Kabar Tokoh
Soal Panggilan 'Emak-Emak', Dahnil Anzar: Ngomong Pancasila tapi Menistakan Keberagaman
Dahnil Anzar Simanjuntak angkat bicara soal penyebutan kata perempuan Indonesia menjadi "emak-emak".
Penulis: Ananda Putri Octaviani
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, angkat bicara soal penyebutan kata perempuan Indonesia menjadi "emak-emak".
Dilansir TribunWow.com, hal tersebut disampaikan Dahnil Anzar melalui laman Twitter miliknya, @Dahnilanzar, Minggu (16/9/2018).
Melalui kicauannya, Dahnil menyebutkan panggilan untuk Ibunya adalah Emak.
Menurutnya, hal tersebut adalah cermin kekayaan dari budaya negeri.
• Soal Iklan Jokowi Tayang di Bioskop, Ruhut Sitompul: Agar Rakyat Tidak Membeli Kucing Dalam Karung
Lebih lanjut, Dahnil mempertanyakan panggilan emak-emak yang ditempatkan ke posisi yang rendah.
"Saya panggil Ibu saya dikampung Emak, omak.
Itu cermin kekayaan khazanah budaya negeri.
Lantas panggilan itu merendahkan?
Karena watak feodalisme kalian lah kemudian menempatkan kata emak-emak rendah.
Ngomong Pancasila dan keberagaman tp justru menistakan keberagaman itu sendiri.
Saya memanggil nenek saya dengan panggilan Umak.
Tante saya pun ada yg saya panggil emak.
Lantas itu merendahkan?
Watak feodalisme nan sombong ternyata melahirkan sikap politik yg anti keberagaman," kicau Dahnil.
• Berita Trending Minggu 16 September 2018: Tutut Soeharto Pertaruhkan Kepala - Crazy Rich Surabayan
Dalam unggahan lainnya, Dahnil bahkan menarik contoh buku yang ditulis Daoed Joesoef berjudul Emak.
Menurut Dahnil, dalam buku tersebut, kata "emak" adalah panggilan yang melambangkan simbol cinta terdalam.
"Buku yg ditulis almarhum Daoed Joesoef ini adalah salah satu buku yg enak dibaca dan penting, tentang EMAK beliau....
Emak adl panggilan paling "dalem" simbol cinta terdalam, kata dan panggilan yg bs membuat semua hati tersentuh, bahkan bagi setiap anak, emak adl energi," tulisnya.
• Tutut Soeharto: Saya Pertaruhkan Kepala Saya untuk Djoko demi Pembangunan Tol Cawang-Tanjung Priok
Sementara itu, diberitakan Kompas.com, Ketua Kongres Wanita Indonesia, Giwo Rubianto Wiyogo tidak sepakat jika perempuan Indonesia disebut "emak-emak".
Hal itu disampaikan Giwo dalam sambutannya di acara Temu Nasional Kongres Wanita Indonesia ke-90 dan Sidang Umum International Council of Woman (ICW) ke-35 .
"Kami tidak mau, kalau kita perempuan-perempuan Indonesia dibilang 'emak-emak'. Kami tidak setuju," ujar Giwo, Jumat (14/09/2018).
Giwo mengatakan, kongres perempuan Indonesia II tahun 1935 di Jakarta menghasilkan beberapa keputusan penting.
Satu di antaranya adalah kewajiban utama wanita Indonesia, yakni menjadi "Ibu bangsa".
"Perempuan Indonesia yang sudah mempunyai konsep ibu bangsa sejak tahun 1935 sebelum kemerdekaan.
Tidak ada the power of emak-emak, yang ada the power of ibu bangsa," ucapnya disambut tepuk tangan seluruh peserta yang hadir.
Giwo menuturkan pada peringatan Hari Ibu pada 22 Desember 2017 di Papua, Presiden Joko Widodo menyampaikan peran ibu bangsa.
Presiden mengatakan peran ibu bangsa jangan dipandang sebagai beban, melainkan suatu kehormatan.
• Setuju dengan Penggunaan Kata Emak-emak, Sudjiwo Tedjo: Aku Bukan Pendukung Prabowo
"Peran ibu bangsa yakni tugas mempersiapakan generasi muda yang berkarakter unggul, memiliki daya saing, inovatif, kreatif serta memiliki wawasan kebangsaan yang militan," tandasnya.
Hadir pada acara Temu Nasional Kongres Wanita Indonesia ke-90 dan Sidang Umum International Council of Woman (ICW) ke-35, Presiden Joko Widodo, Menteri BUMN Rini Soemarno, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X beserta istri GKR Hemas, dan Presiden ICW Jungsook Kim.
(TribunWow.com/ Ananda Putri Octaviani)