Breaking News:

Derita Kanker Agresif hingga Tak Bisa Jalan, Ketty Bermimpi Bisa Sekolah Lagi!

Sebuah bola melesat menghantam lutut Ketty. Nyeri yang menusuk langsung membuatnya terduduk.

Editor: Maya Nirmala Tyas Lalita
TRIBUN MEDAN/ARJUNA BAKKARA
SITI Khadijah atau Ketty (11), duduk bersama adiknya di kediaman mereka di Jalan Langkat No 6 Lingkungan IV, Kelurahan Belawan I, Kecamatan Medan Belawan, Senin (10/7). Ketty yang merupakan anak seorang buruh cuci dan penjemur ikan ini menderita penyakit Osteosarcoma, sejenis kanker tulang agresif, yang membuatnya tidak dapat berjalan dan berhenti sekolah. 

TRIBUNWOW.COM - Sebuah bola melesat menghantam lutut Ketty. Nyeri yang menusuk langsung membuatnya terduduk. Hari itu, pertengahan Desember 2016, dia menerima rapor. Seperti biasa, nilai-nilainya bagus. Ketty naik ke kelas enam dan dia pulang dengan senyum yang lebar. Namun tak lama. Senyum ini berganti ringis dan tangis, sampai sekarang.

Kisah Uus, Tempuh 20 Kilometer untuk Jual Lap dan Keset Meski Miliki Keterbatasan Fisik!

Hantaman bola membuat lututnya bengkak.

Menyangka puterinya sekadar terkilir, Nilawaty, ibu Ketty, membawanya ke tukang urut. Bengkak tak juga surut.

Malah membuatnya demam.

Waspadai 10 Tanda ketika Kamu sedang Stres! Nomor 4 Pasti Sering Kamu Alami

"Saya kemudian bawa dia ke puskemas. Tetap tak sembuh. Demamnya turun tapi kakinya tetap sakit," kata Nilawaty di rumahnya, Jalan Langkat No 6 Lingkungan IV, Kelurahan Belawan I, Kecamatan Medan Belawan, Senin (10/7/2017).

Dari hari ke hari kondisi kesehatan Ketty terus menurun.

Mula-mula hanya nyeri, lalu sakit yang lebih menusuk dan membuatnya sulit berjalan.

Pada satu hari di bulan Februari 2017, Ketty ambruk.

Kedua kakinya seperti tak mampu menopang berat tubuhnya.

Untuk pertama kalinya Nilawaty menyadari betapa sakit yang diderita Ketty bukan penyakit biasa.

Dan dokter yang memeriksa kemudian menyampaikan hal yang membuat dunianya seakan runtuh.

Ketty menderita Osteosarcoma, sejenis kanker agresif yang menyerang tulang-tulang berukuran besar pada bagian yang memiliki tingkat pertumbuhan tercepat, seperti tulang paha, tulang kering, tulang lutut, tulang bahu, dan tulang panggul.

Osteosarcoma diyakini berangkat kesalahan kode genetik pada DNA seorang anak.

 Bisa juga disebabkan oleh faktor eksternal, terutama radiasi.

Ketty lahir di Ulim, Aceh Timur, 13 Juli 2005.

Nilawaty dan suaminya Dhepriza memberi nama bayi mereka nama Siti Khadijah, mengikut nama istri Nabi Muhammad SAW, agar dapat meneladani perempuan mulia itu.

Meneladani sifat dan perilaku, juga kecerdasannya.

Bahwa oleh kawan-kawannya Siti Khadijah disapa Ketty yang kesannya jadi agak kebarat- baratan, yang konon berawal dari penggalan 'ti' pada nama depannya (dan entah siapa pula yang kemudian menambahinya dengan 'ket'), tak lantas memelencengkan harapan itu.

Ketty tumbuh menjadi anak yang selalu menyenangkan di antara kawan-kawannya, penurut dan patuh dan hormat pada orang tua dan orang-orang yang lebih tua.

Di sekolahnya, SD Muhammadiyah 04, Medan Belawan, Ketty selalu berprestasi.

"Waktu naik- naikan dari kelas empat ke kelas lima dia rangking tiga umum. Pintar anaknya, banyak punya bakat juga. Dia sering lolos seleksi untk mengikuti berbagai perlombaan. Seperti lomba puisi, menari, dan lainnya," kata Jumini, gurunya.

Menurut Jumini, Ketty menonjol dalam pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris.

"Satu kali Ketty pernah bilang dia bercita-cita jadi duta besar," ujarnya.

Penghasilan Minim

Setelah mendapat vonis menderita Osteosarcoma, Nilawaty membawa Ketty ke RSU Martha Friska.

