Breaking News:

Bom di Surabaya

Azyumardi Azra Kritik soal Revisi UU Antiterorisme, Tenaga Ahli DPR RI: Jangan Cari Kambing Hitam

Harja Saputra yang mengaku sebagai tenaga ahli di DPR RI menjawab sindiran Azyumardi Azra yang menilai anggota DPR RI lambat bahas RUU Antiterorisme

Penulis: Woro Seto
Editor: Woro Seto
kolase/wartakota/facebook
Azyumardi Azra dan Harja Saputra 

TRIBUNWOW.COM - Akun Harja Saputra yang mengaku sebagai tenaga ahli di DPR RI menjawab sindiran mantan rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra yang menilai anggota DPR RI lambat dalam pembahasan RUU Antiterorisme.

Dilansir TribunWow.com, melalui akun Facebook Harja Saputra yang ia tuliskan pada Minggu (13/5/2018).

Mulanya, Azyumardi Azra menilai adanya tarik menarik anggota DPR RI mengakibatkan revisi RUU antiterorisme itu tidak selesai.

Hal itu menurut Azyumardi Azra seolah DPR RI memberikan angin segar dan melakukan pembelaan kepada terorisme.

Balas Cuitan Sudjiwo Tedjo, Hidayat Nur Wahid: Pemerintah yang Minta Tunda Revisi UU Antiterorisme

"Presiden @jokowi agar segera mengeluarkan Perppu Anti-Terorisme karena berlarutnya revisi UU Anti-Terorisme di DPR RI.

Ada tarik menarik di kalangan anggota DPR RI yg mengakibatkan tidak selesainya revisi tsb.Tarik menarik dan pembahasan revisi UU Anti-Terorisme itu memberikan angin pada para teroris karena mengisyaratkan adanya pembelaan dan pemberian restu kepada mereka," tulis Azyumardi Azra

Cuitan Azyumardi Azra
Cuitan Azyumardi Azra (twitter)

Menanggapi hal itu, seorang tenaga Ahli DPR RI Harja Saputra membeberkan hasil rapat pansus RUU itu.

Ia mengaku kerap ikut rapat dan menjawab keresahan Azyumardi Azra.

Maaf Prof saya lancang. Ga gitu kondisi riilnya.

Saya kerap hadir di rapat Pansus RUU itu, lumayan tahu bagaimana situasi rapat. Orang saya di situ, mencatat kesimpulan rapat, kadang jadi operator sorot, merumuskan pasal, ngasih masukan.

Yang lelet itu aslinya dari pihak mana? Yg onoh. DPR paling lambat pas mulai rapat aja. Harusnya jam 10 molor jam 11. Tapi tetep rapat konsisten. Yg onoh nggak.

Soal RUU Antiterorisme, Pernyataan Jokowi dan Ketua DPR Berbeda, Sudjiwo Tedjo: yang Bener Mana Nih?

Saya hitung belasan kali minta diundur rapat. Terakhir kali karena tdk mau ada definisi terorisme, pdhl di awal sdh sepakat harus ada. Ditunda lg jdnya ke masa sidang depan. Tinggal definisi saja. Yg lain2 sdh rampung.

Kita tdk perlu cari kambing hitam. Toh kambing yg hitam tetap hitam. Pemerintah harus kompak. Terutama antara yg pake 'baju seragam anu' dgn yg pake 'baju seragam entu'. Di situ bottlenecknya," tulisnya.

Harja Saputra
Harja Saputra (facebook)

Diketahui, kerusuhan di Mako Brimob, Depok dan teror bom di Surabaya membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan akan membuat Perpu jika tidak segera disahkan Undang-undang antiterorisme.

"Berhubungan dengan Revisi Undang-undang tindak pidana terorisme yang sudah kami ajukan sejak Februari 2016 yang lalu, artinya sudah dua tahun untuk segera diselesaikan secepat-cepatnya dalam masa sidang berikut, yaitu di 18 Mei yang akan datang.

Karena ini merupakan sebuah payung hukum yang penting bagi aparat, bagi polri untuk bisa menindak tegas dalam pencegahan maupun dalam melakukan tindakan.

 Kalau nantinya di Bulan Juni di akhir masa sidang ini belum segera diselesaikan, saya akan keluarkan Perpu", ujar Jokowi.

Sementara itu, Ketua DPR, Bambang Soesatyo mengaku RUU tersebut tinggal disahkan oleh DPR setelah dibahas Panitia Kerja (Panja).

Bambang justru mendesak pemerintah untuk menyelesaikan RUU itu.

Jalanan di Sekitar Polrestabes Surabaya Macet, Tri Rismaharini Turun Langsung Mengatur Lalu Lintas

Bambang Soesatyo menerangkan sebenarnya revisi tersebut sudah hampir selesai, namun pemerintah yang masih menunda karena belum ada kesepakatan terkait definisi terorisme.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Antiterorisme Muhammad Syafi'i mengungkapkan bahwa dalam pembahasan tersebut terjadi perbedaan pendapat antara DPR dan Pemerintah terkait definisi terorisme.

"Kemarin kan seharusnya masa sidang ini tapi sesuatu yang baru yang kita inginkan dalam UU ini kan ada definisi. Nanti akan dibahas di masa sidang depan," ujar Syafi'i saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/4/2018) yang dilansir dari Kompas.com.

Syafi'i mengatakan, dalam Pasal 1 angka 1 draf RUU Antiterorisme, DPR menginginkan definisi terorisme memasukkan unsur politik.

Artinya, seorang pelaku kejahatan bisa dikategorikan sebagai terorisme jika melakukan tindakan kejahatan yang merusak obyek vital strategis, menimbulkan ketakutan yang massif, untuk mencapai tujuan tertentu utamanya di bidang politik.

Selain itu, pelaku juga harus dibuktikan memiliki atau terlibat dalam suatu jaringan kelompok teroris. Sementara, kata Syafi'i, pihak pemerintah memandang tak perlu ada unsur politik dalam definisi terorisme.

"Redaksional yang mereka (pemerintah) sajikan itu hanya untuk tindak pidana biasa, mereka yang melakukan kejahatan dengan maksud menimbulkam ketakutan yang massif, korban yang massal dan merusak obyek vital yang strategis. Ini kan tindak pidana biasa," kata Syafi'i.

Harusnya dengan motif politik yang bisa mengganggu keamanan negara misalnya. Nah itu baru bisa disebut teroris. Mereka enggak sepakat dengan itu," ucapnya.

Syafi'i menuturkan pihaknya tak sepakat jika tak ada unsur politik dalam definisi terorisme.

Pasalnya, jika tak ada definisi yang ketat terkait terorisme, ia khawatir penegak hukum akan mudah untuk mengkategorikan tindak pidana biasa sebagai kejahatan terorisme.

"Saya melihat ada semacam keinginan perluasan untuk menetapkan siapa saja bisa dianggap teroris. Ada gerakan apa di balik ini semua, sehingga pemerintah ingin banyak orang bisa dituduh teroris," tuturnya. (TribunWow.com/Woro Seto)

Teror Bom di Surabaya, Mahfud MD: Pernyataan Busyro Itu Bukan Konteks Sekarang

 

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Azyumardi AzraDPR RIPresiden JokowiBambang Soesatyo
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved