Breaking News:

Jejak Idjon Djanbi Pendiri Kopassus: Petani yang Menikahi Wanita Sunda dan Masuk Islam

Mantan prajurit komando Belanda inilah yang mengasah mental dan fisik anggota TNI AD terpilih, untuk pertama kali, dilatih menjadi prajurit tangguh.

Editor: Mohamad Yoenus
Angkasa
Idjon Djanbi 

Tanggal 2 November 1951, Kolonel Kawilarang mendapat tugas baru menjadi Panglima Tentara & Teritorium III/Siliwangi, Jawa Barat.

Kawilarang ingin mewujudkan cita-cita rekan seperjuangannya Letkol Slamet Rijadi untuk membentuk pasukan berkualifikasi komando. \

Pasukan khusus semakin dibutuhkan untuk menghadapi rongrongan DII/TII pimpinan Kartosowiryo di wilayah Jawa Barat yang semakin meningkat.

Gagasan ini sulit terwujud tanpa menemukan pelatih berkualifikasi komando.

Akhirnya Kawilarang memperoleh informasi soal Idjon Djanbi. Ia lalu memanggil mantan ajudannya Letda Sugiyanto yang sudah pernah dididik Idjon Djanbi.

Terhitung 1 April 1952, atas keputusan Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, memutuskan bahwa Idjon Djanbi diangkat menjadi mayor infanteri TNI AD dengan NRP 17665.

Lalu ia lapor diri kepada Kolonel Kawilarang selaku Panglima Komando Tentara & Terirorium III/Siliwangi untuk menerima tugas.

Mayor (Inf) Idjon Djanbi segera melatih kader perwira dan bintara untuk membentuk pasukan khusus.

Tanggal 16 April 1952 dibentuklah pasukan khusus dengan nama Kesatuan Komando Teritorium Tentara III/Siliwangi disingkat Kesko III di bawah komando Mayor Inf Idjon Djanbi. Inilah tanggal yang dijadikan hari jadi Kopassus hingga saat ini.

Satu tahun kemudian satuan yang baru dibentuk ini diambil alih kendalinya langsung di bawah Markas Besar Angkatan Darat (MBAD).

Tanggal 14 Januari 1953, Kesko III berganti nama menjadi Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD).

Lanjut pada 25 Juli 1955, KKAD berubah nama menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) di bawah komando Mayor Mochammad Idjon Djanbi.

Setahun kemudian, RPKAD menyelenggarakan pelatihan terjun payung pertama. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan pasukan komando di Margahayu Bandung.

Langkah ini diambil karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang besar. Idjon Djanbi menginginkan prajurit RPKAD memiliki bekal sebagai pasukan payung, sehingga dapat digerakkan ke medan operasi menggunakan pesawat.

Dibuang

Masih di tahun 1956, pimpinan MBAD melihat celah untuk mengambil alih kepemimpinan RPKAD ke orang Indonesia.

Buntutnya, Mayor Idjon Djanbi ditawari jabatan baru yang jauh dari urusan pelatihan komando dengan menjadi koordinator Staf Pendidikan pada Inspektorat Pendidikan dan Latihan (Kobangdiklat).

Idjon Djanbi meminta pensiun dini akhir 1957. Idjon Djanbi yang telah menjadi WNI diberi jabatan mengepalai perkebunan milik asing yang telah dinasionalisasi.

Selepas dari sana ia berbisnis di bidang pariwisata dengan usaha penyewaan bungalow di Kaliurang, Yogayakarta.

Suatu hari di tahun 1977, Idjon Djanbi mengendarai mobil bersama keluarganya berlibur ke Yogyakarta.

Tiba di sana, ia mengeluhkan sakit hebat di bagian perutnya. Keluarga segera membawanya ke rumah sakit Panti Rapih.

Hasil diagnosa dokter diketahui bahwa Idjon Djanbi mengalami usus buntu dan harus dioperasi.

Usai dua minggu dioperasi tidak kunjung sembuh malah bertambah parah. Ternyata usus besarnya turut bermasalah, sehingga jiwanya tidak tertolong lagi.

Idjon Djanbi tutup usia di rumah sakit Panti Rapih pada 1 April 1977. Keluarga memutuskan memakamkannya di TPU Yogyakarta.

Idjon Djanbi dikebumikan jauh dari tembakan salvo penghormatan sebagai Bapak Kopassus Indonesia yang sangat berjasa mencetak Pasukan Komando berkelas dunia yang kini dikenal dengan nama Kopassus. (ian/angkasa)

Tags:
Idjon DjanbiKopassusSundaBelandaDedek PrayudiFahri HamzahTwitter
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved