Ketua SETARA Institute Beri Komentar Menohok Soal Pidato Anies Baswedan: Pidato Penuh Paradoks!
Ketua SETARA Institute, Hendardi, memberikan komentarnya mengenai pidato yang disampaikan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pada Kamis (16/10/2017)
Penulis: Natalia Bulan Retno Palupi
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
TRIBUNWOW.COM - Ketua SETARA Institute, Hendardi, memberikan komentarnya mengenai pidato yang disampaikan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pada Kamis (16/10/2017).
Pidato tersebut merupakan pidato serah terima jabatan yang disampaikan Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
Diketahui, pidato tersebut menuai banyak kritikan dari publik karena terdapat kata 'pribumi ditindas dan dikalahkan'.
Minum Air Putih dengan Cara Ini Ternyata Bisa Turunkan Berat Badan 4,3 Kg Per Hari, Seampuh Itukah?
Kalimat itulah yang dinilai netizen sebagai ranah yang terlalu sensitif terhadap kaum non-pribumi.
Ia membahas soal 'pribumi ditindas' saat membicarakan perjuangan pribumi saat melawan kolonialisme.
Karena Indonesia yang berhasil merdeka, menurut Anies, warga pribumi pun harus mendapatkan kembali kesejahteraannya.
Disebut Jual Kemesraan di Media Sosial, Istri Mario Teguh Beri Tanggapan Menohok!
Analogi inilah yang digunakan Anies untuk mengingatkan warga Jakarta untuk bisa menjadi tuan rumah di kotanya sendiri.
Hal ini jugalah yang membuat Hendardi memberikan komentarnya terhadap pidato tersebut.
Komentar Hendardi tersebut disampaikan melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi TribunWow.com pada Selasa (17/10/2017).
Ada Kata Pribumi di Pidato Anies Baswedan, Netizen Serang Pakai UU & Instruksi Presiden Soal Ras!
Berikut komentar Hendardi selengkapnya!
Pertama, menurut Hendardi, pada mulanya banyak pihak yang beranggapan bahwa politisasi identitas agama, ras, golongan adalah sebatas strategi destruktif pasangan Anies Sandi untuk memenangi kontestasi Pilkada DKI Jakarta.
Artinya politisasi identitas itu hanya untuk menundukkan lawan politik dan menghimpun dukungan politik lebih luas, hingga memenangi Pilkada.
Astaga! Wanita Asal Aceh Selipkan Benda Bernilai Miliaran di Celana Dalam
Akan tetapi, menyimak pidato pertama Anies setelah dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta, publik menjadi mafhum bahwa visi politik Anies adalah rasisme.
Politisasi identitas bukan hanya untuk menggapai kursi Gubernur tetapi hendak dijadikan landasan memimpin dan membangun Jakarta.
Pidato yang penuh paradoks: satu sisi mengutip pernyataan Bung Karno tentang negara semua untuk semua, tapi di sisi lain menggelorakan supremasi etnisitas dengan berkali-kali menegaskan pribumi dan non pribumi sebagai diksi untuk membedakan sang pemenang dengan yang lainnya.
Selalu Memesona di Layar Kaca, Nggak Nyangka Begini Penampilan 7 Seleb Saat Tidur!
Pernyataan Anies bukan hanya keluar dari nalar etis seorang pemimpin provinsi melting pot yang plural, tetapi juga membangun segregasi baru atas dasar ras.
Kebencian atas ras adalah mula dari suatu praktik genocida seperti di Myanmar.
Genocida tidak hanya dalam bentuk fisik tetapi juga dalam bentuk penegasian ras dan etnis lain dalam membangun Jakarta.
Kaki Warga Pedalaman Membusuk karena Tak Mampu Berobat, Lihat Aksi Tak Biasa Kapolsek Ini!
Anies bisa dianggap melanggar Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 yang pada intinya melarang penggunaan istilah pribumi dan non pribumi untuk menyebut warga negara.
Anies juga bisa diskualifikasi melanggar semangat etis Undang-Undang 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Anies, yang seharusnya di hari pertama kerja melakukan emotional healing atas keterbelahan warga Jakarta akibat politisasi identitas, tetapi justru mempertegas barikade sosial atas dasar ras dan etnis.
Janjian Berangkat Bareng, Begini Penampilan Anies-Sandi di Hari Pertama Menjabat
Sosok pemimpin seperti ini tidak kompatibel dengan demokrasi dan Pancasila, karena mengutamakan supremasi golongan dirinya dan mengoyak kemajemukan warga. (TribunWow.com/Natalia Bulan Retno Palupi)