Erupsi Gunung Anak Krakatau
5 Hal yang Membuat Erupsi Gunung Anak Krakatau Unik dan Langka, Baru Pertama Kali Terjadi
Erupsi Gunung Anak Krakatau merupakan aktivitas yang berbeda dari beberapa gunung aktif lainnya. Perbedaan tersebut dijelaskan oleh berbagai pihak.
Penulis: Nila Irdayatun Naziha
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Erupsi Gunung Anak Krakatau merupakan aktivitas yang berbeda dari beberapa gunung aktif lainnya.
Berbagai perbedaan dari Gunung Anak Krakatau disebutkan oleh beberapa pihak.
Diketahui, Gunung Anak Karatau terus dipantau lantaran mengalami erupsi hingga munculnya lava pijar.
Erupsi Gunung Anak Krakatau juga menyebabkan tsunami Banten dan Lampung lantaran longsoran di dasar laut.
• Ridwan Kamil akan Mengurus Kakak Beradik yang Kehilangan Kedua Orangtuanya saat Longsor Sukabumi
Berikut TribunWow.com rangkum sederet perbedaan dari erupsi Gunung Anak Krakatau:
1. Badan Gunung Anak Krakatau Terbongkar
Pasca mengalami peningkatan aktivitas erupsi beberapa waktu terakhir, bagian puncak Gunung Anak Kratau terbongkar.
Hal tersebut merupakan yang pertama kali sejak Gunung Anak Krakatau muncul di Selat Sunda.
Dikutip dari TribunLampung.com, penuturan soal terbongkarnya Gunung Anak Krakatau dijelaskan oleh Petugas Pos Pantau Gunung Anak Krakatau, Suwarno.
“Mungkin sejak Indonesia merdeka, kejadian terbongkarnya bagian badan GAK mungkin baru kali ini,” terang Suwarno Jumat (28/12/2018).
Pengamatan secara visual dari Pos Pantau Gunung Anak Krakatau, terlihat cukup jelas badan gunung yang hilang pada bagian puncaknya.
Hal tersebut diduga lantaran terbongkar akibat dari aktivitas letusan.
“Sebagian badan bagian atas gunung hilang. Kemungkinan terbongkar akibat aktivitas letusan,” kata dia.
Sampai dengan saat ini, status Gunung Anak Krakatau masih pada level III Siaga.
Warga dilarang untuk mendekat dan beraktivitas dalam radius 5-6 kilometer dari kawah gunung.
• Tanggapi soal Penanggulangan Bencana, Fahri Hamzah: Bencana Harus Jadi Anggota Kabinet

• Penjelasan BMKG soal Kemungkinan Terburuk yang akan Terjadi Akibat Kondisi Gunung Anak Krakatau
2. Memungkinkan Muncul Anak Krakatau Baru
Ketua Tim Tanggap Darurat di Pos Pantau Gunung Anak Krakatau, Kushendratno menjelaskan ukuran Gunung Anak Krakatau berkurang menjadi 100 meter dari ukuran awal 338 meter.
Berkurangnya ukuran Gunung Anak Krakatau menjadi 100 meter tersebut dikatakannya bisa membuat cerita baru lahirnya anak Krakatau baru.
"Kalau masih aktif, akan tetap meningkat lagi. Mungkin sama seperti dia (Gunung Anak Krakatau) baru lahir 1929.
Hanya saja sekarang sudah di 100 meter, sebelum kemarin sempat 338 meter.
Mungkin akan terulang lagi sejarah lahirnya Anak Krakatau, lahir dan tumbuh besar," jelasnya Minggu (30/12/2018).
Dikutip dari Tribunnews.com, Kushendratno menjelaskan bahwa dari seluruh gunung berapi yang ada di Indonesia, aktivitas Gunung Anak Krakatau menjadi yang paling unik.
Menurut Kushendratno, keunikan yang ada pada Gunung Anak Krakatau yakni menghilangnya visual yang cukup indah yakni menghilangnya kawah.
• Tanggapi soal Penanggulangan Bencana, Fahri Hamzah: Bencana Harus Jadi Anggota Kabinet
"Biasa naik gunung susah, sekarang menyeberang yang susah. Naik gunung susah, bisa istirahat, kalau menyeberang susah, dipaksakan kita tenggelam."
"Sampai sana, buat camping enak, suasana pantai enak, tapi gunungnya aktif sekali."
"Tiap tahun meletus, tapi dibalik itu, kita punya visual malam yang begitu indah dan ini satu-satunya gunung yang kawahnya hilang," jelas Kushendratno.
Peristiwa unik lain yang terjadi di Gunung Anak Krakatau juga turut diceritakan oleh Kushendratno.
Ia menjelaskan sempat melihat gunungnya menghilang dan awan yang terputus dari Gunung Anak Krakatau.
"Kemarin Jumat (28/12/2018). Pukul 14.18 WIB, saya baru menemukannya. Tiba-tiba ada yang teriak, kok awannya putus? Saya langsung lihat, saya ke depan, dalam hati 'Kenapa gunungnya hilang?' Saya langsung minta teropong, Akhirnya dapat. Kita analisis, ternyata hilang gunungnya. Ini sesuatu hal yang luar biasa. Setelah itu, air laut masuk ke kawah, jadi awannya sempat terputus," cerita Kushendratno.

