Banyak Membual, Mungkinkah Dwi Hartanto Idap Kelainan Psikologis?
Kebohongan demi kebohongan terus dilontarkan oleh Dwi Hartanto, sosok yang digadang-gadang akan menjadi 'The Next Habibie'.
Editor: Galih Pangestu Jati
TRIBUNWOW.COM - Kebohongan demi kebohongan terus dilontarkan oleh Dwi Hartanto, sosok yang digadang-gadang akan menjadi 'The Next Habibie'.
Beberapa kebohongan Dwi yang akhirnya terbongkar antara lain mengaku sebagai salah satu peneliti dalam acara Visiting World Class Professor, mengklaim sebagai lulusan Tokyo University, atau mengaku sebagai post-doctoral Asisten Profesor di Technische Universiteit (TU) Delft.
Untung saja kebohongan-kebohongan tersebut akhirnya terbongkar.
“Bilamana kebohongan ini berlanjut dan Dwi Hartanto diberikan posisi di bidang Aerospace Engineering yang bukan merupakan keahliannya, tentunya akan sangat membahayakan keselamatan jiwa banyak orang,” kata Deden Rukmana, Professor and Coordinator of Urban Studies and Planning di Savannah State University.
Berbicara tentang kebohongannya, 'hobi' yang dimiliki oleh Dwi ini sebenarnya tergolong sebagai penyakit psikologis, yaitu mithomania.
Sosok Pengunjung Spa Gay di Gambir, Ada yang Puas hingga Bergidik Geli Saat Keluar!
Mithomania adalah gangguan yang membuat penderitanya berbohong tanpa sadar tanpa tujuan untuk menipu.
Dalam ilmu psikologi, istilah mithomania diberikan kepada orang yang sering berbohong dan menganggap kebohongan yang dilakukannya adalah nyata.
Ini tentu berbeda dengan kebohongan biasa, karena penderita tidak sadar ia tengah berbohong karena ia menceritakan khayalan yang ada di kepalanya saja.
Orang seperti ini tidak merasa berbohong itu adalah sebuah kesalahan dan berefek buruk bagi dirinya dan orang lain.
Baginya, yang penting orang lain mendengarkan dan mengakui cerita yang dibuat-buat olehnya.
Ia bahkan tidak merasa bersalah dengan kebohongan itu, karena ‘kebohongannya’ merupakan caranya untuk lari dari kenyataan yang ditolaknya.
Asal muasal gangguan ini adalah kegagalan-kegagalan yang tidak dapat ditanggung oleh orang tersebut.
Dirinya terlalu lemah untuk menerima kejatuhan dan kegagalan.
Kegagalan keluarga, studi, pekerjaan, asmara, dan masalah hidup lainnya menjadi penyebab gangguan ini.