Hidayat Nur Wahid Sebut PKS Dukung Petisi 'KPK dalam Bahaya'
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan jika pihaknya mendukung petisi berjudul "KPK DALAM BAHAYA, TARIK SEMUA ATURAN KORUPSI DARI R KUHP!".
Penulis: Rekarinta Vintoko
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan jika pihaknya mendukung petisi berjudul "KPK DALAM BAHAYA, TARIK SEMUA ATURAN KORUPSI DARI R KUHP!".
Diketahui dari laman change.org, ribuan netizen sudah menandatangani petisi yang dikeluarkan oleh Sahabat Indonesian Corruption Watch (ICW).
Petisi itu dibuat dalam menyikapi upaya DPR dan Pemerintah yang akan segera mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R-KUHP) pada 17 Agustus 2018.
Hingga pukul 13.00 WIB, Senin (4/6/2018), sebanyak 6.498 netizen telah memberikan dukungannya dalam petisi itu.

Masyarakat menggalang petisi penolakan RKUHP yang akan melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Capture/Change.org)
Melihat partisipasi yang besar dari masyarakat, Hidayat Nur Wahid mengungkapkan jika partainya mendukung penuh petisi tersebut.
Dilansir TribunWow.com, hal itu disampaikannya melalui akun Twitter, @hnurwahid, yang diunggah pada Senin (4/6/2018).
• Tong Sampah dengan Biaya Pengadaan Rp 9,6 Miliar, Kadis LH DKI Tunjukkan Bahan dan Cara Kerjanya
Hidayat mengatakan jika petisi itu sangat diperlukan untuk menguatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas koruptor dari berbagai kalangan.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga menyebut banyak koruptor yang sudah membawa kabur triliunan rupiah sampai ke luar negeri.
"PKS dukung. Krn memang yang diperlukan adalah penguatan @KPK_RI , bukan pelemahan KPK, agar lebih berani dan efektif berantas korupsi kelas ikan kakap&paus(ratusan m&trilyunan rp), yg sebagiannya malah sudah dibawa kabur ke luar Indonesia," tulis dia.
• Rani Mukerji Tajir Melintir Tapi Sederhana, Ternyata Segini Kekayaan sang Suami
Dalam petisi itu, Sahabat ICW mengungkapkan ada sejumlah substansi yang dapat mengancam eksistensi KPK dan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Pertama, Jika RKUHP disahkan maka KPK tidak lagi memiliki kewenangan dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan," bunyi petisi tersebut.
Kewenangan KPK telah tercantum dalam Undang-Undang KPK yang secara spesifik menyebutkan bahwa KPK berwenang menindak tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Tipikor (dan bukan dalam KUHP).
Sahabat ICW menganggap jika delik korupsi dimasukkan dalam KUHP, maka hanya Kejaksaan dan Kepolisian yang dapat menangani kasus korupsi.
Pada akhirnya, KPK dinilainya hanya akan menjadi "Komisi Pencegahan Korupsi".
Petisi tersebut juga mengungkapkan, sejumlah ketentuan delik korupsi dalam R-KUHP justru menguntungkan koruptor.
Sebab, ancaman pidana penjara dan denda bagi koruptor dalam R-KUHP lebih rendah dari ketentuan yang diatur dalam UU Tipikor.
• Faizal Assegaf: Umrah Politik Prabowo-Amien Tegaskan Habib Rizieq Lebih Cerdas dari Elit Oposisi
"Koruptor yang diproses secara hukum dan dihukum bersalah tidak diwajibkan mengembalikan hasil korupsinya kepada negara karena R-KUHP tidak mengatur hal ini.
Selain itu, pelaku korupsi cukup mengembalikan kerugian keuangan negara agar tidak diproses oleh penegak hukum," ungkap petisi itu.
Presiden juga dinilai telah ingkar janji dengan poin keempat Nawacita yang menyatakan akan memperkuat penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
Selain itu, Pemerintahan Jokowi dan partai politik nantinya akan tercatat sebagai lembaga yang melemahkan KPK dan upaya pemberantasan korupsi.
Sahabat ICW juga meminta agar pemerintah dan DPR memprioritaskan pembahasan regulasi atau rancangan undang-undang yang mendukung upaya pemberantasan korupsi seperti Revisi UU Tipikor, RUU Pembatasan Transaksi Tunai dan RUU Perampasan Aset Hasil kejahatan. (TribunWow.com/Rekarinta Vintoko)