Terkuak Fakta Lengsernya Soeharto 19 Tahun Lalu, Demo Mahasiswa, Cak Nur hingga Peran 14 Menteri Ini
Ternyata sebelum pidato pengunduran diri terjadi, sempat ada gejolak sehingga Soeharto benar-benar memutuskan untuk berhenti setalah 32 tahun menjabat
Penulis: Tinwarotul Fatonah
Editor: Tinwarotul Fatonah
TRIBUNWOW.COM - "Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, kamis 21 Mei 1998."
Sepenggal kalimat dalam pidato pengunduran diri Presiden RI kedua, Soeharto, yang disambut gemuruh suka cita ribuan mahasiswa di Gedung MPR/DPR.
Melansir dari laman Instagram @infia_fact, menuliskan suasan saat pidato pengunduran diri Soeharto, Gedung MPR/DPR hendak roboh diguncang ledakan pekik-gaung yang muncul serentak.
19 Tahun Lalu: Demonstran Kuasai Parlemen, Soeharto Nyatakan Mundur dari Jabatan Presiden
Inilah bunyi keseluruhan pidato pengunduran diri Presiden Soeharto, dilansir dari Tribun-video.com.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sejak beberapa waktu terakhir, saya mengikuti dengan cermat perkembangan situasi nasional kita, terutama aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.
Atas dasar pemahaman saya yang mendalam terhadap aspirasi tersebut, dan terdorong oleh keyakinan bahwa reformasi tersebut perlu dilaksanakan secara tertib, damai dan konstitusional demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan nasional, saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII.
Namun demikian, kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut.
Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara yang sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.
Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik.
Oleh karena itu dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945, dan setelah dengan sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, kamis 21 Mei 1998.
Pernyataan saya berhenti dari jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia, saya sampaikan di hadapan Saudara-saudara pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang juga adalah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sesuai dengan Pasal 8 UUD 45, maka Wakil Presiden Republik Indonesia Prof. H. BJ Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden Mandataris MPR 1998-2003.
Atas bantuan dan dukungan rakyat selama saya memimpin negara dan bangsa Indonesia ini, saya ucapkan terima kasih dan minta maaf bila ada kesalahan dan kekurangannya. Semoga Bangsa Indonesia tetap jaya dengan Pancasila dan UUD 45-nya.
Mulai ini hari Kabinet Pembangunan ke VII demisioner dan pada para menteri saya ucapkan terima kasih.
Oleh karena keadaan tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan pengucapan sumpah di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat, maka untuk menghindari kekosongan pimpinan dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, kiranya Saudara Wakil Presiden sekarang juga agar melaksanakan pengucapan sumpah jabatan presiden di hadapan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Jokowi Gunakan Cara Presiden Soeharto untuk Lawan Kelompok Ini
Ternyata sebelum pidato tersebut terjadi, sempat ada gejolak sehingga Soeharto benar-benar memutuskan untuk berhenti setalah 32 tahun menjabat.
Melansir berita sebelumnya, saat itu, tepatnya tanggal 20 Mei 1998, Gedung Parlemen DPR/MPR, Senanya sudah dikuasai ribuan mahasiswa yang berdemonstrasi menuntut reformasi.
Soeharto kemudian berencana membentuk Komite Roformasi, yang hadir berdampingan dengan Kabinet Reformasi untuk menjawab desakan mahasiswa.
Ia pun mengundang 9 tokoh ke Istana Negara dan menunjuk mereka menjadi anggota Komite Reformasi tersebut.
Namun, 9 tokoh yang terdiri dari Nucholish Madjid (Cak Nur), Abdurrahman Wahid, Emha Ainun Nadjib, Ali Yafie, Cholil Baidowi, Malik Fadjar, Achmad Bagdja, Sumarsono, dan Ma'aruf Amin, menolak usulan Soeharto.
Waktu itu Yusril Ihza Mahendra turut hadir, mengikuti ajakan Cak Nur, sebagai ahli tata negara.
Secara terang-terangan yang dimulai dari Cak Nur menyatakan menolak padahal ia yang ditunjuk untuk menjadi ketua.
"Jika orang yang moderat seperti Cak Nur tak lagi mempercayai saya, maka sudah saatnya bagi saya untuk mundur," kata Soeharto kepada para undangan seperti dikutip Ahmad Gaus AF dalam Api Islam Nurcholish Madjid: Jalan Hidup Seorang Visioner.
Tak hanya sembilan tokoh tersebut yang telah membuat Soeharto seperti tak berdaya.
Menteri-menteri Soeharto juga mulai meninggalkannya, seperti yang ditulisakan dalam caption @infia_fact.

Cerita Soeharto yang Memiliki 200 Paranormal untuk Membentengi Kekuasaannya
Di Gedung Bappenas, 14 menteri bidang ekonomi dan industri menggelar pertemuan dan sama-sama bersepakat untuk tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi atau Kabinet Reformasi bentukan Soeharto.
Opsi apapun bersama Soeharto bukan lagi pilihan.
14 menteri itu lantas berkirim surat kepada Soeharto yang kemudian dibaca Soeharto dengan perasaan terpukul.
Surat itu, pada alinea pertama, sudah langsung menyatakan secara tersirat bahwa Soeharto harus mundur.
Ke-14 menteri yang meninggalkan Soeharto yaitu Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Gri Suseno Hadihardjono, Haryanto Dhanutirto, Justika S Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo L Sambuaga, dan Tanri Abeng.
Akhirnya tepat pada 21 Mei pukul 09.00 WIB, di Ruang Credential Istana Merdeka, Soeharto menyatakan berhenti atau mundur dari jabatan Presiden Indonesia dan membacakan pidato seperti di atas. (TribunWow.com/Tinwarotul Fatonah)