Kabar Tokoh
KPPU akan Bongkar Price Fixing Tiket Pesawat, Fahri Hamzah: Pahlawan Kemarin Diduga Kartel Tiket
Fahri Hamzah menanggapi terkait KPPU yang akan membongkar kasus price fixing tiket pesawat
Penulis: Nirmala Kurnianingrum
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah memberikan tanggapan terkait Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang akan membongkar kasus price fixing tiket pesawat.
Hal itu disampaikan Fahri Hamzah mellaui akun Twitternya @Fahrihamzah, Jumat (25/1/2019).
Awalnya seorang warganet, melalui akun Twitter @ibnupurna, Jumat (25/1/2019), mengungkapkan bahwa Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memberikan dukungan pada KPPU untuk membongkar kartel atau price fixing harga tiket pesawat dan kenaikan harga jasa kargo via udara.
"YLKI mendukung upaya Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU, untuk membongkar dugaan kartel atau price-fixing harga tiket pesawat dan kenaikan harga jasa pengiriman barang atau kargo melalui udara di industri penerbangan Indonesia," tulis akun Twitter @ibnupurna.
• Fahri Hamzah Minta 5 Petinggi PKS Mundur Sukarela, Mulai dari Sohibul Iman hingga Hidayat Nur Wahid
Mengetahui hal itu, Fahri Hamzah tampak membalas unggahan tersebut.
Fahri mengungkapkan bahwa ada pihak yang sebelumnya akan menjadi pahlawan, namun rupanya diduga kartel tiket.
Fahri turut menyatakan apabila pemerintah mengetahui adanya kartel tiket tersebut lalu bisa diperintah, maka menurutnya, wajar menduga bahwa pemerintah merupakan bagian dari kartel.
Lebih lanjut, Fahri Hamzah mendukung langkah KPPU untuk melakukan investigasi.
"Jadi yang sok mau jadi pahlawan kemarin itu rupanya diduga kartel tiket; naik satu naik semua, turun satu turun semua.
Jadi, kalau pemerintah tau mereka ada sehingga bisa diperintah...maka patut diduga pemerintah juga bagian dari kartel.
Inilah tugas @KPPU untuk investigasi," tulis Fahri Hamzah.
Diberitakan sebelumnya oleh BanjarmasinPost.co.id, Rabu (23/1/2019), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengaku telah memanggil beberapa maskapai penerbangan sebagai tahap awal penelitian terkait dugaan persekongkolan atau kartel dalam penetapan tarif pesawat domestik.
"Kami sudah panggil, tapi saya tidak bisa sampaikan siapa sajanya.
Ini kami lakukan untuk verifikasi karena semua harus diberi kesempatan," kata Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih, Senin (21/1).
Dengan informasi yang dikantongi saat ini, kata Guntur, lembaganya masih perlu waktu untuk menyempurnakan penelitian dan menindaklanjuti dugaan kartel ini.
"Penelitian ini tidak ada batas waktu, karena kami juga tidak ada wewenang menyadap sampai menangkap.
Yang jelas, setelah penelitian ini, kami lihat apakah cukup untuk lanjut atau tidak, apakah butuh perpanjangan waktu atau tidak," katanya.
• Sebut Nama Sederet Politisi PKS, Fahri Hamzah: Saya Minta secara Suka Rela Mengundurkan Diri
Bila tahap penelitian ini berlanjut, maka selanjutnya KPPU akan memasuki tahap pemeriksaan hingga persidangan akhir.
“Barulah pada persidangan dapat dibuktikan apakah para maskapai benar-benar melakukan pengaturan tarif pesawat atau tidak,” ujarnya.
Bila para maskapai benar-benar terbukti, kata Guntur, maka hukuman yang diberikan berupa denda maksimal Rp 25 miliar.
Sanksi ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
Selain sanksi tersebut, masih terbuka pemberian sanksi tambahan dari Kemenhub.
"Tapi sanksi itu bukan domain kami, melainkan kementerian teknis," ujarnya.
Tanggapan pihak Kementerian
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meyakini tak ada aroma kartel dalam kenaikan dan penurunan tarif pesawat oleh para maskapai.
Namun, ia mempersilakan KPPU untuk memeriksa dugaan kartel tersebut.
"Saya pikir silakan KPPU masuk, KPPU berwenang untuk itu.
Jadi, silakan lihat. Tapi kalau menurut saya tidak (ada kartel)," katanya.
Senada, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno juga tak percaya bila ada dugaan kartel pada penetapan tarif pesawat.
Apalagi, yang turut melibatkan maskapai pelat merah, yaitu PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
"Tidak mungkin dong, karena semua itu ada regulatornya, yaitu Kementerian Perhubungan," tekannya.
(TribunWow.com)