3. Berdampak Pada Dasar Selat Sunda
Dilansir oleh laman resmi TNI AL, setelah terjadinya tsunami Banten dan Lampung, TNI Angkatan Laut (AL) menemukan adanya penampakan yang tidak biasa dari dasar laut selat Sunda.
Pusat Hidrografi dan oseanografi Angkatan Laut (Pushidrosal) menemukan adanya pendangkalan dasar laut di Selat Sunda.
Tak hanya itu, TNI AL juga menyebutkan bahwa melihat adanya perubahan bentuk morfologi Gunung Anak Krakatau setelah erupsi yang berkali-kali terjadi.
Hasil tersebut didapatkan oleh TNI AL setelah KRI Rigel-933 milik TNI AL melakukan survei hidro-oseanografi dan investigasi di area longsoran Gunung Anak Gunung Krakatau.
Menurut Kapushidrosal Laksda TNI Dr. Ir. Harjo Susmoro, S.Sos., S.H., M.H. dari hasil Survei Tim Pushidrosal pada tgl 29 sd 30 Desember 2019, perairan di Selatan Gunung Anak Krakatau diperoleh perubahan kontur kedalaman 20 sd 40 m lebih dangkal.
• 1 Januari 2019, BMKG Pasang Sensor Pemantau Gunung Anak Krakatau di Pulau Sibesi
Hal tersebut lantaran muntahan magma dan matertial longsoran Gunung Anak Krakatau yang jatuh ke laut.
“Selain itu dengan pengamatan visual radar dan analisis dari citra ditemukan perubahan morfologi bentuk Anak Gunung Krakatau pada sisi sebelah barat seluas 401.000 m2, Lebih kurang sepertiga bagian lereng sudah hilang dan menjadi cekungan kawah menyerupai teluk. Pada cekungan kawah ini masih dijumpai semburan magma Gunung Anak Krakatau yang berasal dari bawah air laut,” kata Laksda Ir. Harjo Selasa (1/1/2019).

4. Sebabkan Dentuman Sampai Berbagai Daerah
Suara dentuman misterius sempat menggegerkan warga di berbagai daerah.
Setelah dilakukan pengecekan, ternyata suara dentuman yang terdengar di Lampung, Sumatera Selatan, Jawa Barat, hingga Pekalongan tersebut merupakan gemuruh dari erupsi Anak Gunung Krakatau.
Menurut pantauan dari pos pengamat Anak Gunung Karakatau di Lampung, suara dentuman tersebut terdengar lantaran terbawa oleh angin.
Saat dikonfirmasi, Kepala Pengamat Gunung Anak Krakatau Suwarno Rabu (26/12/2018) menjelaskan bahwa suara tersebut berasal dari Gunung Anak Krakatau.
"Ya betul suara dentuman di Sumsel karena erupsi Gunung Anak Krakatau. Di Lampung gemuruh dentumannya juga sangat keras sekali," ujar Suwarno dikutip dari TribunLampung.com.
• Sejoli Pelajar SMK di Sidoarjo Kubur Bayi Mereka Hidup-hidup, Terbongkar saat Pindahkan Kuburan
Kerasnya suara tersebut juga dibarengi dengan petir dan hujan sehingga menghasilkan suara yang dahsyat.
Menurutnya, suara dentuman itu akibat dari erupsi Anak Gunung Krakatau yang dibawah oleh angin hingga terbawa ke langit Sumsel.
"Kerasnya suara dentuman yang terbawa angin, diduga kuat juga bercampur dengan petir dan hujan di kawasan yang dilintasinya sehingga menghasilkan suara dahsyat hingga membuat kaca sampai bergetar." terangnya.

• Volume Tubuh Gunung Anak Krakatau Berkurang hingga Lebih dari Setengah, Berikut Dampaknya
5. Munculkan Kejadian Langka
Dikutip dari laman Instagram resmi @infobmkg Minggu (30/12/2018), BMKG mencatat bahwa peristiwa tsunami akibat dari longsoran dan erupsi gunung apai merupakan satu kejadian yang langka.
Hal tersebut juga membuat belum adanya sistem peringatan dini tsunami untuk kasus tsunami yang dipicu adanya longsoran.
Menurut BMKG, tsunami yang disebabkan oleh longsoran hanya terjadi sekitar 3 persen dan yang disebabkan oleh gunung api hanya sebesar 5 persen.
Lebih dari 80 persen tsunami, biasanya disebabkan oleh aktivitas gempa tektonik.
Lantaran data tersebut, menjadi suatu kewajaran jika pemerintah di berbagai belahan dunia lebih memfokuskan untuk membangun sistem peringatan dini tsunami akibat dari gempa tektonik yang kejadiannya lebih sering terjadi.
Sampai degan saat ini, belum ada sistem peringatan dini soal tsunami akibat dari erupsi gunung api meskipun beberapa negara melakukan pengkajian.
(TribunWow.com)