Mengintip Tunawisma di Kota Akihabara Jepang
Meski memiliki peringkat bagus dari sisi kesejahteraan tak menjamin Jepang menjadi negara sempurna tanpa ketimpangan sedikitpun.
Penulis: Rimawan Prasetiyo
Editor: Maya Nirmala Tyas Lalita
"Mereka akan menunggu kereta selesai beroperasi sekitar jam satu malam," jelas Hifumi.
Kemudian para tunawisma akan mencari tempat yang memungkinkan.
Di subway tubuh tunawisma terlindung dari hawa dingin dan sebelun beroperasi kembali sekitar jam 5 pagi para tunawisma akan segera berbenah atau menyingkir.
Jumlah tunawisma
Catatan media lokal The Japan Times via japantimes.co.jp pada liputan tahun 2016, pemerintah setempat telah melakukan pendataan sejak tahun 1995 dan telah memberikan program untuk pengentasan para tunawisma.
Beberapa kebijakan telah membuat para tunawisma bisa hidup mandiri dan bisa mendapatkan pekerjaan sebagai pembersih maupun petugas kebersihan atau juga jenis pekerjaan lain.
Hal ini disampaikan oleh seorang pejabat di biro kesejahteraan sosial dan kesehatan pemerintah metropolitan seperti dilansir Tribunnews dari The Japan Times.
Ada di beberapa wilayah sesuai catatan statistik liputan tahun 2016 tersebut jumlah tunawisma mengalami penurunan ada juga yang mengalami peningkatan.
Kota Taito terjadi penurunan sesuai catatan di tahun tersebut dari tahun 2015 berjumlah 128 orang lalu menurun menjadi 88 orang.
Sementara Shibuya justru terjadi peningkatan jadi 107 orang, naik, 18 orang dibandingkan jumlah di tahun sebelumnya.
Sedangkan Shinjuku berjumlah 97 gelandangan naik 27 orang dibanding tahun 2015.
Sama seperti yang dijelaskan Hifumi, pejabat dalam laporan The Japan Times mengatakan kalau banyak tunawisma yang menolak dukungan atau bantuan dari pemerintah.
Pejabat tersebut juga menambahkan kalau para gelandangan yang memiliki masalah kesehatan mental sulit untuk dijangkau bahkan tak bersedia bicara dengan petugas yang menawarkan dukungan.
Catatan 2016 di Tokyo bahkan jumlah gelandangan sesuai data statistik pemerintah dilaporkan The Japan Times capai angka fantastis yakni 1.473.
Sementara itu masih dari laporan The Japan Times, Kepala Pusat Advokasi dan Penelitian Tunawisma (ARCH) pada tahun 2016 Takuya Kitabatake yang berbasis di Tokyo bahkan menyebut fakta jumlah gelandangan capai angka kebih dari 1.500 orang.
Ia bahkan menyebutkan kalau survei yang dilakukan pemerintah saat itu hanya dilakukan pada siang hari padahal menurutnya perbedaan angka survei dari siang dan malam sangat signifikan.
Kitabatake, seorang PhD lulusan Institut Teknologi Tokyo dengan tim ARCH melakukan penghitungan tunawisma di Shibuya, Shinjuku dan Toshima tahun 2016.
Hasilnya hampir tiga kali lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh pejabat kota.
"Di stasiun terminal tempat kami melakukan penghitungan jalan, perbedaan angka di siang hari dan malam hari sangat signifikan, jadi kami dapat mengasumsikan angka sebenarnya jauh lebih tinggi," kata Kititabatake ARCH kepada The Japan Times saat itu.
Ia bahkan menyebut survei yang dilakukan bahkan belum menyasar pada warga yang tidur di cafe internet. (Tribunnews.com/Robertus Rimawan Prasetiyo)