Kabar Tokoh
Singgung UU ITE, Karni Ilyas: Kalau Diterapkan Benar-benar, Ribuan Orang Bisa Kena
Pembawa acara Indonesia Lawyers Club Karni Ilyas heran dengan sejauh mana Undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dimaksudkan.
Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Pembawa acara Indonesia Lawyers Club (ILC) Karni Ilyas memberikan statement pembuka di forum diskusi ILC TV One, Selasa (5/2/2019).
Saat itu, ILC TV One sedang membahas topik yang bertajuk 'Yang Terjerat UU ITE: Buni Yani, Ahmad Dhani, Siapa Lagi?'.
Karni Ilyas menuturkan diskusi ILC akan membahas mengenai sejauh mana Undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dimaksudkan.
Karni Ilyas kemudian mengatakan ada sejumlah orang yang merasa UU ITE seperti jaring yang bisa menjerat siapa saja.
"Apalagi ini banyak yang merasa seperti jaring yang tak bertepi yang bisa menjerat siapa saja," ujar Karni Ilyas.
Ia mengatakan UU ITE digunakan tidak hanya untuk menjerat mereka yang menghina suatu kelompok tapi juga personal.
Karena hal itu menurutnya, jika UU ITE diterapkan sungguh-sungguh, maka akan ada ribuan pengguna media sosial yang bisa terjerat.
"Soal penghinaan misalnya yang masuk UU ITE tidak hanya meneghina kelompok, tapi menghina pribadi. Itu kalau diterapkan benar-benar, bisa ribuan orang kena, saya kira di Twitter saya hari ini, kalau 10-20 orang ada yang menghina saya, kalau 20 dilaporkan 20 lagi tersangkanya hari ini," jelas Karni Ilyas.
• Mulan Jameela Nyanyikan Lagu Kangen di ILC, Pelapor Ahmad Dhani Tertangkap Kamera Ikut Bernyanyi
Sebelumnya ia menjelaskan ada beragam kasus yang tersandung UU ITE belum lama setelah direvisi dan disahkan yakni 28 November 2016.
Karni Ilyas pun menyebut beberapa kasus yang terjerat UU ITE yaitu Buni Yani, Ahmad Dhani, Jonru Ginting dan lainnya.
"Undang-undang ITE yang ternyata baru berapa tahun ini telah memakan korban yang cukup banyak, belasan mungkin lebih 20 orang, yang terakhir yang terkena adalah Buni Yani dan Ahmad Dhani, sebelumnya, ada Jonhru Ginting dan berbagai nama lagi."
Karni Ilyas juga menyebutkan contoh-contoh kasus yang mewarnai perkara UU ITE.
Ia menyinggung kasus seperti kasus Baiq Nuril selain itu kasus Prita yang mengeluhkan pelayanan rumah sakit dan menerbitkan tulisannya di surat elektronik berjudul "Penipuan OMNI Internasional Hospital Alam Sutera Tangerang" pada 2009 lalu.
"Berbagai kasus ada yang dianggap menista agama, ada yang karena mencemarkan nama baik orang atau menghina seseorang, individu ya ada yang (terjerat) karena menceritakan nasibnya, yang tidak baik mendapat pelayanan, atau bahkan yang dilecehkan seperti Baiq Nuril di NTB."
"Atau yang lebih menghebohkan lagi adalah menimpa Prita, berapa tahun yang lalu, ia merasa pelayanan rumah sakit tidak memuaskan, dan mencoba mengungkap keluhannya di media sosial dan dia juga dijerat oleh UU ITE," ujar Karni Ilyas.

Dalam ILC itupun hadir Dirjen Aptika Kemenkominfo, Sammy Pangerapan, ia diminta Karni Ilyas menjelaskan asal muasal lahirnya UU ITE.
"Kalau lahir awalnya lahir tahun 2008 disahkan di DPR tapi itu pembahasannya dari 2002 kalau kita menelisik asal usulnya, tapi saya belum di pemerintahan. (UU ITE) itu adalah bagaimana kita mengatur dunia digital jadi digital itu ada transaksi bagaimana, bagaimana perilakunya, itu dasarnya," ujarnya.
"Jadi pada saat kita memasuki ruang baru kita sudah punya rambu-rambu apa yang boleh apa yang tidak diperbolehkan. itu sebenarnya dasarnya Bang Karni," ujar Sammy.
