Difteri Melonjak Sangat Drastis di Sejumlah Daerah, di Jabodetabek 45 orang, tak Hanya Anak-anak
Jumlah pasien pengidap difteri di Jabodetabek mengalami peningkatan sejak September lalu, kemudian melonjak sangat drastis dalam seminggu terakhir.
Penulis: Lailatun Niqmah
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Jumlah pasien pengidap difteri di Jabodetabek terus mengalami peningkatan sejak September lalu, bahkan kemudian melonjak sangat drastis dalam kurun waktu seminggu terakhir.
Hingga Rabu (13/12) siang tercatat 45 pasien terduga difteri yang dirawat yang berasal dari wilayah Jabodetabek.
Dilansir Kompas TV pada Kamis (14/12/2017), dari 45 pasien terduga pengidap difteri yang dirawat di RSPI Sulianti Saroso 33 diantaranya anak-anak sementara 12 lainnya dewasa.
Enam dari pasien tersebut adalah pasien baru yang dirujuk dari rumah sakit lain.
Saat ini kondisi pasien mulai membaik seiring pemberian obat antibakteri dan antibiotik.
Sebagai antisipasi agar tidak ikut tertular pihak rumah sakit akan memberikan vaksin bagi keluarga pasien dan perawat.
Pasien difteri juga semakin meningkat di Karawang Jawa Barat.
Hingga kini, 24 orang dinyatakan positif mengidap difteri, 5 diantaranya saat ini masih menjalani perawatan intensif.
Sementara itu di Serang, Banten, empat pasien pengidap difteri masih dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Drajat Prawiranegara.
Pasien yang dirawat tersebut berusia sekitar 10 hingga 18 tahun.
Sebelumnya, seorang bocah di Tangerang dinyatakan meninggal akibat penyakit difteri.
"Ada satu orang yang meninggal dunia karena penyakit difteri. Pasien yang meninggal atas nama Rustam berusia 6 tahun," kata Staf Humas RSUD Kabupaten Tangerang, Lilik, kepada Warta Kota (Tribunnews.com Network), Kamis (7/12/2017).
Menurutnya, hingga Kamis (7/12/2017), RSUD Kabupaten Tangerang sudah menampung sebanyak 34 pasien yang terjangkit difteri sejak medio Agustus lalu.
"Hari ini (Kamis, 7 Desember 2017) ada tiga orang lagi yang masuk karena difteri," ungkap Lilik.
Pasien-pasien tersebut berasal dari berbagai daerah, mulai dari Tangerang Selatan, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Depok, dan Bogor.
"Mereka yang terjangkit difteri dan dirawat di rumah sakit ini dari berbagai umur. Ada anak-anak, remaja, dewasa, dan orangtua," tutur Lilik.
Sebelumnya juga ada pasien difteri berusia 77 tahun yang meninggal dunia.
Sementara itu, di Jawa Timur, wabah difteri juga telah menjangkit sejumlah wilayah, seperti Nganjuk, Malang, dan Pasuruan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menurut Direktur Surveilens dan Karantina Kesehatan Kemenkes Jane Supardi, difteri sudah sejak 2009 ditemukan penderitanya di Indonesia.
Menurut Jane, wabah difteri semakin banyak menjangkit anak-anak karena jumlah anak yang tidak di imunisasi meningkat, dari tahun 2009 hingga 2017.
Baca: AM Fatwa Wafat, Anies Baswedan: Pak Fatwa Selalu Bersemangat Muda hingga Akhir Hayatnya
Jane menambahkan sesuai SOP, jika ada satu saja kasus difteri, maka suatu daerah harus masuk kategori KLB.
Untuk menanggulangi, pihak Dinkes setempat wajib memberikan ulang vaksin difteri kepada seluruh penduduk.
Di sisi lain, pengurus Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Sumaryati menyatakan, difteri tidak akan terjadi jika seluruh masyarakat berhasil divaksin.
Kenyataannya, di lapangan, universal coverage immunization (UCI) seringkali tidak mencapai target.
Sumaryati melihat, difteri ada seiring dengan munculnya gerakan antiimunisasi.
Menurutnya, jika 80 persen saja masyarakat divaksin, seharusnya penularan difteri tidak terjadi.
Pihak dinas kesehatan, melalui puskesmas, sudah memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya imunisasi, seperti dengan program Germas (gerakan masyarakat) hingga door to door ke rumah-rumah warga.
Akan tetapi, program tersebut menurut Sumaryati masih belum maksimal, karena sumber daya manusia (SDM) di puskemas terbatas, terlebih setelah puskesmas melayani BPJS.
Sehingga dokter atau petugas puskesmas yang door to door ke rumah warga belum semuanya ada di berbagai wilayah, meski sudah ada iklan di TV.
Baca: 4 Situs Populer yang Tanpa Disadari Mengeruk Uang dari Pengguna yang Menonton Video, Tandanya Lemot
Sumaryati menyoroti penyebab utama penularan difteri pada anak-anak adalah kurang pahamnya masyarakat, sehingga muncul gerakan antiimunisasi.
Ditambah tokoh-tokoh masyarakat yang mengatakan tidak perlu imunisasi anak, yang membuat banyak masyarakat ragu.
Menyikapi hal tersebut, Dinas Kesehatan mengaku sudah meminta bantuan dari MUI, lantaran antiimunisasi mencul karena faktor agama.
Meski demikian, Jane Soepardi mengaku belum ada perubahan signifikan dari masyarakat.
Menurut Jane, bahkan pernah ada satu sekolah dan satu pesantren yang menolak imuninasi, yang artinya ratusan anak bisa dengan mudah terjangit difteri dan penyakit lainnya.
Baca ini: Ternyata Ini Merk Pelembab Bibir Sandiaga Uno, dari Jepang dan Harganya tak Disangka
Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jose Rizal Latief Batubara menjelaskan difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diptheriae yang menular dan berbahaya.
Penyakit ini bisa mengakibatkan kematian lantaran sumbatan saluran nafas atas a toksinnya yang bersifat patogen, menimbulkan komplikasi miokarditis (peradangan pada lapisan dinding jantung bagian tengah), gagal ginjal, gagal napas dan gagal sirkulasi.
"Difteri itu gejalanya radang saluran nafas, ada selaput putih dan gampang berdarah, dan toksinnya itu yang bahaya, bikin kelainan jantung, meninggal," katanya.
Breaking News! Hakim Kusno Menyatakan Permohonan Praperadilan Setya Novanto Gugur, Netizen: Alhamdulillah
Difteri menimbulkan gejala dan tanda berupa demam yang tidak begitu tinggi, 38ºC, munculnya pseudomembran atau selaput di tenggorokan yang berwarna putih keabu-abuan yang mudah berdarah jika dilepaskan, sakit waktu menelan, kadang-kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening leher dan pembengakan jaringan lunak leher yang disebut bullneck.
Adakalanya disertai sesak napas dan suara mengorok. (*)