Breaking News:

Fadli Zon Ingatkan Bahaya Bebasnya Tenaga Kerja Asing di Indonesia

Di tengah trend integrasi ekonomi dan kawasan, pemerintah seharusnya memberi perlindungan terhadap tenaga kerja lokal dari gempuran tenaga kerja asing

Editor: Fachri Sakti Nugroho
KOMPAS.com/Nabilla Tashandra
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/5/2017). 

TRIBUNWOW.COM - Di tengah trend integrasi ekonomi dan kawasan, pemerintah seharusnya memberi perlindungan terhadap kepentingan tenaga kerja lokal dari gempuran tenaga kerja asing, bukan malah sebaliknya.

Kritik ini disampaikan Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon atas relaksasi aturan tenaga kerja asing yang dilakukan oleh pemerintah.

Menurutnya, Perpres No. 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing tak berpihak pada kepentingan tenaga kerja lokal.

“Kebijakan ini menurut saya salah arah. Waktu kampanye dulu Pak Joko Widodo berjanji ciptakan 10 juta lapangan kerja bagi anak-anak bangsa. Namun, tiga tahun berkuasa pemerintah malah terus-menerus melakukan relaksasi aturan ketenagakerjaan bagi orang asing,” kata Fadli Zon, Kamis (19/4/2018).

“Melalui integrasi ekonomi ASEAN, serta berbagai ratifikasi kerjasama internasional lainnya, tanpa ada pelonggaran aturan sekalipun sebenarnya arus tenaga kerja asing sudah merupakan sebuah keniscayaan. Pada situasi itu yang kita butuhkan,bagaimana melindungi tenaga kerja kita sendiri,” ujarnya.

Unggah Foto Pakai Blangkon dan Keris, Fadli Zon Tuai Pujian hingga Penampakan Kujang Naga Terbesar

Menurutnya, selama ini sudah ugal-ugalan dalam membuka pasar domestik bagi produk-produk luar.

Pasar tenaga kerja dibuka untuk orang asing tanpa ada perlindungan berarti.

Apalagi, dibandingkan negara ASEAN lain, saat ini memang paling tidak protektif terhadap kepentingan nasional.

“Dalam bidang perdagangan, misalnya, menurut data INDEF tahun 2017, kita hanya memiliki hambatan nontarif sebanyak 272 poin. Padahal, Malaysia dan Thailand saja, masing-masing punya hambatan nontarif sebanyak 313 poin dan 990 poin," kritik Fadli.

"Kecilnya jumlah hambatan nontarif di Indonesia menunjukkan buruknya komitmen kita dalam melindungi industri dan pasar dalam negeri. Pemerintah seharusnya serius melindungi pasar dan industri dalam negeri, karena itu mewakili kepentingan nasional kita," ujarnya lagi.

Tunggakan Listriknya Viral, Fadli Zon: Harusnya Beritakan Tarif Listrik Naik, Rakyat Susah

Sesudah pasar diberikan secara murah kepada orang lain, lanjutnya lagi, kini bursa kerja di tanah air juga hendak diobral kepada orang asing.

Bahaya sekali keputusan pemerintah ini. Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Kemnakertrans), per Maret 2018 ada sekitar 126 ribu tenaga kerja asing yang ada di Indonesia.

Angka ini melonjak 69,85 persen dibandingkan angka jumlah tenaga kerja asing pada Desember 2016, yang masih 74.813 orang.

Sebelum ada Perpres No. 20/2018 saja lonjakannya sudah besar, apalagi sesudah ada Perpres ini.

“Masalahnya, itu baru data tenaga kerja legal. Kita tak tahu data tenaga kerja ilegal yang masuk ke Indonesia. Yang jelas, sepanjang tahun 2017 kita sama-sama menyimak kasusnya ada ribuan. Saya yakin jumlah riilnya jauh lebih besar ketimbang yang terungkap di media,” ungkap Fadli.

