Breaking News:

Lolos dari 3 Kasus Besar Ini, Bukti Bahwa Setya Novanto Memang Sakti

Seperti apakah sepak terjang Setya Novanto selama ini dalam berbagai kasus korupsi yang terjadi di Indonesia?

Penulis: Fachri Sakti Nugroho
Editor: Fachri Sakti Nugroho
dok.DPR
Ketua DPR RI Setya Novanto 

TRIBUNWOW.COM - Nama Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI, Setya Novanto kembali menghebohkan ruang publik setelah penetapan status tersangkanya dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan.

Merespon hal tersebut, netizen di Twitter sampai berramai-ramai menuliskan tagar #ThePowerofSetyaNovanto.

Tagar ini bahkan menjadi viral dan memenuhi timeline twitter.

Nama Setya Novanto sebenarnya sudah sering muncul dalam pusaran kasus kontroversial yang ada di Indonesia.

Ini yang Akan Dilakukan KPK Setelah Setya Novanto Tidak Lagi Jadi Tersangka e-KTP

Bahkan sejak tahun 2012 lalu, namanya sudah ada dalam catatan kasus dugaan korupsi.

Saat itu Setya Novanto menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau 2012.

Yang terakhir menjerat nama Setya Novanto adalah kasus dugaan korupsi e-KTP.

Seperti apakah sepak terjang Setya Novanto selama ini dalam berbagai kasus korupsi yang terjadi di Indonesia?

Usai Jantung, Kini Setya Novanto Bermasalah Lagi, Begini Kondisi Terbarunya

1. Kasus korupsi PON Riau 2012

Melansir dari Kompas.com, Setya Novanto pernah terseret dalam kasus korupsi proyek pembangunan sarana dan prasarana PON Riau 2012 silam.

Pada saat itu Setya Novanto sempat diperiksa oleh KPK sebagai saksi.

Ia diperiksa KPK karena pernah ditemui oleh Gubernur Riau, Rusli Zainal dan melakukan pembicaraan mengenai proyek pembangunan sarana dan prasarana PON 2012.

Ia kembali diperiksa oleh KPK pada tahun 2013 sebagai saksi atas Rusli Zainal yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Namun saat itu Setya Novanto mengaku tak tahu menahu terkait adanya proyek tersebut.

Kalahkan KPK di Praperadilan Setya Novanto, Hakim Cepi Dikenal Punya Sifat Dasar Ini!

2. Papa minta saham Freeport

Nama Setya Novanto kembali mencuat ke ruang publik saat PT Freeport akan memperpanjang kontraknya di Indonesia.

Ia disebut telah meminta saham PT Freeport Indonesia sebesar 20 persen dan meminta jatah 49 persen saham proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Urumuka, Papua, pada pihak Freeport.

Bahkan saat itu Setya Novanto dituding telah mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla sebagai legitimasi.

Kabar ini baru muncul ke permukaan publik pada 16 November 2015.

Atas kasus tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

#ThePowerOfSetnov Menyindir Kesaktian Setya Novanto, Banyak Kicauan Netizen Bikin Ngakak!

Namun, Setya Novanto melakukan perlawanan dengan mengajukan gugatan uji materi atau judicial review (JR) terkait penafsiran "pemufakatan jahat" yang dituduhkan kepadanya.

Dalam berkas perkara nomor 21/PUU-XIV/2016, pemohon mengajukan uji materi Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Pasal itu menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.

Kata "pemufakatan jahat" dalam pasal ini mengacu pada Pasal 88 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Setya Novanto menilai pengertian tentang pemufakatan jahat pada Pasal 15 UU Tipikor itu multitafsir atau tidak jelas.

Sehingga, membuka potensi terjadinya pelanggaran hak asasi yang disebabkan penegakan hukum yang keliru karena penafsiran yang beraneka ragam dari pakar hukum pidana.

Anggota Majelis Hakim, Manahan MP Sitompul dalam sidang putusan yang digelar pada Rabu (7/9/2016), mengatakan khusus istilah "pemufakatan jahat" dalam Pasal 88 KUHP tidak dapat dipakai dalam perundang-undangan pidana lainnya.

"Sehingga 'pemufakatan jahat' dalam pasal 15 Undang-Undang a quo (yang digugat) tidak dapat mengacu pada Pasal 88 KUHP," ujar Manahan dalam persidangan di MK, Jakarta Pusat, Rabu.

"Oleh karena itu, seharusnya UU Tipikor memberi definisi atau menyebut secara jelas unsur-unsur pemufakatan jahat yang dimaksud dalam UU Tipikor," imbuh Manahan.

Ketua Majelis Hakim MK Arief Hidayat, mengatakan bahwa frasa "pemufakatan jahat" dalam pasal yang digugat bertentangan dengan UUD 1945.

"Sepanjang tidak dimaknai 'pemufakatan jahat adalah bila dua orang atau lebih yang mempunyai kualitas yang sama saling bersepakat melakukan tindak pidana'," ujar Arief.

Dengan demikian, lanjut dia, MK mengabulkan permohonan pemohon.

"Menyatakan, mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya," ujar Arief.

Saat kasus itu muncul ke permukaan, Setya Novanto sempat dicopot dari jabatannya sebagai Ketua DPR.

Ia kemudian digantikan oleh Ade Komarudin.

Namun setelah menang uji materi di MK, Setya kembali diangkat menjadi Ketua DPR hingga hari ini.

MKD pun telah memulihkan kembali nama baik Setya pada kasus Papa Minta Saham.

3. Korupsi KTP elektronik

Setelah terjerat kasus "Papa Minta Saham", politisi partai Golkar ini akhirnya menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi KTP Elektronik.

"KPK menetapkan saudara SN sebagai tersangka baru dalam kasus E-KTP," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di Kuningan, Jakarta, Senin (17/7/2017), dikutip dari Tribunnews.com.

Kasus ini terungkap setelah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazarudin, menuding Setya Novanto terlibat dalam korupsi pengadaan E-KTP.

Menurut Nazarudin, Setya Novanto berperan sebagai pengendali proyek E-KTP, bersama Ketua Umum Partai Demokrat saat itu, Anas Urbaningrum.

Namun, semua ucapan Nazaruddin dibantah oleh Setya Novanto.

Setya Novanto juga merasa keberatan atas status tersangka yang disematkan KPK kepadanya dalam dugaan korupsi e-KTP.

Ia kemudian mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada 4 September 2017.

Gugatan terdaftar dalam nomor 97/Pid.Prap/2017/PN Jak.Sel.

Gugatan ini kemudian ditindaklanjuti oleh pengadilan dan memutuskan bahwa penetapan status tersangka Setya Novanto tidak sah.

"Menyatakan penetapan pemohon Setya Novanto sebagai tersangka dinyatakan tidak sah," ujar hakim Cepi Iskandar dikutip dari Kompas.com.

Putusan dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/9/2017) pukul 17.30 WIB.

(TribunWow.com/Fachri Sakti Nugroho)

Sumber: Kompas.com
Tags:
Setya NovantoKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK)korupsi e-KTP
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved