Konflik Iran Vs Israel

3 Dampak Panjang Serangan Iran ke Israel, Bisakah Picu Konflik Besar di Negara Timur Tengah Lainnya?

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sistem pertahanan rudal anti balistik (ABM) Iran, Arman. