Breaking News:

Kabar Tokoh

Potong Omongan Eggi Sudjana di ILC, Ali Ngabalin Ditegur Karni Ilyas: Jangan Urusan Itu

Ali Mochtar Ngabalin tampak memberikan sindiran kepada Eggi Sudjana saat menjadi narasumber di acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (27/11/2018)

Penulis: Vintoko
Editor: Lailatun Niqmah
Capture Youtube/ Indonesia Lawyers Club
Eggi Sudjana dan Ali Mochtar Ngabalin 

TRIBUNWOW.COM - Ketum PP Badan Koordinasi Muballigh Indonesia, Ali Mochtar Ngabalin tampak memberikan sindiran kepada Dewan penasihat Persaudaraan Alumni (PA) 212 Eggi Sudjana.

Hal itu tampak saat Ali Mochtar Ngabalin dan Eggi Sudjana menjadi narasumber di acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (27/11/2018) malam.

Mulanya, Eggy Sudjana meminta kesempatan kepada pembawa acara Karni Ilyas untuk memberikan tanggapan kepada Ali Mochtar Ngabalin.

Di ILC, Sudjiwo Tedjo Beri Sindiran untuk Timnas dan Wartawan yang Disambut Tepuk Tangan

"Gantian bang Karni dong kita jawab, karena menyangkut saya. Gini brother Ali," kata Eggy Sudjana pada menit ke-13.

Namun saat hendak memberikan tanggapan, Ali Mochtar Ngabalin tampak memotong pembicaraan dan memberikan reaksi yang tak biasa.

"Saya mau supaya anda jadi DPR RI, Eggi," kata Ali Mochtar Ngabalin.

"Jangan urusan itu, itu pribadi dia," timpal pembawa acara Karni Ilyas.

Reaksi Ali Mochtar Ngabalin
Reaksi Ali Mochtar Ngabalin (Capture Youtube/ Indonesia Lawyers Club)

"Jadi begini ini kan clean-nya hasil penelitian atau studi kemudian dipaparkan, lalu pertanyaan seriusnya kita tidak boleh menilai? Boleh lah," ujar Eggi Sudjana.

"Tapi jangan bilang ngawur, masak ada doktor begitu pilihan katanya," potong Ali Mochtar Ngabalin.

Lalu, Eggi Sudjana memberikan penjelasannya jika hasil survei 41 masjid terpapar radikalisme itu sembarangan.

"Saya sudah bilang metodenya apa, kok cuman ceramahnya saja yang dilihat dari segi waktu juga,"

"Kedua istilah, kenapa dia pakai istilah radikalisme, padahal dia tidak bisa mendefinisikan radikalisme, itu adalah kategori ngawur," kata Eggi Sudjana.

Sebelumnya, Eggi menilai studi yang dilakukan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) itu tidak melewati objektivitas dan proses yang sistematis.

"Yang pertama objektivitas, yang kedua sistematis. yang ketiga toleran. Objektif dimaknai dengan tidak melihat lawannya subjektif. Sistematis kita tahu tahapannya tidak loncat-loncat.

Kemudian kalau sudah objektif dan sistematis diterima dan dimaknai dengan kajian yang benar, kita harus mengakui dan toleran menerima karena itulah kebenaran," ujar Eggi.

Eggi mengatakan dasar yang disampaikan Agus telah salah mengenai pemahaman radikal.

"Dalam perspektif studi ini, saya melihat Agus Muhammad ini penelitiannya ngawur, Jadi kalau mau disebut mustinya ngawurisme. Bukan radikalisme."

"Karena beberapa indikasi yang disebutkan tadi, bahkan indikasi radikalisme tadi (penjelasan Agus Muhammad), adalah satu ajaran atau gagasan yang untuk dilaksanakan mengabaikan dua hal satu konstitusi dan menolak kelompok lain.

"Karena pemahaman radikalisme itu didasari akar, radikal itu akar, dasar kepada ajarannya itu menjadi prinsip untuk ditaati. Jadi tidak ada kata negatif untuk radikal. Tapi kok kita secara intelektual ketakutan disebut radikal. Itu tandanya ngawur."

Soal Hasil Survei 41 Masjid Terpapar Radikalisme di ILC, Ustaz Haikal Hassan: Studi Belum Matang

Sementara itu, Ketua DP Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, Agus Muhammad menjelaskan proses studi sehingga menghasilkan data 41 dari 100 masjid pemerintah di Jakarta, terpapar radikalisme.

Kriteria objek yakni yang pertama berada di Jakarta, kemudian Masjid bukan mushola, yang ketiga ada kegiatan tambahan di luar sholat berjamaah.

Agus menuturkan dalam menstudikan 100 masjid, relawan sebanyak 100 diturunkan untuk merekam 4 kali khotbah Jum'at berturut turut dalam satu bulan.

Dalam menentukan relawan, Agus mengatakan pihaknya menentukan dengan rekomendasi dari orang-orang terpercaya.

"Tugas relawan, merekam khotbah jumat, yang kedua merekam videonya, untuk memastikan suara di audio dan videonya sama, dan yang ketiga adalah mengambil bahan gambar bacaan yang ada disana," ujar Agus.

"Nah hasil rekaman di analisis oleh 5 orang yang mempelajari"

Kemudian dalam menganalisis, Agus menuturkan ada 5 hal kriteria menentukan masjid teridentifikasi radikal atau tidak.

"Pertama adalah sikap terhadap konstitusi nasional, NKRI, Pancasila, UUD 45, kemudian Bhineka Tunggal Ika."

"Kedua, sikap terhadap pemimpin non muslim, karena kita sebagai negara yangs udah menyepakati, maka semua orang punya hak yang sama untuk menjadi pemimpin."

"Kita ingin tahu sikap mereka terhadap agama yang lain, Yang keempat, kita ingin tahu sikap mereka terhadap kelompok minoritas, suku, adat, ya secara umum jumlah itu sangat minoritas."

Soal Survei 41 Masjid Terpapar Radikalisme, Jusuf Kalla: Ini Studi yang Sangat Memprihatinkan

"Yang terkahir sikap mereka terhadap pemimpin perempuan seperti apa. Nah jika sikap mereka negatif, kita menganggap mereka sebagai radikal. Kalau semakin negatif sikapnya kita melihat itu semakin tinggi."

Ada tiga level dalam menganalisis tingkat radikal yang dijelaskan Agus, yakni misalkan dalam pemimpin non muslim.

"Kalau level radikal rendah, sikap mereka tidak ikhlas non muslim menjadi pemimpin. Menurut saya ada potensi menjadi radikal"

"Level sedang, dia sudah setuju untuk tidak boleh sama sekali (non muslim menjadi pemimpin). Untuk yang radikal tinggi, itu sudah memprovokasi," tutur Agus.

Simak video selengkapnya di bawah ini:

(TribunWow.com/ Rekarinta Vintoko)

Tags:
Ali NgabalinEggi SudjanaIndonesia Lawyers Club (ILC)
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved