Fadli Zon Sebut Data Pertanian yang Dikeluarkan Pemerintah Hanya Dagelan Saja
Menurut Fadli Zon, Silang sekarut data membuat Indonesia tak bisa menata kebijakan pangan dengan baik.
Penulis: Lailatun Niqmah
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon menyoroti soal data pertanian.
Pantauan TribunWow.com, hal tersebut tampak dari unggahan akun Twitter Fadli Zon pada Jumat (27/4/2018).
Fadli Zon mengungkapkan jika saat ini terjadi carut marut data pertanian.
Silang sekarut data itulah yang membuat Indonesia tak bisa menata kebijakan pangan dengan baik.
Fadli Zon kemudian memberikan contoh di mana pemerintah justru melakukan impor beras di saat mereka mengatakan jika produksi beras surplus.
Ia pun menyebut jika data-data tersebut akhirnya tampak seperti dagelan.
Oleh karen itu, Fadli Zon mengusulkan agar ke depannya, siapapun yang memanipulasi data bisa mendapata hukuman yang berat.
Berikut postingan lengkap Fadli Zon terkait hal tersebut.
• Dede Budhyarto: Kami Akan Mengecam Keras Jokowi Jika Ada Kompromi Politik untuk Kasus Hukum Rizieq
"Silang sengkarut data pertanian antara satu lembaga dgn lembaga yang lain sbg salah satu sebab kenapa Indonesia tak bisa menata kebijakan pangan dgn baik.
Di hari ulang tahun HKTI ke-45, saya mengusulkan kebijakan amnesti data untuk memberesi silang sengkarut tsbt. Selama ini publik disuguhi oleh klaim data yg tdk nyambung satu sama lain.
Awal tahun kemarin Kementerian Pertanian menyebutkan produksi beras kita surplus, tapi Kementerian Perdagangan menyatakan kita perlu impor beras.
Ini kan tak nyambung datanya. Surplus, tapi kok impor? Lalu terjadilah impor.
Atau, pemerintah mengklaim angka kemiskinan dan pengangguran terus menurun, namun tahun ini anggaran bantuan sosial malah melonjak tajam hingga 33 persen.
Bahkan, anggaran Kementerian Sosial dalam APBN 2018 meroket hingga hampir 300 persen jika dibandingkan anggaran tahun sebelumnya.
Lho, katanya kemiskinan menurun, tapi anggaran bantuan sosial justru melonjak?!
Itu semua terjadi krn persoalan data yg tdk koheren, tdk konsisten, dan bersifat kontradiktif satu sama lain.
Kita cenderung memanipulasi data untuk kepentingan sektoral yg bersifat pragmatis.
Ujungnya, kebijakan publik kita jadi kacau balau.
Sepanjang pemerintahan Presiden @jokowi misalnya, setiap tahun kita selalu mendengar produksi gabah dan beras selalu surplus,
tapi di sisi lain harga beras di pasaran cenderung meningkat, bahkan langka.
Pada situasi tsbt, alih-alih menjadi sumber rujukan data, secara ironis Badan Pusat Statistik (BPS) sejak 2016 tidak lagi merilis data pertanian.
• Edhy Prabowo: Perpres TKA Ini Pengkhianatan Negara kepada Rakyatnya
Padahal, sesuai amanat Pasal 12 ayat (1) UU No. 16/1997 ttg Statistik, data statistik produksi gabah dan beras seharusnya diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian bersama BPS, agar ada kontrol.
Jika datanya tdk akurat, bagaimana mungkin kita bisa merumuskan kebijakan publik yg tepat?! Itu mustahil bisa dilakukan.
Presiden, sbg kepala pemerintahan, seharusnya merasa dirugikan oleh kekacauan data tersebut, krn bisa dipastikan semua kebijakan sektor pertanian dan pangan yg disusunnya jadi tdk akan efektif.
Bahkan, anggaran negara bisa bocor karenanya.
Menurut data resmi, misalnya, dlm sepuluh tahun terakhir tercatat kenaikan produksi gabah 2-4 juta ton pertahun,
kecuali tahun 2014 yang turun 500 ribu ton, dan 2017 yang turun 1,1 juta ton. @hkti
Jika disandingkan dgn data konsumsi beras perkapita, Indonesia setiap tahun mengalami surplus beras rata-rata 8 juta ton pertahun sejak 2008. @hkti
Namun, meski di atas kertas produksi beras kita surplus hingga rata-rata 8 juta ton pertahun,
data juga menunjukkan jika Indonesia terus-menerus mengimpor beras tiap tahun. @hkti
Rata-rata setiap tahunnya kita mengimpor 421 ribu ton beras. Impor beras tertinggi terjadi pd 2011, yg mencapai 2,75 juta ton.
Padahal, di saat yg sama produksi beras nasional waktu itu tengah mengalami surplus 7,99 juta ton. @hkti
Paling parah lagi terjadi pd 2016.
• Takut Gak Nyambung, Bukan Rizal Ramli, Rustam Ibrahim Sebut 2 Orang Ini Cocok Debat vs Sri Mulyani
Saat itu data produksi beras diklaim mengalami surplus tertinggi selama 10 tahun terakhir, yaitu sekitar 14,59 juta ton. @hkti
Tapi, pada saat yg bersamaan pemerintah mengimpor beras 1,2 juta ton.
Artinya, semua data itu kan hanya dagelan saja. @hkti
Itu sebabnya untuk memperbaiki data demi agenda kedaulatan pangan, HKTI mengusulkan perlu diadakan kebijakan semacam pengampunan data, atau “data amnesty”.
Ini mirip kebijakan amnesti pajak sebenarnya.
Karena penggunaan data berimplikasi hukum tertentu, sebab akan mnjd dasar bagi kebijakan publik, maka kebijakan amnesti data ini perlu diatur dlm sebuah undang-undang. @hkti
Semua manipulasi, rekayasa, dan ketidak-akuratan data yg ada selama ini kita ampuni.
Semuanya diputihkan.
Selanjutnya, BPS harus diberi otoritas, kebebasan, dan perlindungan untuk mengumpulkan data yg benar dgn dibantu oleh berbagai lembaga dan kementerian.
Sesudah kita punya data baru, siapapun yg melakukan manipulasi data ke depannya harus dihukum berat. @hkti
Kalau mau jujur, penyusunan data pangan atau pertanian itu sebenarnya tidak sulit, krn banyak instrumen dan alat kontrolnya. @hkti
Data survei luas lahan pertanian, akurasinya bs dicek melalui citra satelit.
Jika data pertanian dan pangan ini sdh diperbaiki, kita tak akan ketemu lagi situasi ‘garbage in, garbage out’, tapi ‘gold in, gold out’.
Kebijakan publik di sektor pertanian baru akan beres. @hkti," tulisnya. (TribunWow.com/Lailatun Niqmah)
• Jawaban Yusril Saat Ditanya Menaker Hanif Dhakiri, Apa Saat Abang Menteri Gak Ada TKA di Indonesia?