Breaking News:

Terkini Daerah

Pesan Rektor Universitas PRGI Madiun soal Keberagaman hingga Cara Merawat Kebhinnekaan

Rektor Universitas PRGI Madiun (UNIPMA) DR. H. Parji menyampaikan soal keberagaman di Indonesia melalui tema 'Keberagaman adalah Anugrah'.

Penulis: Tiffany Marantika Dewi
Editor: Claudia Noventa
Rilis Tribun Wow
Rektor UNIPMA, DR. H. Parji 

TRIBUNWOW.COM - Rektor Universitas PRGI Madiun (UNIPMA), DR. H. Parji, menyampaikan soal keberagaman di Indonesia melalui tema 'Keberagaman adalah Anugerah'.

Acara yang diselenggarakan oleh Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) bertempat di Aula Hotel Merdeka, Madiun, Selasa (18/12/2018).

Selain Parji, hadir pula Walikota Madiun, Sugeng Rismiyanto, dan Plt Kepala Badan Peminaan Ideologi Pancasila (BPIP), Hariyono.

Update Sepak Bola: Simon McMenemy Dapat Tim Anyar, Persib Bandung Umumkan Pelatih Baru Malam Ini

Dalam kesempatan itu, Parji mengatakan ada lima langkah yang seharusnya menjadi perhatian bangsa Indonesia termasuk pemerintah dalam merawat keberagaman.

Kelima langkah itu meliputi meningkatkan komunikasi dan sosialisasi antar berbagai komunitas di masyarakat, revitalisasi, dan implementasi nilai-nilai Pancasila.

Serta meningkatkan pendidikan politik dan wawasan kebangsaan, mendorong supra struktur politik dan infra struktur politik dan menghidupkan kembali pelajaran-pelajaran di sekolah yang berbasis pada pendidikan moral Pancasila, nasionalisme, patriotisme.

Seminar Nasional Pengelolaan BUMN Tambang dan Migas: Pasal 33 UUD 1945 Dinilai Sulit Terwujud

Suasana seminar “Keberagaman Adalah Anugerah” yang diselenggarakan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Kota Karismatik Madiun di Aula Hotel Merdeka, Madiun, Selasa (18/12/2018)
Suasana seminar “Keberagaman Adalah Anugerah” yang diselenggarakan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Kota Karismatik Madiun di Aula Hotel Merdeka, Madiun, Selasa (18/12/2018) (Rilis Tribun Wow)

Parji menegaskan bahwa secara alamiah dan kodrati bangsa ini memiliki warga yang majemuk baik dari segi suku, agama, maupun ras.

“Para tokoh pemuda pada 1928 telah menyadari keberagaman ini sehingga mendorong untuk mengadakan sumpah agar menjadi satu bangsa yang memiliki satu bahasa karena sama-sama hidup di atas tanah air yang sama," ujar Parji.

"Tanpa sepakat dan bersumpah untuk menjadi satu bangsa, kemerdekaan tidak mungkin akan tercapai. Oleh karena itu, para tokoh pemuda melihat bahwa keberagaman itu merupakan anugerah yang kemudian dipersatukan dengan Bahasa Indonesia,” tambahnya berdasarkan rilis yang diterima TribunWow.com.

Namun, ada tantangan yang dihadapi bangsa menghadapi keberagaman tersebut.

Yakni nilai luhur yang telah ditanamkan oleh para pendiri negara dan bangsa harus dihadapkan dengan nilai-nilai yang berasal dari bangsa lain.

Cerita Menteri Agama Soal Peluncuran Buku Jokowi hingga Diimami Salat Magrib Setelah Acara

Termasuk bangsa yang tidak sesuai dengan prinsip Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

Oleh sebab itu, menjadi tugas pemerintah dan masyarakat untuk terus merawat kebhinnekaan agar tidak menjadi sumber konflik.

“Salah satu caranya adalah, dikembalikan lagi pelajaran-pelajaran atau mata kuliah pendidikan moral Pancasila, nasionalisme dan patriotisme."

"Pendidikan nasionalisme untuk menumbuhkan dan memperkuat kembali sebagai satu bangsa. Sementara patriotisme harus diajakan agar generasi demi generasi mencintai tanah airnya dan bukan tanah air orang lain. Pendidikan ini sangat strategis dan semua harus diawali dari para guru atau dosennya yang memiliki semangat nasionalisme dan patriotisme."

"Dari pendidikan inilah kemudian lari pada pengamalan atau implementasinya,” tegas Parji.

Sementara narasumber lain, Sugeng Rismiyanto, mengatakan kebhinnekaan harus dirawat dengan cara menumbuhkembangkan kembali nilai-nilai luhur Pancasila.

PPSA XXI Lemhannas RI Lakukan Sosialisasikan Seminar Nasional Pancasila ke Media

Sejalan dengan Sugeng, Hariyono selaku Plt. Kepala Badan Peminaan Ideologi Pancasila (BPIP), mengatakan saat ini pihaknya sedang mengkaji Pancasila agar tidak hanya menjadi prespektif sejarah.

Melainkan Pancasila juga ditekankan dalam konteks dimensi sosiologisnya.

"Pancasila dirumuskan oleh para pendiri bangsa bukan untuk masa lalu. Pancasila dirumuskan untuk masa depan bangsa Indonesia. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 menyatakan bahwa Pancasila bukan hanya sebagai sesuatu hal yang bisa menyatukan bangsa namun juga bintang penuntun," terang Hariyono.

(TribunWow.com/Tiffany Marantika)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)MadiunBhinneka Tunggal Ika
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved