Vonis Ahok Tuai Keprihatinan dari Pemerintah Belanda, Dewan HAM PBB dan Organisasi HAM Internasional
Beberapa organisasi internasional yang aktif dalam penanganan HAM di dunia menyampaikan keprihatinan atas kondisi HAM di Indonesia pasca vonis Ahok.
Penulis: Fachri Sakti Nugroho
Editor: Tinwarotul Fatonah
TRIBUNWOW.COM - Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menarik perhatian Majelis Rendah (Tweede Kamer) Belanda.
Majelis Rendah (Tweede Kamer) Belanda menyerukan Menteri Luar Negeri, Bert Koenders, untuk mengajukan permohonan kepada Indonesia supaya membebaskan Ahok.
Desakan dari Majelis Rendah ini diberitakan oleh harian terbesar Belanda, De Telegraaf, edisi Rabu (10/5/2017).
De Telegraaf adalah satu di antara surat kabar terbesar yang ada di Belanda.
Surat kabar yang didirikan pada tahun 1893 ini juga memiliki portal berita digital terbesar.
Seruan Majelis Rendah Belanda ini didukung oleh delapan partai utama di Belanda, bahkan partai yang saat ini berkuasa.
Antara lain adalah, Partai Demokrat Kristen Belanda (Christen-Democratisch Appèl/CDA), Partai Rakyat untuk Kebebasan Demokrasi (Volkspartij voor Vrijheid en Democratie/VVD), Partai untuk Kebebasan (Partij voor de Veijheid/PVV), dan Partai Sosialis (Socialistische Partij/SP).
• Ahok Jadi Trending Topik Dunia, Tak Terduga Ini yang Disoroti Bikin Geleng-geleng Kepala
Koenders juga didesak untuk membawa keprihatinan Belanda ini ke Uni Eropa (UE) di Brussels.
Hal ini agar Belanda menadpat dukungan dari Uni Eropa (UE) atau setidaknya Belanda dapat mewakili suara UE.
Sebelumnya, di surat kabar De Telegraaf telah diberitakan bahwa Gubernur Kristen Ahok divonis dua tahun penjara.
Dikutip dari Kompas.com, De Telegraaf mengungkapkan jika hukuman itu lebih tinggi dari yang diperkirakan, merujuk pada tuntutan jaksa.
Kasus Ahok juga dipandang sebagai ujian toleransi bagi Indonesia.
“Kasus tersebut dipandang sebagai ujian toleransi beragama di negara berpenduduk mayoritas adalah memeluk Islam,” tulis media De Telegraaf, dikutip dari Kompas.com.
• Ada Apa dengan Angka Keramat 51? Beredar 4 Fakta yang Dikaitkan pada Kehidupan dan Kekalahan Ahok
Vonis Ahok tuai respon organisasi HAM di dunia
Beberapa organisasi internasional yang aktif dalam penanganan Hak Azasi Manusia (HAM) di dunia menyampaikan keprihatinan atas kondisi HAM di Indonesia pasca vonis yang dijatuhkan kepada Ahok.
Bahkan Dewan HAM PBB untuk kawasan Asia turut berkicau dalam akun Twitternya.
Mereka mengungkapkan keprihatinannya atas hukuman penjara terhadap dugaan penistaan agama Islam.
Dewan HAM PBB juga meminta Indonesia untuk mengkaji ulang pasal penistaan agama yang ada dalam Undang-Undang Hukum Pidana.
 
Keprihatinan juga disampaikan oleh Amnesti Internasional.
Mereka menyatakan jika putusan hakim tersebut busa merusak reputasi Indonesia yang selama ini dikenal toleran.
Ditambahkan, meskipun apa yang disebut sebagai UU penistaan agama – Dekrit Presiden No.1/PNPS/1965 dan KUHPidana Pasal 156a – “hanya” digunakan untuk mengadili sekitar 10 orang antara tahun 1965-1998, tetapi menurut catatan Amnesti ada 106 orang yang diadili dan dihukum dengan menggunakan aturan itu antara tahun 2005-2014.
• Bukan Sedih Gara-gara Ahok, Ternyata Ini Alasan Djarot Nangis di Depan Ribuan Massa di Balai Kota
Delegasi Uni Eropa (UE) untuk Indonesia juga menyerukan pada pemerintah dan rakyat Indonesia untuk tetap mempertahankan tradisi toleransi dan pluralisme yang selama ini dikagumi dunia.
“Indonesia dan UE telah sepakat untuk memajukan dan melindungi HAM, seperti kebebasan berpikir, hati nurani, beragama dan kebebasan berpendapat,” demikian petikan pernyataan UE yang dikutip dari Kompas.com.
Ditambahkan, “Uni Eropa secara konsisten menyatakan bahwa undang-undang yang mengkriminalisasikan penistaan agama apabila diberlakukan secara diskriminatif dapat menjadi penghambat gawat terhadap kebebasan mengemukakan pendapat dan beragama”.
ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR) juga menyatakan hal yang sama.
APHR menyatakan putusan hakim atas Ahok bisa membuat posisi Indonesia sebagai pemimpin kawasan, “berada dalam bahaya dan meningkatkan keprihatinan tentang masa depan Indonesia sebagai masyarakat yang terbuka, toleran dan beragam.”
Charles Santiago, Ketua APHR mengungkapkan bahwa putusan itu semakin membuat kelompok-kelompok garis keras semakin berani dan membuat pasal-pasal penistaan agama dalam undang-undang hukum pidana Indonesia.(TribunWow.com/Fachri Sakti Nugroho)
 
							 
                 
											 
											 
											 
											