Erupsi Gunung Anak Krakatau
Penjelasan BMKG soal Kemungkinan Terburuk yang akan Terjadi Akibat Kondisi Gunung Anak Krakatau
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasan mengenai kondisi terkini dan akibat terburuk dari Gunung Anak Krakatau
Penulis: Nila Irdayatun Naziha
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), memberikan penjelasan mengenai kondisi terkini dari Gunung Anak Krakatau.
Diketahui, Gunung Anak Krakatau telah menunjukkan aktivitasnya sejak beberapa waktu terakhir.
Bahkan, aktivitas Gunung Anak Krakatau telah menyebabkan terjadinya tsunami di Banten dan juga Lampung.
Dukutip dari Kompas.com, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa Gunung Anak Krakatau mengalami penyusutan dari ukuran 338 meter di atas permukaan laut menjadi 110 meter saja.
• Bayi 11 Bulan Selamat di Bawah Reruntuhan Bangunan Akibat Ledakan Gas yang Tewaskan 9 Orang
• Foto Viral Awan Berbentuk Gelombang Tsunami di Langit Makassar, BMKG: Awan Berbahaya
TONTON JUGA:
"Pantauan terbaru kami lewat udara, gunung sudah landai, asap mengepul dari bawah air laut. Tapi di badan gunung yang tersisa di permukaan, ada celah yang mengepul terus mengeluarkan asap, celah itu pastinya dalam, bukan celah biasa," kata Dwikorita.
Hal tersebut akibat erupsi yang yang terus terjadi pada Gunung Anak Krakatau.
Saat ditemui di Posko Terpadu Tsunami Selat Sunda, Labuan Kabupaten Pandeglang Selasa (1/1/2019), Dwikorita menjelaskan bahwa menemukan adanya retakan di tubuh Gunung Anak Krakatau.
• 1 Januari 2019, BMKG Pasang Sensor Pemantau Gunung Anak Krakatau di Pulau Sibesi

Dia menjelaskan bahwa menemukan dua retakan baru dalam satu garis lurus di salah satu sisi badan Gunung Anak Krakatau.
Dwikorita menduga, retakan tersebut terjadi lantaran adanya getaran tinggi yang muncul saat gunung mengalami erupsi.
Adanya retakan tersebut pada akhirnya membuat pihak BMKG khawatir soal kondisi bawah laut Gunung Anak Krakatau ketika adanya jurang di sisi barat dan juga selatan.
"Yang kami khawatirkan di bawah laut curam, di atas landai. Jika retakan tersambung, lalu ada getaran, ini bisa terdorong, dan bisa roboh (longsor)," ujar dia.
• Kronologi Expander Tabrak Empat Motor di Sidoarjo, 1 Orang Meninggal di Lokasi Kejadian
Bagian yang akan mengalami longsor tersebut membunyai volume 67 kubik dengan panjang sekitar 1 kilometer.
Meski dikatakan volumenya jauh lebih kecil dari longsoran yang menyebabkan tsunami Banten dan Lampung, Dwikorita tetap mengkhawatirkan adanya tsunami susulan.
Untuk diketahui, longsoran Gunung Anak Krakatau yang sebabkan tsunami Banten dan Lampung mempunyai volume sekitar 90 juta kubik.
"Jika ada potensi tsunami, tentu harapannya tidak seperti yang kemarin, namun kami meminta masyarakat untuk waspada saat berada di zona 500 meter di sekitar pantai," kata dia.