"Jadi UU ITE itu ada dua undang-undang waktu pembahasan, satu adalah tindakan pidana ITE dan transaksi elektronik, itu jadi satu, makanya kita lihat selain mengatur administrasi, makanya kita lihat bagaimana transaksi elektronik dilakukan, tetapi juga ada sanksi-sanksi kejahatan apabila ada kejahatan yang dilakukan di dunia digital, itu lahirnya Bang Karni," ungkap Sammy.
Karni Ilyas kemudian menanyakan UU ITE yang digunakan untuk menjerat permasalahan menghina orang, menista agama.
"Bagaimana Bapak melihat sekarang?, bukankah transaksi elektronik akhirnya banyak yang terkena. Justru ada orang menghina orang dianggap menista agama, artinya pasal-pasal di KUHP sendiri ahli pakar hukum sudah berusaha mengeliminir (mengeliminasi) berapa pasal di antaranya sampai dicabut," tanya Karni Ilyas.
• Reaksi Karni Ilyas saat Fahri Hamzah Justru Singgung Nama Jan Ethes ketika Bahas Ahmad Dhani di ILC
Menurut Sammy, hal ini terkait dampak yang dibuat saat permasalahan dibagikan di dunia digital.
"Ya tapi kan kan masih ada, ya apa yang ada di UU ITE ini ada yang ditambahkan norma baru sebenarnya, cuma memang kalau di undang-undang ITE itu dampaknya di dunia digital, dampaknya sangat masif, katakan penghinaan kalau kita jaman dulu menghina di depan orang ya orang sekitar, kalau kita (menghina) di dunia digital, semua orang bisa mendengar, efeknya atau dampaknya lebih masif," ungkapnya.
Sammy kemudian menyinggung pasal pasal 27 ayat 3 di Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang UU ITE yang berbunyi: "melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."
"Kalau kita tidak mengatur nanti akan ada persekusi misalnya, kita siapkan pasal 27 ayat 3 itu apabila terjadi perseteruan antar warga negara yang ada dirugikan dan merugikan ini bisa diselesaikan di pengadilan. Kalau kita tidak atur takutnya lebih parah lagi Bang Karni."
"Makanya kami dalam merevisi undang-undang ITE khususnya pasal 27 ayat 3 yang sebelumnya di mana seseorang melaporkan, dia bisa langsung minta perintah orang itu ditangkap, tapi tidak bisa kita buktikan di pengadilan, mari beradu di pengadilan, sebelum ada yang ditangkap," jelas Sammy.
• Fahri Hamzah: UU ITE Berpotensi & Terbukti Dijadikan Senjata Membungkam yang Berbeda dari Pemerintah
Karni Ilyas kemudian menanyakan mengenai pasal yang sebelumnya belum ada di 310 KUHP, mengenai penghinaan yang kepentingannya untuk umum itu tidak dianggap seperti penghinaan.
"Ada satu prinsip di KUHP yang pakar-pakar hukum Belanda sudah 100 tahun lalu sudah memikirkan, yakni UU ini enggak ada di ayat 3 dari 310 KUHP, bahwa penghinaan yang kepentingannya untuk umum itu tidak dianggap seperti penghinaan."
"Seperti yang dilakukan oleh Prita, soal pelayanan rumah sakit, tapi gara-gara tidak ada ayat 3 itu di UU ITE, artinya Prita sempat masuk bui, sebenarnya kalau kita bicara UU kita bicara si A korupsi, itu sudah penghinaan walapun dia sudah ditangkap KPK. Tapi ketika kita katakan itu demi kepentinagn umum, makanya tidak bisa dituntut," ulasnya.
"Harusnya tidak bisa," jawab Sammy.
Karni Ilyas pun mengaku heran dengan UU ITE yang telah ada kini, menurutnya belum sepenuhnya mempertimbangan sejumlah aspek.
"Nah itu di revisi UU ITE juga tidak muncul saya lihat, itu satu dan yang kedua juga saya lihat tadi toh akhirnya dalam tempo hanya berapa tahun 2008 dan 2016 direvisi, jadi artinya saya heran bagaimana pembuat undang-undang di kita ini, tidak filosofinya, dasarnya, apa asas-asasnya dan unsur-unsurnya. kalau kita bilang ada yang menghina kan harus ada unsurnya sebetulnya, enggak cukup dikatakan menghina saja, saya juga tidak lihat di undang-undangnya," jelas Karni Ilyas.
(TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)