Rupiah Makin Anjlok, Para Ekonom Sebut Pemerintah Salah jika Anggap Kondisi Ini Aman
Melemahnya rupiah hingga menyentuh level Rp 15.000 per dolarnya dianggap sebagai tanda bahwa ada yang tak beres dengan perekonomian Indonesia
Penulis: Ekarista Rahmawati P
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Melemahnya rupiah hingga menyentuh level Rp 15.000 per dolarnya dianggap sebagai tanda bahwa ada yang tak beres dengan perekonomian Indonesia belakangan ini.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance ( Indef) Enny Sri Hartati ada faktor dari dalam negeri yang menyebabkan terjadinya kondisi seperti sekarang.
Sehingga Pemerintah diharapkan tak hanya semata-mata menyalahkan faktor-faktor eksternal.
BACA JUGA: Ekonom: Melamahnya Mata Uang Rupiah saat Ini Berbeda dengan Kondisi Tahun 1998
"Potensi untuk terjadi krisis seperti tahun 1997 dan 1998, memang tidak semua sama dengan kondisi saat itu. Tapi, yang harus diperhatikan, kalau Pak Darmin (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian) dan Bu Menteri Keuangan menyampaikan ini masih aman, juga tidak betul," kata Enny Sri Hartati, dalam tayangan Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Selasa (4/9/2018).
Jika dibandingkan dengan kondisi saat ini, menurut Enny, berbagai sektor perekonomian Indonesia atau sektor keuangan secara keseluruhan, masih relatif sehat.
Namun, ada indikator lain yang memerlukan penanganan cepat pemerintah agar dampak buruk bisa lebih diredam, salah satunya cadangan devisa.
"Salah satu ukurannya dari cadangan devisa. Kalau semua orang menarik utangnya hari ini, cadangan devisa kita tidak cukup. Rasio cadangan devisa terhadap utang kita 72 persen, di bawah 100 persen," papar Enny.
Pada kesempatan itu, mantan Menteri Keuangan Rizal Ramli menyampaikan status perekonomian Indonesia lampu kuning atau harus berhati-hati.
• Rupiah Tembus Rp 15 Ribu per Dolar AS, Ahmad Dhani Sindir Jokowi: Prestasi Paling Nyata
"Ini bukan hal yang baru, satu tahun yang lalu, akhir tahun 2017. Kami sudah mengatakan hati-hati ekonomi Indonesia sudah lampu kuning," ujar Rizal Ramli.
Dasar pernyataan tersebut dari sejumlah indikator ekonomi makro yang negatif.
Indikator yang dimaksud adalah defisit neraca transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan, keseimbangan primer yang masih negatif, hingga defisit APBN.
"Jadi kita lihat numbernya, setahun yang lalu kita lihat numbernya kok indikator-indikatornya mulai bergerak ke arah negatif," jelas dia.
"Tapi yang diomongin ke presiden di kabinet kan selalu hanya APBN. Ekonomi bukan hanya APBN. Ekonomi itu transaksi perdagangan, current account, balance of payment, primary balance," terang dia menambahkan.
"Semua menteri ekonomi bilang fundamental kita kuat. Fundamental tidak kuat karena semua indikator itu negatif. Kalau kuat, semuanya mengarah ke arah positif," ujar Rizal.
• Sri Mulyani Prediksi Pengaruh Gejolak Perekonomian Global akan Berlangsung hingga 2019
Bank Indonesia sebelumnya menyampaikan, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS hingga hari Selasa mengalami depresiasi di kisaran 7 sampai 8 persen sejak awal tahun.
Lihat videonya di bawah ini:
(TribunWow.com/Ekarista R.P)