Erupsi Gunung Anak Krakatau
3 Fenomena Aneh yang Terjadi karena Erupsi Gunung Anak Krakatau, Dasar Laut Sunda Jadi Beda
Gunung Anak Krakatau masih terus menunjukkan aktivitasnya. Berikut sederet fenomena aneh yang terjadi akibat dari erupsi Gunung Anak Krakatau
Penulis: Nila Irdayatun Naziha
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Gunung Anak Krakatau masih terus menunjukkan aktivitasnya.
Sampai dengan hari ini Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) masih mencatat adanya letusan dan juga kepulan asap yang menyelimuti Gunung Anak Krakatau.
Sebelumnya, aktivitas Gunung Anak Krakatau menyebabkan Tsunami Banten dan Lampung lantaran longsoran yang terjadi di bawah laut Selat Sunda.
Berikut TribunWow rangkum sederet fenomena aneh yang terjadi akibat dari erupsi Gunung Anak Krakatau:
1. Dasar Laut Selat Sunda Berbeda
Dilansir oleh laman resmi TNI AL, setelah terjadinya tsunami Banten dan Lampung, TNI Angkatan Laut (AL) menemukan adanya penampakan yang tidak biasa dari dasar laut selat Sunda.
Pusat Hidrografi dan oseanografi Angkatan Laut (Pushidrosal) menemukan adanya pendangkalan dasar laut di Selat Sunda.
Tak hanya itu, TNI AL juga menyebutkan bahwa melihat adanya perubahan bentuk morfologi Gunung Anak Krakatau setelah erupsi yang berkali-kali terjadi.
Hasil tersebut didapatkan oleh TNI AL setelah KRI Rigel-933 milik TNI AL melakukan survei hidro-oseanografi dan investigasi di area longsoran Gunung Anak Gunung Krakatau.
Menurut Kapushidrosal Laksda TNI Dr. Ir. Harjo Susmoro, S.Sos., S.H., M.H. dari hasil Survei Tim Pushidrosal pada tgl 29 sd 30 Desember 2019, perairan di Selatan Gunung Anak Krakatau diperoleh perubahan kontur kedalaman 20 sd 40 m lebih dangkal.
• Penjelasan BMKG soal Kemungkinan Terburuk yang akan Terjadi Akibat Kondisi Gunung Anak Krakatau
Hal tersebut lantaran muntahan magma dan matertial longsoran Gunung Anak Krakatau yang jatuh ke laut.
“Selain itu dengan pengamatan visual radar dan analisis dari citra ditemukan perubahan morfologi bentuk Anak Gunung Krakatau pada sisi sebelah barat seluas 401.000 m2,
Lebih kurang sepertiga bagian lereng sudah hilang dan menjadi cekungan kawah menyerupai teluk.
Pada cekungan kawah ini masih dijumpai semburan magma Gunung Anak Krakatau yang berasal dari bawah air laut,” kata Laksda Ir. Harjo Selasa (1/1/2019).

2. Erupsi yang Sebabkan Tsunami Sangat Langka
Dikutip dari laman Instagram resmi @infobmkg Minggu (30/12/2018), BMKG mencatat bahwa peristiwa tsunami akibat dari longsoran dan erupsi gunung apai merupakan satu kejadian yang langka.
Hal tersebut juga membuat belum adanya sistem peringatan dini tsunami untuk kasus tsunami yang dipicu adanya longsoran.
Menurut BMKG, tsunami yang disebabkan oleh longsoran hanya terjadi sekitar 3 persen dan yang disebabkan oleh gunung api hanya sebesar 5 persen.
Lebih dari 80 persen tsunami, biasanya disebabkan oleh aktivitas gempa tektonik.
Lantaran data tersebut, menjadi suatu kewajaran jika pemerintah di berbagai belahan dunia lebih memfokuskan untuk membangun sistem peringatan dini tsunami akibat dari gempa tektonik yang kejadiannya lebih sering terjadi.
Sampai degan saat ini, belum ada sistem peringatan dini soal tsunami akibat dari erupsi gunung api meskipun beberapa negara melakukan pengkajian.
• Volume Tubuh Gunung Anak Krakatau Berkurang hingga Lebih dari Setengah, Berikut Dampaknya

