Bagaimana Kita Bisa Jatuh Cinta?
Bagi banyak orang, cinta lebih banyak melibatkan hati daripada otak. Namun, para ilmuwan memiliki pendapat berbeda.
Editor: Galih Pangestu Jati
TRIBUNWOW.COM - Bagi banyak orang, cinta lebih banyak melibatkan hati daripada otak.
Namun, para ilmuwan memiliki pendapat berbeda.
Menurut mereka, jatuh cinta membutuhkan beberapa perubahan kompleks pada otak agar dapat terjadi, terutama pada sistem reward.
Diungkapkan dalam artikel kajian terhadap berbagai penelitian cinta, Lisa Damond dan Janna Dickenson dari University of Utah menemukan bahwa cinta yang bersifat romantis secara konsisten melibatkan aktivitas ventral tegmenta area (VTA) dan caudate nucleus.
Kedua area pada otak tersebut merupakan bagian penting dalam sistem reward yang mengatur jalannya dopamin di dalam otak.
Dengan kata lain, Anda terus-terusan ingin bertemu dengan orang tersebut pada tahap awal cinta karena si dia membuat Anda merasa senang.
Apakah Cinta Selamanya Memang Ada? Ternyata Begini Faktanya!
Jika terus-terusan diasah, perasaan ini kemudian berubah menjadi perasaan cinta yang lebih dalam.
Menurut hasil penelitian asisten profesor psikologi Xiaomeng Nu dan kandidat doktor Ariana Tart-Zelvin dari Idaho State University, selama hubungan Anda dan dia memuaskan, memikirkan si dia tidak hanya akan membuat Anda merasa senang saja, tetapi juga lebih kebal terhadap stres, perasaan negatif, dan bahkan rasa sakit fisik.
Nu dan Tart-Zelvin juga menulis dalam artikelnya untuk Scientific American bahwa walaupun tahap awal dari cinta romantis yang membuat Anda berdebar-debar terasa berbeda dengan cinta yang sudah dirawat selama bertahun-tahun, tetapi otak tidak selalu mengetahui perbedaannya.
Hal ini pun dibuktikan dalam sebuah studi oleh Bianca Acevedo, seorang peneliti dari University of California.
Acevedo menemukan bahwa para partisipan yang telah menikah selama 20 tahun dan masih merasakan cinta membara bagi pasangannya memiliki aktivitas otak yang serupa dengan partisipan yang baru jatuh cinta.
Pola otak ini juga ditemukan pada semua jender, budaya, dan orientasi seksual.
Benarkah Kondom Bisa Cegah Penyakit Menular Seksual? Begini Faktanya!
Namun, tidak semua jenis cinta memiliki pola aktivitas otak yang sama.