Tanggapi Respon Sri Mulyani Sebut Utang RI Dilebih-lebihkan, Sohibul Iman: Kurang Bijak
"Orang hanya melihat berdasarkan angka untuk memprovokasi masyarakat. Padahal kita sangat transparan dalam hal anggaran," papar Sri Mulyani di UMY.
Penulis: Dian Naren
Editor: Dian Naren
Beban pembayaran cicilan utang ini semakin membebani APBN. Belanja negara tersedot untuk melunasi beban cicilan utang yg besar. Jk tidak ada koreksi, belanja lainnya spt pendidikan, kesehatan dan program2 kesejahteraan rakyat lainnya akan terkorbankan.
Memperhatikan kondisi utang pemerintah saat ini, saya tdk sependapat jika pemerintah @jokowi membandingkan rasio utang RI dengan Jepang. Itu perbandingan yg tdk apple to apple, perbandingan yg tidak tepat.
Melihat utang itu aman atau tidak? sehat atau tidak? harus dilihat dr banyak sisi. Misal: fundamental ekonomi gimana?kemampuan bayar utangnya? rasio penerimaan pajaknya? rasio penerimaan ekspornya? suku bunganya? profil kepemilikannya? dll.
BACA Soal Amien Rais Tuding Jokowi Pengibulan, Addie MS: Aku Suka Ketegasan Pak Luhut Ini!
Rasio utang/PDB Jepang memang tinggi (>200%) tapi fundamental ekonominya tentu lbh mapan dibanding RI. PDB per kapita 10 kali lipat dr RI, AA-investment grade, industri lbh kompetitif, kinerja investasi dan ekspor jg lebih baik.
Pemerintah jgn hanya bandingkan rasio utang Jepang dg RI. Bandingkan jg rasio penerimaan pajaknya. RI hanya 10-11% sedangkan Jepang sudah di angka 30%. Jangankan dg Jepang, dibandingan dg negara-negara ASEAN saja, RI masih tertinggal.
Suku bunga di Jepang jg murah, nyaris NOL. Sedangkan di RI masih tinggi dan termasuk salah satu yg paling tinggi di Asia, sekitar 6-7%. Coba kita bandingkan dengan Vietnam, Malaysia dan Thailand yg yield obligasi-nya berkisar di angka 4%, 3% dan 2%.
Dari sisi kepemilikan, Surat Utang Jepang mayoritas dimiliki investor domestik dan Bank Sentralnya, hanya sekitar 10% yang dimiliki asing. Sedangkan RI, 80% utang dlm SBN (40% dimiliki oleh investor asing) dan 20% sisanya pinjaman LN dan DN.
Cukup tingginya kepemilikan asing di surat utang RI bs menjadikan pasar finansial RI rentan. Bebasnya arus modal masuk dan keluar akibat sentiment ekonomi global akan berisiko. Spt saat ini, Rp terdepresiasi tajam setelah arus modal asing keluar scr signifikan
Esensi kebijakan fiskal lewat APBN adl utk peningkatan kesejahteraan rakyat. Sayangnya inilah yg belum terwujud. Th 2017 jumlah penduduk miskin masih 26.6 juta jiwa (10.12%). Pengentasan kemiskinan berjalan sangat lambat. Stimulus fiskal tdk bekerja.
Ekonomi RI pun hanya mampu tumbuh di angka 5% padahal kt sedang dlm masa keemasan karena memperoleh bonus demografi. Di ASEAN bahkan kinerja pertumbuhan ekonomi RI tertinggal dari Vietnam yg mampu tumbuh sekitar 7% per tahun.
BACA Pamerkan Hasil Operasi Plastik di Tubuh Wanita, Program Acara Hotman Paris Show Banjir Kritik
Fundamental ekonomi RI tdk cukup kokoh. Kredit perbankan sudah melambat. Daya beli pun menurun. Konsumsi rumah tangga stagnan. Indeks keyakinan konsumen pun juga menurun. Padahal 56% PDB ditopang oleh konsumsi.
Situasi ekonomi global semakin tdk menentu. Rencana kenaikan suku bunga The FED, ancaman krisis perbankan di Tiongkok, perang dagang Presiden AS Donald Trump, akan memberikan sentiment negative ke ekonomi domestik & kawasan.
Di tengah2 fundamental ekonomi domestik yang rapuh dan situasi ekonomi global yg tdk menentu, Pemerintah jgn merasa tdk ada masalah. Merasa aman-aman saja. Sy jd teringat kata2 dari Andy Grove CEO Intel Corp, “Only the paranoid survive!”. Hrs lbh waspada! (TribunWow/Dian Naren)