TRIBUNWOW.COM - Sebanyak 10 pahlawan revolusi nasional tewas dan lenyap pada peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S).
Peristiwa itu menjadi tragedi kelam dalam sejarah Indonesia dan selalu diperingati pada 30 September di setiap tahunnya.
Dikutip dari kominfosandi.kamparkab.go.id, peristiwa G30S PKI ini terjadi tepat pada pergantian tanggal dari 30 September atau 1 Oktober 1965.
G30S memiliki tujuan untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno serta ingin menganntikan negara Indonesia menjadi negara Komunis.
Baca juga: Peringatan G30S, Ini Daftar 25 Ucapan untuk Mengenang 10 Pahlawan Revolusi yang Gugur dan Lenyap
Pada peristiwa G30S ini, terdapat perwira TNI AD yang menjadi korban penculikan dari PKI, dan difitnah telah melakukan makar kepada presiden Soekarno melalui Dewan Jendral.
Para perwira itu dijemput paksa untuk dibawa ke Lubang Buaya.
Setelah di Lubang Buaya para perwira itu disiksa dan dibunuh, lalu di masukkan ke sumur yang berada di wilayah Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Terdapat sembilan perwira TNI AD dan seorang polisi yang menjadi korban kekejian dari G30S PKI.
Dikutip dari Kompas.tv, inilah nama, pangkat hingga jabatan para korban G30S PKI yang dikenang menjadi pahlawan revolusi.
Profil Para Pahlawan Revolusi G30S PKI
1. Ahmad Yani
Jendral Ahmad Yani lahir di Purworejo pada 19 Juni 1922, memiliki pangkat terakhir Jendral Anumerta TNI.
Saat detik terakhirnya, Jendral Ahmad Yani ini memegang jabatan sebagai Mentri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staff Komando Operasi Tinggi.
Saat peristiwa G30S PKI itu, Jendral Ahmad Yani dinyatakan meninggal di Lubang Buaya, Jakarta Timur, pada 1 Oktober 1965.
2. Raden Soeprapto
Pahlawan revolusi satu ini lahir di Purwokerto pada 20 Juni 1920.
Terakhir hidupnya, ia memiliki pangkat Letnan Jendral Anumerta TNI dengan jabatan terakhir sebagai Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi.
Letjen Raden Soeprapto meninggal pada 1 Oktober 1965di Lubang Buaya, Jakarta Timur.
3. Mas Tirtodarmo Haryono
Mas Tirtodarmo kelahiran Surabaya, 20 Januari 1920 dengan pangkat terakhirnya Letnan Jendral Anumerta TNI.
Memiliki jabatan terakhir sebagai Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan.
Letjen Mas dinyatakan meninggal pada 1 Oktober 1965 di Lubang Buaya, Jakarta Timur.
4. Siswondo Parman
Pahlawan ini lahir di Wonosobo pada 4 Agustus 1918 dan memiliki pangkat letnan Jendral Anumerta TNI.
Jabatan terakhir yang dipegang ialah Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen, dan meniggal 1 Oktober 1965 di Lubang Buaya.
Baca juga: Misteri Keberadaan Soeharto saat Peristiwa G30S Terjadi, Mengapa Tidak Ikut Diculik dan Dibunuh PKI?
5. Donald Isaac Panjaitan
Donald lahir di Balige, Tapanuli pada 9 Juni 1925 yang memiliki pangkat terakhir Mayor Jendral Anumerta TNI.
Memiliki tugas sebagai Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik.
Meninggal di Lubang Buaya, Jakarta Timur pada 1 Oktober 1965.
6. Sutoyo Siswomiharjo
Pahlawan kelahiran Kebumen pada 28 Agustus 1922 ini memiliki pangkat terakhir Mayor Jendral Anumerta TNI.
Dengan jabatan terakhirnya Inspektur Kehakiman/Oditur Jendral Angkarat Darat, ia dinyatakan meniggal di Lubang Buaya pada 1 Oktober 1965.
7. Pierre Andreas Tendean
Pierre lahir di Cikini, Jakarta Pusat pada 21 Februari 1939 dengan pangkat terakhir Kapten Anumerta TNI.
Jabatannya sebagai Ajudan Menteri Pertahanan dan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal TNI Abdul Harris Nasution.
Kapten Pierre meninggal pada 1 Oktober 1965 di Lubang Buaya, Jakarta Timur.
8. Karel Satsuit Tubun
Pria kelahiran Tual, Maluku Tenggara pada 14 Oktober 1928 ini memiliki pangkat terakhir Ajin Inspektur Polisi Dua (Aipda) Anumerta Polri.
Jabatan terakhirnya ialah Pengawal Kediaman Resmi Wakil Perdana Menteri III Johannes Leimena.
Beda dari pahlawan yang lain, Aipda Karel meninggal di Dr. Johannes Lemeina, Jakarta pada 1 Oktober 1965.
9. Katamso Darmokusumo
Katamso lahir di Sragen, 5 Februari 1923 dengan pangkat terakhirnya Brigadir Jendral (Brigjen) Anumerta TNI.
