Pengakuan Sarjana Psikologi yang Pilih Jadi Wanita Penghibur, 'Saya Memperlakukannya seperti Bisnis'
“CHARLEY” bergelar sarjana psikologi dan bekerja sebagai pekerja sosial di Queensland, Australia, hingga dua tahun lalu.
Editor: Galih Pangestu Jati
"Ada bukti daring dari para pria yang berbicara di forum dewasa tentang layanan yang bisa mereka dapatkan."
Membayar pajak
Charley tak senang melihat penghasilannya menurun.
"Tahun lalu, saya mengalami sekitar 50 persen penurunan pendapatan," akunya.
"Saya punya Nomor Wajib Pajak (ABN), saya membayar pajak sama seperti orang lain, dan saya memperlakukannya seperti bisnis."
Charley menjalani empat shift seminggu di rumah bordil Brisbane dan kemudian melakukan pekerjaan privat, di mana ia biasanya pergi ke rumah klien.
Ia lebih suka hanya bekerja di rumah pelacuran tapi membutuhkan pekerjaan privat untuk menambah penghasilannya.
Hamil 7 Kali dan Tak Dapat Anak Laki-laki, Pasangan Ini Malah Harus Berurusan dengan Polisi!
"Apakah saya ingin bekerja secara eksklusif di rumah pelacuran? Tentu, karena lebih aman," sebutnya sambil mengakui bahwa ia mendapatkan jauh lebih sedikit di rumah pelacuran.
"Saya menagih 150 dollar (atau setara Rp 1,5 juta) untuk layanan setengah jam. Di rumah bordil, saya mengenakan biaya yang sama, tapi bedanya di rumah bordil saya mendapatkan 55 persen."
Lebih dari sekadar pijat
Meskipun demikian, Charley ingin agar pemerintah setempat berbuat lebih banyak untuk mengatasi industri tempat pijat ilegal. "Yang dilakukan (pemerintah) belum cukup," katanya.
"Pemerintah sudah mulai melakukan sesuatu -mereka menarik visa pekerja terampil 457 mengingat para perempuan itu masuk dengan menyamar sebagai terapis pijat."
Ia mengatakan, para terapis pijat mengiklankan pijat antara 65 dan 90 dollar (atau setara Rp 650.000-900.000), namun menawarkan lebih dari sekadar pijat punggung sederhana.
Charley mengatakan, “Bukti dari efek yang mereka hadapi jelas terlihat saat Anda melihat apa yang terjadi setelah panti pijat ilegal ditutup di Townsville, Queensland.”