3. Aktivitas Gunung Anak Krakatau Unik
Keunikan ditemukan oleh Ketua Tim Tanggap Darurat di Pos Pantau Gunung Anak Krakatau, Kushendratno.
Dikutip dari Teribunnews.com, Kushendratno menjelaskan bahwa dari seluruh gunung berapi yanga da di Indonesia, aktivitas Gunung Anak Krakatau menjadi yang paling unik.
Menurut Kushendratno, keunikan yang ada pada Gunung Anak Krakatau yakni menghilangnya visual yang cukup indah yakni menghilangnya kawah.
"Biasa naik gunung susah, sekarang menyeberang yang susah. Naik gunung susah, bisa istirahat, kalau menyeberang susah, dipaksakan kita tenggelam."
"Sampai sana, buat camping enak, suasana pantai enak, tapi gunungnya aktif sekali."
"Tiap tahun meletus, tapi dibalik itu, kita punya visual malam yang begitu indah dan ini satu-satunya gunung yang kawahnya hilang," jelas Kushendratno Minggu (30/12/2018).
Peristiwa unik lain yang terjadi di Gunung Anak Krakatau juga turut diceritakan oleh Kushendratno.
• 1 Januari 2019, BMKG Pasang Sensor Pemantau Gunung Anak Krakatau di Pulau Sibesi
Ia menjelaskan sempat melihat gunungnya menghilang dan awan yang terputus dari Gunung Anak Krakatau.
"Kemarin Jumat (28/12/2018). Pukul 14.18WIB, saya baru menemukannya. Tiba-tiba ada yang teriak, kok awannya putus?
Saya langsung lihat, saya ke depan, dalam hati "Kenapa gunungnya hilang?" saya langsung minta teropong,
Akhirnya dapat. Kita analisis, ternyata hilang gunungnya. Ini sesuatu hal yang luar biasa.
Setelah itu, air laut masuk ke kawah, jadi awannya sempat terputus," cerita Kushendratno.
Bahkan menurut Kushendratno, berkurangnya ukuran Gunung Anak Krakatau menjadi 100 meter bisa membuat cerita baru lahirnya anak Krakatau baru.
"Kalau masih aktif, akan tetap meningkat lagi. Mungkin sama seperti dia (Gunung Anak Krakatau) baru lahir 1929.
Hanya saja sekarang sudah di 100 meter, sebelum kemarin sempat 338 meter.
Mungkin akan terulang lagi sejarah lahirnya Anak Krakatau, lahir dan tumbuh besar," pungkasnya.
• Status Gunung Anak Krakatau Dinyatakan Siaga, Berikut Level Status Gunung Api yang Perlu Kamu Tahu

Kondisi Terkini Gunung Anak Krakatau
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memberikan update terkini kondisi Gunung Anak Krakatau.
Hal tersebut diunggah melalui laman Twitter resminya, @vulkanologi_mbg, pada Rabu (2/1/2019).
Melalui visual yang didapatkan oleh PVMBG tercatat bahwa masih muncul asap putih tebal dengan ketinggian 200-1500 meter dari atas kawah.
Gunung Anak Krakatau juga masih terus menunjukkan aktivitas kegempaannya.
Dari catatan PVMBG diketahui bahwa dari tanggal 1 Januari hingga 2 Januari 2019 ini, terjadi sedikitnya 51 kali gempa letusan dan 44 kali gempa hembusan.
Tercatat pula, Gunung Anak Krakatau menyebabkan satu kali adanya Gempa Vulkanik dalam.
Akibat aktivitas yang terus ditunjukkan oleh Anak Gunung Krakatau, masyarakat tidak diperbolehkan untuk mendekati gunung dalam radius 5 km dari kawah Gunung Krakatau yang dibatasi oleh Pulau Rakata, Pulau Sertung, dan Pulau Panjang.
Masyarakat juga diimbau untuk tetap menggunakan masker untuk mengantisipasi terjadinya hujan abu.
(TribunWow.com)