Memiliki jabatan Komandan Korem 072/Pamungkas berlokasi di Yogyakarta.
Brigjen Katamso meninggal di Kentungan, Yogyakarta pada 1 Oktober 1965.
10. Sugiyono Mangunwiyoto
Sugiyono lahir di Ponjong, Gunung Kidul pada 12 Agustus 1926 dan memiliki pangkat terakhirnya Kolonel Aumerta TNI.
Memiliki jabatan Kepala Staff Korem 072/Pamungkas di Yogyakarta, dan meninggal pada 1 Oktober 1965.
11. Ade Irma Suryani Nasution
Ade lahir pada 19 Februari 1960 yang saat itu merupakan anak dari Jendral Besar Dr. Abdul Haris Nasution.
Ia meninggal pada 6 Oktober 1965, tepat berusia 5 tahunan karena tertembak saat berusaha menjadi tameng ayahnya.
Hal itu berdasarkan Keputusan Presiden No 111/KOTI/1965 tanggal 5 Oktober 1965 (untuk 1-7), No 114/KOTI/1965 tanggal 5 Oktober 1965 (untuk 8), dan No. 118/KOTI/1965 tanggal 19 Oktober 1965 (untuk 9-10).
Gelar Pahlawan Revolusi juga diakui sebagai gelar Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan UU 20/2009 tantang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Sejarah Peristiwa G30S
Dikutip dari Gramedia.com, peristiwa G30S merupakan pengkhianatan yang paling besar di Indonesia.
Tepat pada pergantian tanggal dari 30 September ke 1 Oktober, peristiwa G30S ini melibatkan Pasukan Cakrabirawa dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
G30S ini mempunyai tujuan untuk menurunkan Presiden Soekarno saat itu dan menginginkan penmerintahan Indonesia menjadi pemerintahan komunis.
G30S dipimpin oleh Dipa Aidit yang sekaligus dalang di balik peristiwa kelam saat itu.
Dengan caranya menghasut warga Indonesia agar mendukung PKI, Dipa Aidit juga memberi iming-iming Indonesia akan maju di bawah kekuasaan PKI.
Aidit satu komando dengan Komandan Batalyon I Tjakrabirawa, yakni Letnan kolonel Untung Samsoeri.
G30S ini bertujuan untuk menculik dan membawa paksa jendral-jendral AD ke Lubang Buaya untuk dibunuh.
Ada beberapa nama jendral dan perwira tinggi yang menjadi korban kekejaman G30S, yaitu:
Letnan Jendral Anumerta Ahmad Yani;
Mayor Jendral Raden Soeprapto;
Mayor Jendral Mas Tirtodarmo Haryono;
Mayor Jendral Siswondo Parman;
Brigadir Jendral Donald Isaac Panjaitan;
Brigadir Jendral Sutoyo Siswodiharjo;
Lettu Pierre Andreas Tendean.
PKI beralasan, para jenderal itu akan melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno melalui Dewan Jenderal.
Kronologi G30S yang Dipimpin oleh Letkol Untung
Komandan Batalyon I Resimen Tjakrabirawa Letkol (Inf), Untung Samsoeri menuju Lubang Buaya untuk inspeksi dan memimpin upaya kudeta yang akan mengubah garis sejarah pada 1 Oktober 1965.
Kudeta itu awalnya bernama Takari dan diubah menjadi Gerakan 30 September agar tidak berbau politik maupun militer.
Pimpinan PKI, Aidit, memerintahkan untuk pelaksanaannya ditunda menjadi 1 Oktober saat pasukan sudah lengkap.
Menjelang pelaksanaan, Wakil Presiden Mohammad Hatta dicoret sebagai sasaran.
Tujuannya, untuk menyamarkan kudeta sebagai konflik internal.
Dilansir laman Kompas.com, Letkol Untung membagi eksekutor ke dalam tiga satuan tugas.
Satgas Pasopati pimpinan Letnan I (Inf), Abdul Arief, bertugas menangkap tujuh jenderal yang jadi sasaran.
Satgas Bimasakti dipimpin Kapten (Inf) Batalyon 530/Brawijaya, Soeradi Prawirohardjo, bertugas mengamakan ibu kota dan menguasai kantor Pusat Telekomunikasi dan Studio RRI Pusat.
Sementara Satgas pringgodani di bawah Mayor Soejono, menjaga di sekeliling wilayah Lubang Buaya.
Letkol Untung bersama kolonel (Inf) Latief menuju Gedung Biro Perusahaan Negara Aerial Survey (Penas) di Jl. Jakarta By Pass, Jakarta Timur.
Kemudian, Soejono menyiapkam Gedung Penas sebagai Central Komando jalannya operasi penangkapan para jendral.
Operasi itupun direncanakan secara serentak, namun banyak yang tidak datang.
Jumlah pasukan kurang dari 100, yang dikhawatirkan Untung pun benar terjadi.
Penculikan itu berubah menjadi serangan berdarah. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Profil 10 Pahlawan Revolusi yang Menjadi Korban Peristiwa G30S dan Sejarah Singkat Peristiwa G30S Hingga saat Dipimpin Letkol Untung