Dua minggu dirawat, dokter merujuknya ke RSU Pusat H Adam Malik.

Alasannya, peralatan medis yang lebih lengkap sehingga memungkinkan dilakukan perawatan yang lebih baik.

Ketty dirawat di sini sampai menjelang lebaran kemarin.

Nilawaty membawanya pulang karena dua alasan.

Pertama menyangkut biaya.

Meski menggunakan layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Nilawaty tetap saja harus mengeluarkan biaya.

Ketty dirawat lebih dari satu bulan lamanya di RSUP Adam Malik.

Sepanjang waktu itu, tentu, dia harus keluar uang untuk membeli makanan dan keperluan lainnya.
Bagi kalangan berkecukupan tentu tak ada masalah.

Sebaliknya bagi Nilawaty. Dia bekerja tak tetap.

Kadangkala dia mendapatkan pekerjaan menjemur ikan asin di kawasan pergudangan di Gabion Belawan.

Dari pekerjaan ini dia hanya bisa mendapatkan antara Rp 50 ribu sampai Rp 70 ribu per hari. Bekerja sejak pagi sampai menjelang gelap.

Jika sedang tidak ada pekerjaan di Gabion, dia mencari pekerjaan serabutan lain.

Paling sering menjadi buruh cuci.

Di akhir pekan, kadang-kadang dia ditawari untuk membantu-bantu di dapur.

Tugasnya angkat cuci piring kotor.

Alasan kedua, Nilawaty khawatir Ketty mengalami depresi lantaran konsisi yang tidak juga membaik.

Kedua kakinya semakin mengecil.

Ketty sekarang bahkan sudah tak bisa berjalan sama sekali.

"Kalau mau apa-apa sekarang harus minta tolong mama. Kalau nggak ada mama, terpaksa ditahan-tahan. Lapar atau haus juga ditahan," kata Ketty.

Sering Ketty harus menahan haus dan lapar satu harian.

Juga menahan buang air. Apa boleh buat.

Jika mendapat pekerjaan tambahan, Nilawaty bisa pulang hingga larut malam.

Adiknya, Reihan, yang kadang-kadang ditinggalkan bersamanya di rumah, tidak dapat membantu apa-apa. Reihan baru empat tahun.

"Mau enggak mau harus kerja juga. Kadang dari jam 8 pagi. Kadang siang baru keluar. Kalau saya kerja, terpaksa Ketty di rumah. Saya kasihan. Kadang nggak tega. Terbayang bagaimana dia kesulitan. Tapi mau bagaimana lagi," katanya.

Puisi

Osteosarcoma bukan penyakit yang tidak bisa disembuhkan.

Kanker ini bisa digerus setidaknya lewat tiga langkah pascadilakukan proses biopsi tumor, tergantung pada tingkat keparahan dan lokasi kanker.

Yakni pembedahan, terapi radiasi dan kemoterapi, serta operasi pengangkatan tulang atau amputasi.

Dengan kata lain, sesungguhnya, masih ada harapan untuk sembuh. Namun begitulah.

Harapan ini sekarang mengabur, terhadang perkara yang memang sering kali tak bisa diajak kompromi.

"Aku tahu mama gak punya uang untuk membawa aku berobat. Maka setiap malam aku berdoa sama Tuhan. Aku mengaji. Supaya Tuhan memberikan aku kesembuhan. Aku yakin suatu hari Tuhan pasti tolong kami," kata Ketty.

Siti Khadijah atau Ketty (11), menulis di atas tempat tidur di rumahnya di Jalan Langkat No 6 Lingkungan IV, Kelurahan Belawan I, Kecamatan Medan Belawan, Senin (10/7).
Siti Khadijah atau Ketty (11), menulis di atas tempat tidur di rumahnya di Jalan Langkat No 6 Lingkungan IV, Kelurahan Belawan I, Kecamatan Medan Belawan, Senin (10/7). (TRIBUN MEDAN/ARJUNA BAKKARA)

Harapan untuk sembuh memang terus dijaga Ketty.

Dia tetap menjaga semangat.

Seperti ditulisnya pula dalam puisi berjudul Secercah Harapan.

Ya Allah ya Tuhanku...
Kau maha pendengar doaku.
Dalam diriku ada tersimpan permata.
Hanya buat seorang mama

Di sisi tilam tempatnya sehari-hari berbaring, bertumpuk buku-buku. Ada buku bacaan populer ada buku-buku pelajaran.

Ketty menyimpan harapan untuk sembuh dan suatu saat bersekolah kembali. (Tribun Medan/Arjuna Bakkara) 

Sumber: Tribun Medan
Tags:
Aceh TimurOsteosarcomaRSU Pusat H Adam Malik
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved