Pilkada Serentak 2018
Refly Harun: Problem Terbesar Pilkada adalah Kecurangan yang Sudah Dibuat sejak Awal
Ahli hukum tata negara dan pengamat politik, Refly Harun meragukan jika pilkada serentak yang akan digelar berlangsung jujur dan adil.
Penulis: Woro Seto
Editor: Fachri Sakti Nugroho
TRIBUNWOW.COM - Ahli hukum tata negara dan pengamat politik, Refly Harun meragukan jika pilkada serentak yang akan digelar pada hari Rabu 27 JUni 2018 berlangsung jujur dan adil.
Dilansir TribunWow.com, melalui akun Twitter @ReflyHZ yang ia unggah tuliskan pada Senin (25/6/2018).
Refly menilai jika problem terbesar dalam pemilu dan pilkada terlihat dari desain kecurangan sudah dibuat sejak awal pembentukan undang-undang.
Refly mencontohkan seperti terbentuknya pasal presidential threshold sehingga nominasi parpol menjadi mahal dan terpaksa melakukan jual beli partai politik.
• Politisi PKPI: Prabowo Sengaja Dilemahkan oleh Orang-orang Dekatnya
Setelah itu, Refly Harun menyebut jika ketentuan presidential threshold dapat menjadikan calon yang kuat memborong semua partai politik.
Lantaran hal itu, Refly menyebut jika terjadi calon tunggal merupakan sebuah keniscayaan.
Constitutional Lawyer itu lantas menduga jika Pilkada yang berlangsung pada 27 Juni 2018 tidak akan berlangsung secara jujur dan adil.
Pendapat itu ia kuatkan lantaran adanya politik uang yang dibiarkan terjadi.
"Problem terbesar bangsa ini dalam Pemilu dan Pilkada adalah design kecurangan itu sudah dibuat dari awal oleh pembentuk UU. Misalnya threshold dalam Pilkada yang membuat nominasi menjadi mahal sehingga para calon terpaksa membeli nominasi tersebut dari parpol yg menjualnya.
Ketentuan tentang Threshold di Pilkada membuat calon kuat bisa memborong seluruh parpol. Tidak heran di beberapa tempat ada calon tunggal.
Saya termasuk yang tidak yakin Pilkada besok berlangsung jurdil. Politik uang masih akan mewarnai. Kelemahannya sejak awal, pelaku politik uang tidak bisa langsung Didiskualifikasi. Tidak heran ada calon yang bagi2 uang dan Videonya viral tp tetap bisa ikut pemungutan suara," tulis Refly Harun.
• Ditanya Bergabung ke PAN atau Gerindra, Inilah Jawaban Fahri Hamzah

Diberitakan sebelumnya, sebanyak 12 tokoh mengirimkan permohonan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penolakan syarat ambang batas presiden.
Permohonan tersebut berisi syarat presidential threshold yang dirasa telah mendegradasi kadar pemilihan langsung oleh rakyat yang telah ditegaskan dalam UUD 1945.
Syarat yang telah diadopsi dalam pasal 222 UU nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu telah menyebabkan rakyat tidak bebas memilih.
Oleh sebab itu pilihan rakyat jadi sangat terbatas.