• Kesaksian Kuncen Anak Krakatau, Beberkan Fenomena Alam jika akan Terjadi Erupsi
Untuk mengantisipasi hal tersebut, BMKG telah memasang alat sensor pemantau gelombang dan iklim.
Sensor tersebut dipasang di Pulau Sebesi yang jaraknya cukup dekat dengan Gunung Anak Krakatau.
Alat sensor tersebut akan bekerja untuk memantau pergerakan gelombang dan juga cuaca yang disebabkan aktivitas Gunung Anak Krakatau.
Nantinya ketika terdeteksi ada gelombang yang mengalami fluktuasi tinggi, sensor akan mengirimkan sebuah sinyal ke pusat data yang telah terhubung.
"Secara pararel akan mengabarkan BMKG Jakarta, BPBD, dan polda, akan diketahui lebih cepat jika ada gelombang tinggi seperti tsunami, jadi ada peringatan dini lebih cepat untuk masyarakat," pungkas dia.
• Gunung Anak Krakatau Siaga III dan Berpotensi Tsunami, Ini Imbauan bagi Masyarakat di Sekitarnya
Kondisi Terkini Gunung Anak Krakatau
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memberikan update terkini kondisi Gunung Anak Krakatau.
Hal tersebut diunggah melalui laman Twitter resminya, @vulkanologi_mbg, pada Rabu (2/1/2019).
Melalui visual yang didapatkan oleh PVMBG tercatat bahwa masih muncul asap putih tebal dengan ketinggian 200-1500 meter dari atas kawah.
Gunung Anak Krakatau juga masih terus menunjukkan aktivitas kegempaannya.
Dari catatan PVMBG diketahui bahwa dari tanggal 1 Januari hingga 2 Januari 2019 ini, terjadi sedikitnya 51 kali gempa letusan dan 44 kali gempa hembusan.
Tercatat pula, Gunung Anak Krakatau menyebabkan satu kali adanya Gempa Vulkanik dalam.
• Naik Level Siaga, Ini Foto dan Video Gunung Anak Krakatau Keluarkan Lava Pijar hingga Suara Gemuruh
Akibat aktivitas yang terus ditunjukkan oleh Anak Gunung Krakatau, masyarakat tidak diperbolehkan untuk mendekati gunung dalam radius 5 km dari kawah Gunung Krakatau yang dibatasi oleh Pulau Rakata, Pulau Sertung, dan Pulau Panjang.
Masyarakat juga diimbau untuk tetap menggunakan masker untuk mengantisipasi terjadinya hujan abu.

• Update Longsor Sukabumi, Kabar Evakuasi, Korban Tewas hingga Empat Posko Disiagakan Tim SAR
Penampakan Tak Biasa di Selat Sunda
Dilansir dari laman resmi TNI AL, setelah terjadinya tsunami Banten dan Lampung, TNI Angkatan Laut (AL) menemukan adanya penampakan yang tidak biasa dari dasar laut selat Sunda.
Pusat Hidrografi dan oseanografi Angkatan Laut (Pushidrosal) menemukan adanya pendangkalan dasar laut di Selat Sunda.
Tak hanya itu, TNI AL juga menyebutkan bahwa melihat adanya eprubahan bentuk morfologi Gunung Anak Krakatau setelah erupsi yang berkali-kali terjadi.
Hasil tersebut didapatkan oleh TNI AL setelah KRI Rigel-933 milik TNI AL melakukan survei hidro-oseanografi dan investigasi di area longsoran Gunung Anak Gunung Krakatau.
Menurut Kapushidrosal Laksda TNI Dr. Ir. Harjo Susmoro, S.Sos., S.H., M.H. dari hasil Survei Tim Pushidrosal pada tgl 29 sd 30 Desember 2019, perairan di Selatan Gunung Anak Krakatau diperoleh perubahan kontur kedalaman 20 sd 40 m lebih dangkal.
• Hujan Abu Vulkanik Gunung Anak Krakatau Sampai Cilegon, Warga Mulai Gunakan Masker
Hal tersebut lantaran muntahan magma dan matertial longsoran Gunung Anak Krakatau yang jatuh ke laut.
“Selain itu dengan pengamatan visual radar dan analisis dari citra ditemukan perubahan morfologi bentuk Anak Gunung Krakatau pada sisi sebelah barat seluas 401.000 m2,
Lebih kurang sepertiga bagian lereng sudah hilang dan menjadi cekungan kawah menyerupai teluk.
Pada cekungan kawah ini masih dijumpai semburan magma Gunung Anak Krakatau yang berasal dari bawah air, laut” kata Laksda Ir. Harjo Selasa (1/1/2019).
(TribunWow.com)