Abu Janda Diperiksa Polisi Terkait Dugaan Ujaran Kebencian Rocky Gerung, Andi Arief: Pesanan

Di Sulawesi Tenggara ia mencontohkan, di sebuah perusahaan nikel tahun lalu ditemukan dari 742 tenaga kerja asing asal Cina yang bekerja di sana, 210 di antaranya tenaga kerja ilegal. Artinya, hampir 30 persennya tenaga kerja ilegal. Menurut data resmi, tenaga kerja asing legal dan ilegal mayoritas memang berasal dari Cina.

“Saya menyebut terbitnya Perpres No. 20/2018 ini berbahaya karena sebelum adanya beleid baru ini saja kita sudah kewalahan mengawasi tenaga kerja asing yang masuk, apalagi sesudah kerannya kini dibuka lebar-lebar. Sebagai catatan, saat ini jumlah pengawas kita hanya 2.294 orang. Bayangkan, mereka harus mengawasi sekitar 216.547 perusahaan dan ratusan ribu tenaga kerja asing," paparnya.

Dengan angka itu, imbuhnya, seorang petugas harus mengawasi sekitar 94 perusahaan legal. Menurut saya itu tidak mungkin dilakukan. Apalagi mereka harus bisa mengawasi tenaga kerja asing juga. Idealnya, seorang petugas hanya mengawasi 5 perusahaan saja. Sehingga, kita setidaknya butuh sekitar 20 hingga 30 ribuan pengawas.

“Pengawasan kita terhadap tenaga kerja asing juga semakin lemah karena kini pengawasan ketenagakerjaan dipindahkan ke level provinsi, bukan lagi di kabupaten/kota. Dulu saja, waktu pengawasannya masih ada di kabupaten/kota, ada sekitar 150 kabupaten dan kota yang tak memiliki pengawas. Beleid ketenagakerjaan yang baru ini benar-benar tak punya kontrol,” lanjutnya.

“Saya menilai pemerintah tidak peka terhadap kepentingan tenaga kerja kita. Di tengah kenaikan jumlah kasus PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) di tanah air, dari sebelumnya 1.599 kasus pada 2016 menjadi 2.345 kasus pada 2017, pemerintah malah memberi keleluasaan aturan ketenagakerjaan bagi orang asing,” katanya lagi.

Menurut Fadli, hal ini bukan kali pertama pemerintahan Joko Widodo menerbitkan beleid yang tak berpihak pada kepentingan buruh lokal. Pada tahun 2015, pemerintah juga telah mengubah Permenakertrans No. 12/2013 yang isinya mengatur tentang sarat memiliki kemampuan berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing.

Ketentuan ini telah dihapus oleh pemerintah melalui Permenakertrans No. 16/2015. Pekerja asing kini tak lagi diwajibkan memiliki kemampuan berbahasa Indonesia. “Para pekerja kita saja saat hendak bekerja ke Timur Tengah, Hongkong, Taiwan, atau Jepang mereka dituntut untuk menguasai bahasa setempat," katanya.

"Pemerintah kita malah bukan hanya tak mewajibkan tenaga kerja asing untuk berbahasa Indonesia, kita juga memberi fasilitas bebas visa ke mereka. Ini kan tidak adil. Dan ketidakadilan itu dibuat oleh pemerintah kita sendiri,” sambung Fadli Zon.

Selain tak sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan, menurutnya, perubahan itu juga tak sesuai dengan UU No. 24/2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, disebutkan kewajiban bagi tenaga kerja asing untuk berbahasa Indonesia. Bahasa Indonesia, katanya, bukan hanya wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan pemerintahan, tapi juga di semua lingkungan kerja swasta yang ada di Indonesia.

“Saya kira kebijakan-kebijakan tadi tak boleh dibiarkan tanpa koreksi. Itu semua harus segera dikoreksi. DPR sebenarnya pernah membentuk Panja Pengawas Tenaga Kerja Asing. Rekomendasinya diabaikan. Bila perlu nanti kita usul bentuk Pansus tenaga kerja asing, agar lebih punya taring. Bahaya jika pemerintahan berjalan tanpa kontrol memadai,” Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini mengingatkan.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Fadli Zon: Bentuk Pansus Tenaga Kerja Asing

Sumber:
Tags:
Fadli ZonTenaga kerja asingPartai Gerindra
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved