Mundur dari Partai, Mohammad Nuruzzaman: Saya Siap Bertarung Gembosi Gerindra karena Kelakuan Fadli
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Gerindra Mohammad Nuruzzaman menyatakan mundur dari partai yang selama ini menaunginya.
Penulis: Lailatun Niqmah
Editor: Lailatun Niqmah
Melalui surat ini saya akan sampaikan terkait posisi saya sebagai anggota, dan juga pandangan umum yang saya dapatkan ketika melakukan turun lapangan terkait isu strategis partai Gerindra.
Pertama, saya sampaikan kepada Bapak Prabowo bahwa saya bergabung dengan Partai Gerindra pada tahun 2014 tepat pertarungan Pilpres.
Dan saya berbangga hati bisa mengenal bapak di perhelatan akbar pemilihan presiden melawan Bapak Joko Widodo.
Hal utama dan pertama yang melatar belakangi saya mendukung bapak adalah jiwa kepedulian dan keberanian.
Hal ini adalah nafas saya dalam berjuang bersama Gerindra.
• Faizal Assegaf Sebut Jokowi Tahu AR Korban Politik Rezim SBY dan Terjebak Arus Oposisi Brutal
Karena karakter kita sama, saya merasa berada di rel perjuangan yang benar.
Saya juga mencalonkan diri sebagai calon legislatif di periode tahun 2014, walaupun gagal, dan saya masuk di kepengurusan Partai Gerindra, walau jarang diundang untuk mengikuti rapat untuk tidak mengatakan sama sekali.
Tidak terlalu masalah, karena selama Bapak yang memimpin, saya pertaruhkan kepercayaan dan ikhtiar saya ke Gerindra.
Bahkan saya masih bangga walau Bapak kalah di Pilpres, tapi muka dan dada Bapak tidak menunjukkan kekalahan sebab Bapak adalah pemenang bagi saya.
Waktu pun berjalan.
Partai Gerindra ternyata belok menjadi sebuah kendaraan kepentingan yang bukan lagi berkarakter pada kepedulian dan keberanian, tapi berubah menjadi mesin rapuh yang hanya mengejar KEPENTINGAN SAJA! Mark my words Pak Prabowo.
Manuver Gerindra yang sangat patriotik sekarang lebih menjadi corong kebencian yang mengamplifikasi kepentingan politis busuk yang hanya berkutat pada kepentingan saja, sama sekali hilang INDONESIA RAYA yang ada di dada setiap kader Gerindra.
Makin parah lagi, pengurus Gerindra makin liar ikut menari pada isu SARA di kampanye Pilkada DKI di mana saya merasa sangat berat untuk melangkah berjuang karena isi perjuangan Gerindra hanya untuk kepentingan elitnya saja sambil terus menerus menyerang penguasa dengan tanpa data yang akurat.
Isu SARA yang sudah melampaui batas dan meletakkan Jakarta sebagai kota paling intoleran adalah karena kontribusi elit Gerindra yang semua haus kekuasaan dunia saja, tanpa mau lagi peduli pada rakyat di mana Bapak harusnya berpijak.
Saya adalah santri yang berjuang berdasarkan platform kepedulian dan keberanian.