Kecewa dengan Putusan Calon Tunggal Jokowi, Pengamat: "Ada 3 Isu yang Harus Diperhatikan"
Jika merujuk pada studi tentang manajemen pertahanan, kata Jaka, setidaknya ada 3 isu yang juga harus diperhatikan dalam memilih Panglima TNI.
Editor: Dian Naren
TRIBUNWOW.COM - Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Hadi Tjahjanto, menjadi calon tunggal yang diajukan Presiden Joko Widodo sebagai pengganti Jenderal Gatot Nurmantyo selaku Panglima TNI.
Menurut Jokowi, Gatot diganti lantaran sudah mau masuk masa pensiun, meski masa Pensiun masih pada 2018 mendatang.
Hadi dipilih karena dinilai mampu membawa perubahan di tubuh TNI ke arah yang lebih profesional.
Putusan dari Presiden Jokowi tersebut ternyata membuat kecewa sejumlah pihak, salah satunya pengamat intelijen dan pertahanan, Jaka Setiawan.
Dilansir dari Tribunnews Selasa (5/12/2017), Jaka menilai seharusnya Jokowi memilih sosok yang sesuai untuk menghadapi isu-isu yang masih merambat di TNI.
Jika merujuk pada studi tentang manajemen pertahanan, kata Jaka, setidaknya ada 3 isu yang juga harus diperhatikan dalam memilih Panglima TNI.
"Pertama, aspek temporal yang menitikberatkan pada isu perubahan ideologi di level menengah sampai pimpinan TNI yang sudah mulai menerima nilai liberalisme/demokrasi dan yang masih murni Pancasila. Ke depan bisa jadi ada juga yang mulai berkiblat ke sosialisme RRC," ujar Jaka.
Kedua, isu kultural di grassroot yang belakangan menghangat dan semakin meruncing jika tidak dikelola dengan baik dan objektif berpotensi menyebabkan ancaman keamanan.
Jaka menilai Panglima Gatot Nurmantyo cukup bisa mengelola dinamika ini dengan baik.
Kemudian isu terakhir adalah isu dinamika ancaman. Dalam topik ini, adanya identifikasi dinamika risiko, tantangan, dan ancaman menjadi sebuah keharusan.
BACA Heboh Konsumen Protes terkait Fortuner Miliknya, Begini Respons Toyota
"Sengketa Laut Natuna menjadi tantangan tersendiri, karena penguasaan Flight Information Region (FIR) Singapura, wilayah udara Natuna tidak bisa kita kendalikan," kata Jaka.
Menurut Jaka, instruksi Presiden Jokowi sejak pertengahan bulan September 2015 tentang realignment FIR sampai sekarang 2017 belum jelas arahnya.
Keberadaan FIR Singapura dalam pelaksanaannya telah banyak menimbulkan kendala, baik dari penerbangan sipil Indonesia maupun pelaksanaan operasi dan penegakan hukum di wilayah sekitar Tanjung Pinang dan Natuna.
Ruang udara nasional merupakan salah satu kekayaan ekonomi yang dimiliki oleh Indonesia. Namun pada kenyataannya, keuntungan tersebut harus rela dilepaskan begitu saja.