Kabar Tokoh
Soal Abu Bakar Ba'asyir, Fahri Hamzah: Dugaan Saya Dunia Internasional Tidak Menerima Baik
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menjelaskan, belum ada permohonan pertimbangan pembebasan dari pemerintah untuk Abu Bakar Ba'asyir.
Penulis: Ananda Putri Octaviani
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah turut angkat bicara soal polemik pembebasan Abu Bakar Ba'asyir.
Dikutip TribunWow.com dari Tribunnews.com, Fahri Hamzah memaparkan, pemerintah perlu menjelaskan secara lengkap kepada DPR mengenai alasan sebenarnya pembebasan terpidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir.
Pasalnya, Fahri Hamzah menjelaskan, belum ada permohonan pertimbangan pembebasan dari pemerintah untuk Abu Bakar Ba'asyir.
• Ferdinand Paparkan Prestasi Hukum Jokowi: Baasyir Batal Bebas hingga Remisi 77 Bulan Tantular
"Setahu saya yang sampai di meja pimpinan belum ada permohonan pertimbangan atas pembebasan itu. Kami mau mendengar juga dari pemerintah instrumen apa yang digunakan untuk melakukan pembebasan," ungkap Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/1/2019).
Fahri menilai, dunia internasional akan memandang negatif pembebasan Abu Bakar Ba'asyir ini.
Sementara pemerintah, jelas Fahri, akan menanggung resiko dari sikap dunia internasional terkait hal ini.
"Dugaan saya dunia internasional tidak menerima baik, sebab sudah kadung citranya Abu Bakar Baasyir ini dicitrakan sebagai gembong paling dalam dari Jamaah Islamiyah," kata Fahri.
Fahri Hamzah lantas memaparkan, pemerintah seharusnya tidak bersikap ambigu dalam pemberantasan terorisme dan isu-isu islam.
Hal tersebut diperlukan agar pemerintah tampak memiliki sikap tegas di mata internasional.
"Pemerintah tidak boleh mengirim sinyal yang ambigu terkait sikap terhadap kelompok-kelompok ulama dan Islam dan sebagainya. Sikap ambigu ini membuat dunia luar melihat pemerintah tidak mantap atas apa yang selama ini dikampanyekan," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, kabar pembebasan Abu Bakar Ba'asyir menimbulkan polemik di masyarakat.
Tak hanya dari dalam negeri, dunia internasional pun mempertanyakan hal tersebut.
• Geram pada Kasus Baasyir, Ngabalin: Tikus Mati di Got, Kucing Dilindas Mobil, Presiden yang Salah
Seperti diberitakan Kompas.com, Perdana Menteri Australia Scott Morrison meminta pemerintah Indonesia untuk membatalkan keputusan pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir.
Dalam pernyataannya, Selasa (22/1/2019), Morrison meminta agar Indonesia menghargai para korban bom Bali 2002.
Morrison menegaskan akan melayangkan protes keras jika Abu Bakar Ba'asyir dibebaskan sebelum waktunya.
"Saya jelas akan sangat kecewa tentang hal itu, seperti warga Australia lainnya," katanya, seperti Kompas.com kutip dari The New York Times.
"Kami tidak ingin karakter semacam itu bisa keluar dan menghasut pembunuhan kepada warga Australia dan Indonesia, menyebarkan doktrin kebencian," ucapnya.
"Menghargai harus ditunjukkan bagi mereka yang kehilangan nyawa," imbuhnya.
Morrison dan pejabat pemerintah federal mengaku telah melakukan kontak langsung dengan pemerintah Indonesia untuk menunda pembebasan Abu Bakar Ba'asyir.
"Warga Australia meninggal secara tragis pada malam itu, dan saya pikir warga Australia berharap masalah ini ditangani secara serius oleh pemerintah kita," kata Morrison.
• Fadli Zon Perdengarkan Rekaman Jokowi Akan Bebaskan Abu Bakar Baasyir, Ali Mochtar Ngabalin: Matiin
Diketahui, sebanyak 88 orang dari 202 korban tewas bom Bali pada 2002 lalu merupakan warga Australia.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi sudah menyetujui pembebasan tanpa syarat untuk terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir, dengan alasan kemanusiaan dan faktor kesehatan.
Namun, dilansir oleh Kompas.com, pada Senin (21/1/2019) petang, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, pemerintah masih mempertimbangkan rencana pembebasan Abu Bakar Ba'asyir dari sejumlah aspek.
Perkembangan terbaru, diberitakan Kompas.com, Rabu (23/1/2019), Kepala Staf Presiden Moeldoko, memaparkan bahwa pemerintah batal membebaskan Abu Bakar Ba'asyir.
"Iya (tidak dibebaskan). Karena persyaratan itu tidak boleh dinegosiasikan. Harus dilaksanakan," ujar Moeldoko saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (22/1/2019), Rabu (23/1/2019).
Abu Bakar Ba'asyir tidak mampu memenuhi syarat sesuai ketentuan bebas bersyarat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.
Terdapat empat syarat untuk pemenuhan bebas bersyarat.
Abu Bakar Ba'asyir telah memenuhi syarat pertama, yaitu menjalani dua per tiga masa pidana.
Diketahui, Abu Bakar Ba'asyir telah menjalani 9 tahun dari 15 tahun masa tahanannya.
Sedangkan untuk tiga syarat lainnya termasuk menyatakan ikrar kesetiaan pada NKRI dan Pancasila secara tertulis, Abu Bakar Ba'asyir enggan menandatanganinya.
Ia berdalih hanya akan setia pada ajaran Islam, tidak lainnya.
Meski kini batal dibebaskan, Moeldoko menjamin fasilitas kesehatan untuk Abu Bakar Ba'asyir tidak akan berubah.
"Akses Ba'asyir ke fasilitas kesehatan enggak berubah. Itu standard. Bahkan akan kita lebihkan, ya, apabila membutuhkan. Itu untuk urusan kesehatan, kemanusiaan, enggak bisa dikurangi," kata Moeldoko.
(TribunWow.com)