Jika tak Ditemukan, KPK akan Terbitkan Surat DPO Terhadap Setya Novanto
Lantaran tak kunjung ditemukan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Polri untuk menerbitkan DPO terhadap
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Lantaran tak kunjung ditemukan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Polri untuk menerbitkan DPO terhadap Setya Novanto.
Dilansir Kompas.com, Juru Bicara KPK Febri Diansah telah melakukan langkah persuasif dengan mendatangi kediaman Setya Novanto Rabu (15/11/2017) malam.
Akan tetapi Setya Novanto tidak berada di rumahnya.
"Kalau belum diitemukan, kami akan pikirkan lebih lanjut koordinasi dengan Polri untuk menerbitkan surat DPO (Daftar Pencarian Orang). Pada prinsipnya, semua orang sama di hadapan hukum itu perlu diberlakukan," ucap Febri.
Menurut Febri, Penyidik KPK memili waktu 1x24 jam untuk memutuskan langkah selanjutnya atas Setya Novanto.
"Belum terlambat untuk serahkan diri. Kooperatif lebih baik untuk perkara ini maupun yang bersangkutan. Kalau ada bantahan yang ingin disampaikan, bisa disampaikan ke penyidik," kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, menghilangnya Setya Novanto membuat publik bertanya-tanya.
Mereka penasaran dengan keberadaan Setya Novanto, tampak dari tagar #IndonesiaMencariPapah yang menjadi topik pembaicaraan di media sosial.
Bahkan, Koordinator Perkumpulan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyelenggarakan sayembara.
"Barang siapa dapat memberikan informasi valid keberadaan Setya Novanto kepada KPK atau Kepolisian atau aparat penegak hukum lainnya sehingga KPK dapat melakukan penangkapan atas Setya Novanto, maka saya akan memberikan hadiah kepadanya uang sejumlah Rp 10 juta," kata Boyamin, Kamis (16/11/2017).
Menghilangnya Setya Novanto bermula ketika penyidik KPK mendatangi rumah Setya Novanto di Jalan Wijaya XIII, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Rabu (15/11/2017) sekitar pukul 21.40.
Penyidik telah mengantongi surat penangkapan Setya Novanto, setelah sebelumnya ia mangkir dari panggilan KPK.
Menyikapi statusnya yang kembali menjadi tersangka, Setya Novanto telah mengajukan praperadian untuk kedua kalinya.
Setya Novanto menggugat penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gugatan parperadilan tersebut didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Ya benar. Pengajuannya Rabu 15 November 2017," ujar Kepala Hubungan Masyarakat PN Jaksel Made Sutisna, saat dihubungi, Kamis (16/11/2017).
Menurut Made, belum ada penunjukan hakim tunggal yang akan mengadili sidang praperadilan Setya Novanto.
Made mengatakan, sidang perdana praperadilan biasanya digelar satu pekan setelah gugatan didaftarkan.
Sebelumnya, Setya Novanto juga telah mengajukan praperadilan atas status tersangka yang disandangnya.
Setya Novanto menang dalam gugatan praperadilan tersebut.
Penetapan tersangka pertama tersebut dibatalkan oleh hakim tunggal Cepi Iskandar.
Rabu (15/11/2017) sebelum menghilang, Setya Novanto kembali tidak mengahdiri panggilan KPK, dia beralasan menghadiri rapat paripurna DPR.
Menanggapi ketidakhadiran Setya Novanto, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan respon.
Presiden Jokowi menyerahkan segala proses hukum tersebut kepada tata acara yang berlaku.
"Buka undang-undangnya semua. Buka undang-undangnya. Aturan mainnya seperti apa, disitulah diikuti," ujar Jokowi sebagaimana dikutip dari siaran pers resmi Istana, Rabu (15/11/2017).
Pasal 245 Ayat 1 Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang sudah diuji materi Mahkamah Konstitusi memang mensyaratkan pemeriksaan anggota DPR harus seizin presiden.
Akan tetapi, Pasal 245 Ayat 3 menyatakan bahwa ketentuan Ayat 1 tidak berlaku apabila anggota DPR melakukan tindak pidana khusus, termasuk korupsi.
KPK dalam jumpa pers di Kuningan, Jakarta, Jumat (10/11/2017) mengumumkan status tersangka Setya Novanto.
Setya Novanto selaku anggota DPR RI periode 2009-2014 bersama dengan Anang, Andi, Irman dan Sugiharto diduga dengan tujuan menguntungkan diri sindiri dan orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan atau sarana yang ada padanya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun rupiah dari nilai paket pengadaan Rp 5,9 triliun dalam pengadaan paket e-KTP tahun 2011-2012 di Kemendagri. (*)