Kabar Tokoh
Ditanya Apakah Soeharto Layak Dapat Gelar Pahlawan, Mahfud MD: Semua Mantan Presiden RI Layak
Mantan Ketua MK Mahfud MD menjawab pertanyaan warganet yang bertanya apakah Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto, layak mendapatkan gelar pahlawan.
Penulis: Maria Novena Cahyaning Tyas
Editor: Lailatun Niqmah
"Istilah "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" adalah istilah di dlm masyarakat dan ada dlm frasa lirik "Hymne Guru" utk menghormati profesi guru yg mulia. Sedangkan istilah Pahlawan Nasional adl istilah di dlm UU. Beda penganugerahannya," tulis Mahfud MD.
• Soal Kelebihan dan Kekurangan Capres-Cawapres, Ini Jawaban Mahfud MD
Akun @HanunSh juga menuliskan bahwa tanpa adanya guru maka Indonesia akan sulit berdiri.
Oleh sebab itu, dirinya juga turut mengucapkan rasa terima kasihnya pada guru di Hari Pahlawan Nasional ini.
Kendati demikian, Mahfud menyebut bahwa penganugerahan gelar pahlawan nasional diatur dalam undang-undang (UU) yang memiliki syarat dan prosedur lainnya.
@mohmahfudmd: Kalau dlm arti umum, semua yg berbuat heroik bagi kebaikan orang banyak adl pahlawan spt guru, dokter, tentara, pemadam kebakaran adl pahlawan. Tapi yg kita bicarakan ini adl Pahlawan Nasional dlm arti UU yg ada syarat2 dan prosedur utk pemberiannya.
Diketahui Hari Pahlawan Nasional diperingati tiap tanggal 10 November yang juga bertepatan dengan ulang tahun Kota Surabaya, dilansir TribunWow.com dari Tribun Timur.
Hari ini mengenang keberanian pahlawan Tanah Air melawan tentara sekutu yang ingin merebut kembali Indonesia setelah Proklamasi 17 Agustus 1945.
Hari Pahlawan 10 November diperingati sekaitan pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, Jawa Timur.
Pertempuran 10 November yang menjadi cikal bakal Hari Pahlawan menjadi perang terbuka terbesar Indonesia sesudah proklamasi kemerdekaan.
• Mahfud MD Tanggapi Tudingan Dirinya Berafiliasi Pada Capres Tertentu saat Katakan DiSuriahkan
Kala itu di bulan September 1945, pesawat-pesawat Inggris menjatuhkan selebaran kertas ke seluruh penjuru Kota Surabaya yang berisi ultimatum agar para pejuang Surabaya menyerahkan senjata pada (paling lambat) 10 November 1945.
Tak cuma itu, selebaran tersebut berisi pesan kepada siapa pun untuk menyerahkan orang yang bertanggung jawab atas tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby pada 30 Oktober 1945. Sudah dipastikan, saat itu amarah Britanita Raya sedang membuncah kepada arek-arek Suroboyo.
Namun, alih-alih takut, para pejuang dan pemuda dari seluruh Surabaya malah menantang Inggris untuk berjibaku atau perang terbuka.
Hal itu terungkapkan dalam pidato Bung Tomo pada 10 November 1945.
"Tuntutan itu, walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada tetapi inilah jawaban kita... selama banteng-banteng Indonesia masih punya darah merah yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih... maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapa pun juga," ujarnya.
Sontak pidato yang disampaikan dengan semangat berapi-api lewat radio tersebut menyulut semangat arek-arek Suroboyo untuk tak gentar menghadapi ultimatum Inggris. Walau pasukan Inggris dilengkapi dengan senjata dan armada yang canggih kala itu, mereka pun siap bertarung habis-habisan mempertahankan harga dirinya sebagai bangsa Indonesia. (*)