sekar.
Sebagai bentuk penolakan tersebut, para musisi juga melakukan inisiasi untuk membuat petisi daring melalui www.change.org.
• Unggah Pendapatnya Mengenai RUU Permusikan, Anji: Kalau Berbeda Pendapat Dianggap Musuh

Dikutip dari Kompas.com, Selasa (5/1/2019), ada 4 hal yang dipermalahkan oleh para musisi dari RUU tersebut.
Para musisi merasa keberatan dengan pasal nomor lima yang terdapat dalam RUU tersebut.
Pasal nomor lima berisi larangan bagi setiap orang dalam berkreasi untuk:
(a) mendorong khalayak melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya;
(b) memuat konten pornografi, kekerasan seksual, dan ekspoitasi anak;
(c) memprovokasi pertentangan antarkelompok, antarsuku, antarras, dan/atau antargolongan;
(d) menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai agama;
(e) mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum;
(f) membawa pengaruh negatif budaya asing; dan/atau (g) merendahkan harkat dan martabat manusia
Para musisi yang tergabung dalam koalisi menganggap bahwa pasal tersebut merupakan pasal karet dan bertolakbelakang dari semangat bebas berekspresi para musisi.
“Pasal karet seperti ini membukakan ruang bagi kelompok penguasa atau siapapun untuk mempersekusi proses kreasi yang tidak mereka sukai," ucap Cholil Mahmud, dari band Efek Rumah Kaca, dikutip dari Kompas.com, Senin (4/1/2019).
• Perseteruan RUU Permusikan Kian Panas, Jerinx SID Unggah Komik Sindir Anang Hermansyah-Ashanty
Selain itu, melalui RUU permusikan ada pula pasal yang mengatur mengenai sertifikasi para pekerja musik yang terdapat pada pasal 10.
Para musisi menilai bahwa pasal itu nantinya akan digunakan untuk memarjinalisasi musisi independen.
Kemudian para musisi yang tergabung dalam koalisi merasa terbebani dengan uji kompetensi dan sertifikasi yang direncanakan akan diterapkan bila RUU tersebut sudah disahkan.
Uji kompetensi dan sertfiikasi semacam itu dianggap sebagai diskriminasi bagi sejumlah musisi.
Di beberapa negara memang banyak yang menetapkan uji kompetensi bagi sejumlah musisinya, namun uji kompetensi itu tidaklah bersifat wajib.
Tak hanya pasal-pasal yang tersebut di atas, setidaknya ada 19 pasal yang dipermasalahkan oleh para musisi yang tergabung dalam koalisi tersebut.
Banyak ketidakjelasan dalam RUU tersebut seperti pada pasal 11 dan 15 yang hanya memuat informasi umum terkait cara mendistribusikan karya yang sebenarnya sudah diketahui berbagai musisi.
Kemudian ada pula pasal 13 yang mengatur tentang kewajiban menggunakan label berbahasa Indonesia pada karya seni.
Pasal-pasal tersebut dianggap tak memiliki bobot nilai yang cukup untuk tertuang dalam peraturan setingkat undang-undang. (TribunWow.com)