Fahri Hamzah 'Inilah Surat yang Diam-diam Telah KPK Terbitkan' Soal Nazaruddin
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah menuliskan cuitannya soal Komisi Pemberantasan Korupsi atas kasus Nazaruddin
Penulis: Woro Seto
Editor: Woro Seto
TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Fahri Hamzah menuliskan cuitannya soal Komisi Pemberantasan Korupsi atas kasus Nazaruddin, Kamis (11/1/2018).
Hal tersebut ia tuliskan di akun Twitter pribadinya @Fahrihamzah.
"Inilah surat yang telah KPK secara diam2 terbitkan.
Surat No. 437/26/XI/2017
Tgl 17 Nopember 2017
Ketebelece dan surat sakti," tulisnya.
Selain menuliskan cuitannya, Fahri Hamzah mengunggah sebuah foto surat tersebut.
VIRAL: Reaksi Polos dan Kocak Bianca Jodie Usai Dengar Keputusan Juri Indonesian Idol Bikin Gemes
Dalam surat tersebut tertulis "keterangan tidak ada perkara lain an. Mohammad Nazaruddin."
Setelah itu, Fahri Hamzah menyebut adanya 162 kasus yang sebenarnya menjerat nama Nazaruddin.
"Kepentingan publik adalah tegaknya hukum dan kembalinya uang negara. Soal persilatan lawyer dan KPK itu sandiwara kalian. Faktanya 14 pengembalian uang tidak diproses dan kerugian negara tidak dihitung BPK dan BPKP. Sementara itu nazar yg memiliki 162 kasus mulai bebas.
Korupsi EKTP
Pada tahun 2014, menyeruak kasus korupsi EKTP.
Terkait megakorupsi itu, Nazarudin dinyatakan sebagai saksi.
Nazaruddin siap membantu KPK untu mengupas kasus EKTP.
Kasus yang telag menjerat Nazaruddin
Diketahui, Nazaruddin telah terbukti secara sah dan meyakinkan menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang.
Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Muhammad Nazaruddin, divonis enam tahun penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (15/6/2016). Nazaruddin juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan.
POPULER: Ekspresi Roro Fitria Kendarai Mobil Sport Mewah dan Disambut Tepuk Tangan Warga Jadi Sorotan Netizen
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melakukan korupsi dan pencucian uang sebagaimana dakwaan kesatu primer, dakwan kedua, dan ketiga," ujar Ketua Majelis Hakim Ibnu Basuki di Pengadilan Tipikor.
Dalam amar putusan, majelis hakim menyatakan vonis penjara terhadap Nazaruddin tidak dipotong masa tahanan. Nazaruddin memang telah berada di dalam tahanan atas putusan pengadilan dalam dakwaan yang berbeda.
Gratifikasi dan pencucian uang
Dalam sidang putusan kali ini, Nazaruddin didakwa menerima gratifikasi dari PT Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di sektor pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya mencapai Rp 40,37 miliar.
Saat menerima gratifikasi, Nazar masih berstatus sebagai anggota DPR RI. Nazar juga merupakan pemilik dan pengendali Anugrah Grup yang berubah nama menjadi Permai Grup.
Nazaruddin juga didakwa melakukan pencucian uang dengan membeli sejumlah saham di berbagai perusahaan yang uangnya diperoleh dari hasil korupsi.
Pembelian sejumlah saham yang dilakukan Nazaruddin dilakukan melalui perusahaan sekuritas di Bursa Efek Indonesia menggunakan perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Permai Grup, kelompok perusahaan milik Nazar.
Berdasarkan surat dakwaan, sumber penerimaan keuangan Permai Grup berasal dari fee dari pihak lain atas jasanya mengupayakan sejumlah proyek yang anggarannya dibiayai pemerintah.
Dari uang tersebut, salah satunya Nazaruddin membeli saham PT Garuda Indonesia sekitar tahun 2011, menggunakan anak perusahaan Permai Grup.
VIRAL: Top Seleb! Wajah Istri dan Anak Daniel Mananta hingga Millendaru Mengaku Ingin Jadi Cewek Sejak Bayi
Korupsi wisma atlet
Dilansir dari Kompas.com, pada 20 April 2012, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan pidana 4 tahun 10 bulan dan denda Rp 200 juta kepada Nazaruddin.
Di persidangan, Nazaruddin terbukti menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar berupa lima lembar cek yang diserahkan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris kepada dua pejabat bagian keuangan Grup Permai, Yulianis dan Oktarina Fury. Cek tersebut disimpan di dalam brankas perusahaan.
Nazar juga dinilai memiliki andil membuat PT DGI menang lelang proyek senilai Rp 191 miliar di Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Mahkamah Agung kemudian memperberat hukuman Nazaruddin, dari 4 tahun 10 bulan menjadi 7 tahun penjara. MA juga menambah hukuman denda untuk Nazaruddin dari Rp 200 juta menjadi Rp 300 juta.
MA membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menyatakan Nazaruddin terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
MA menilai Nazaruddin terbukti sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 12b Undang-Undang Pemberantasan Tipikor, sesuai dakwaan pertama. Jika di pengadilan tingkat pertama Nazaruddin hanya terbukti menerima suap saja, menurut MA, dia secara aktif melakukan pertemuan-pertemuan. (TribunWow.com/Woro Seto)