Gejolak Rupiah
Ekonom UI: Pencabutan Subsidi BBM demi Selamatkan Rupiah Justru akan Timbulkan Masalah Baru
Lana Soelistianingsih menuturkan, menaikkan BBM juga belum tentu bisa menahan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Penulis: Qurrota Ayun
Editor: Astini Mega Sari
TRIBUNWOW.COM - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memunculkan gagasan dari ekonom untuk mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM) dengan maksud menyelamatkan rupiah.
Dilansir TribunWow.com dari Kontan.co.id, Kamis (6/9/2018), pendapat berbeda justru disampaikan oleh ekonom Universitas Indonesia (UI) sekaligus Chief Economist PT Samuel Sekuritas Indonesia Tbk, Lana Soelistianingsih.
Lana berpendapat, menaikkan harga BBM saat ini sama dengan menciptakan masalah baru.
Menurutnya, kenaikan BBM justru akan menyebabkan harga barang naik dan memicu inflasi.
• Politikus Demokrat hingga Ratna Sarumpaet Tanggapi Pernyataan Jokowi terkait Pelemahan Rupiah
Lana menuturkan, menaikkan BBM juga belum tentu bisa menahan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Menurutnya, pelemahan rupiah yang terjadi pada saat ini disebabkan oleh faktor eksternal.
“Karena faktor eksternalnya juga kuat mengganggu. Nah itu nggak bisa kita kontrol, faktor eksternal. Jadi, jangan mengambil masalah terlalu banyak maksud saya. Fokus saja pada satu masalah rupiah, beresin dulu ini. Nggak usah bikin masalah lain yang nggak perlu. BBM dinaikkan, inflasi naik. Nggak perlu itu,” ujar Lana.
Untuk mengatasi gejolak rupiah saat ini, Lana berpendapat pemerintah bisa fokus pada kebijakan mengembalikan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang ada di luar negeri.
Upaya lain dari pemerintah, menurutnya adalah dengan mengurangi impor BBM.
Lana juga mengimbau masyarakat untuk menggunakan transportasi umum agar bisa menghemat penggunaan BBM.
“Supaya nggak impor BBM, sambil menunggu LRT, MRT-nya jalan bisa nggak teman-teman pakai transportasi publik yang ada sekarang? Itu salah satu yang bisa mengurangi (impor BBM). (Kebijakan) B20 juga bisa (mengurangi impor BBM). Impor dikurangi, untuk ekspor, DHE- nya diminta masuk. Tolong jangan naikin BBM karena itu akan menambah masalah,” jelasnya.
• Ekonom Amerika Serikat Steve Hanke Sebut Jokowi Omong Kosong soal Rupiah, Fadli Zon: Ironis
Diberitakan sebelumnya, Kepala Riset MNC Sekuritas, Edwin Sebayang menyarankan pemerintah untuk mencabut subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik, atau dengan kata lain menaikkan harga.
Edwin Sebayang menuturkan adanya sentimen krisis global bukanlah menjadi penyebab utama merosotnya nilai tukar dan indeks saham, seperti yang dikutip dari Kontan.co.id, Rabu (5/9/2018).
Menurutnya, permintaan impor subsidi BBM dan listrik menjadi satu diantara penyebab utama indeks saham dan nilai tukar rupiah melemah.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), defisit neraca berjalan mencapai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak semester II tahun 2014.
Defisit neraca berjalan sepanjang semester II tahun 2018 mencapai 8 miliar dolar AS.
"Kita tak perlu jauh-jauh melihat sentimen eksternal. Saat ini yang perlu dilakukan pemerintah adalah mencabut subsidi BBM dan listrik atau dengan kata lain menaikkan harga BBM dan listrik sehingga bisa perbaiki dan sehatkan perekonomian indonesia yang selama ini defisit karena masih banyak aktivitas impor dan maka dengan begitu kinerja rupiah terhadap dollar akan membaik serta pergerakan IHSG akan kembali membaik," ujar Edwin Sebayang.
Edwin Sebayang menyarankan pemerintah berani menerapkan kebijakan tersebut.
Sehingga neraca perdagangan Indonesia stabil dan rupiah maupun indeks saham kembali menguat.
"Dengan begitu, kinerja emiten-emiten di bursa bisa bertumbuh dan tingkat kepercayaan para pelaku pasar makin bertambah," tambah Edwin Sebayang.
Edwin Sebayang juga menargetkan pergerakan IHSG hingga akhir tahun 2018 berada di range 5.800 hingga 6.200. (TribunWow.com/ Qurrota Ayun)