Terkini Internasional
Intelejen AS Sebut Putra Mahkota Arab Saudi MBS Sempat Mau Kejar Jamal Khashoggi Pakai Peluru
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) disebut mau mengejar jurnalis Jamal Kashoggi dengan peluru.
Penulis: Laila N
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) disebut mau mengejar jurnalis Jamal Khashoggi dengan peluru.
Dilansir oleh TribunWow.com dari The Guardian, Kamis (7/2/2019), hal itu disampaikan media Amerika Serikat berdasarkan sumber dari intelejen, yang menyadap percakapan antara Mohammed bin Salman dengan seorang asistennya pada 2017 silam.
Ancaman MBS itu terlontar satu tahun, sebelum Jamal Khashoggi ditemukan tewas di dalam konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki.
Berdasarkan laporan itu, Mohammed bin Salman disebut siap membunuh Jamal, meskipun tidak bermaksud untuk menembaknya.
• Temukan Bukti Baru, PBB Nyatakan Pihak Arab Saudi yang Membunuh Jamal Khashoggi

Menurut New York Times, setelah menyangkal tahu soal hilangnya Jamal Khashoggi, kerajaan (Arab) akhirnya mengakui bahwa sebuah tim membunuhnya di dalam misi diplomatik.
Meski demikian, pihak Arab Saudi membantah putra mahkota terlibat di dalamnya.
Sementara itu, penyadapan percakapan oleh badan intelejen AS merupakan bagian dari upaya rutin oleh badan kemanan nasional dan lembaga lain, untuk menangkap dan menyimpan komunikasi para pemimpin global, termasuk bersekutu.
Namun, percakapan itu baru-baru ini ditranskrip.
Lantaran meningkatnya upaya intelijen AS untuk menemukan bukti konklusif yang menghubungkan sang pangeran dengan pembunuhan Khashoggi.
Pembicaraan itu terjadi antara putra mahkota dan seorang ajudan, Turki Aldakhil, pada September 2017 - sekitar 13 bulan sebelum pembunuhan.
Pangeran mengatakan bahwa jika Khashoggi tidak bisa dibujuk untuk kembali ke Arab Saudi, maka dia harus dibawa kembali dengan paksa.
Jika tidak ada satu pun dari metode itu yang berhasil, maka ia akan mengejar Khashoggi "dengan peluru".
Laporan itu muncul setelah seorang ahli hak asasi manusia PBB yang menyelidiki kasus itu mengatakan, rezim Saudi "secara serius membatasi dan merusak" penyelidikan Turki terhadap pembunuhan Khashoggi .
Agnes Callamard, seorang pelapor khusus PBB tentang pembunuhan di luar proses hukum, mengatakan pembangkang Saudi dan kolumnis Washington Post (Jamal Khashoggi) adalah korban dari "pembunuhan brutal, terencana yang direncanakan dan dilakukan oleh pejabat negara bagian Arab Saudi".
Diketahui, Khashoggi mau ke konsulat Saudi di Istanbul atas janji diberi dokumen yang akan membantunya menikah lagi.
Di dalam ia dicekik dan kemudian tubuhnya dipotong-potong, menurut penyelidikan pihak Turki.
Dalam sebuah laporan awal , Callamard mengatakan bahwa dia telah mendengar "bagian dari bahan audio mengerikan dan menyeramkan yang diperoleh dan disimpan oleh agen intelijen Turki".
• Sebelum Dibunuh, Khashoggi Sebut Putra Mahkota Arab Saudi Buas di Pesan WhatsApp

Callamard mengatakan upaya Turki untuk melakukan penyelidikan yang tepat telah "secara serius dikurangi dan dirusak oleh Arab Saudi".
"Waktu dan akses yang sangat tidak memadai diberikan kepada penyelidik Turki, untuk melakukan pemeriksaan TKP secara profesional dan efektif, serta pencarian yang dibutuhkan oleh standar internasional untuk penyelidikan," katanya.
Callamard, seorang ahli hak asasi manusia Perancis, akan menyampaikan laporan akhir kepada dewan hak asasi manusia PBB pada bulan Juni.
Ia sempat memberikan penilaian atas kunjungannya ke Turki untuk melanjutkan penyelidikan, mulai 28 Januari dan 3 Februari.
Dia mengatakan bahwa pembunuh Saudi telah mengeksploitasi kekebalan diplomatik untuk melakukan pembunuhan.
"Jaminan kekebalan tidak pernah dimaksudkan untuk memfasilitasi kejahatan dan membebaskan penulisnya dari tanggung jawab kriminal mereka, atau untuk menyembunyikan pelanggaran terhadap hak untuk hidup," kata Callamard.
"Keadaan pembunuhan dan tanggapan oleh perwakilan negara setelahnya dapat digambarkan sebagai 'kekebalan untuk impunitas' (keadaan tidak dapat dipidana-red)," imbuhnya.
Kepala intelijen AS mengatakan kepada Kongres bahwa putra mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, hampir pasti memerintahkan pembunuhan itu atau menyadarinya.
Akan tetapi Presiden AS Donald Trump dan menteri luar negerinya, Mike Pompeo, bersikeras bahwa bukti itu tidak lengkap dan penyelidikan akan dilanjutkan .
Pompeo dijadwalkan bertemu dengan menteri luar negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir, di Washington.
Riyadh membantah sang pangeran terlibat
Jaksa penuntut umum Arab Saudi telah mendakwa 11 orang terkait pembunuhan itu, dikatakan bulan lalu bahwa ia akan mencari hukuman mati untuk lima dari mereka.
"Pembunuhan Jamal Khashoggi dan kebrutalan itu telah membawa tragedi yang tak dapat diubah kepada orang-orang yang dicintainya," katanya.
"Ini juga meningkatkan sejumlah implikasi internasional yang menuntut perhatian mendesak dari komunitas internasional termasuk PBB," sambungnya. (TribunWow.com)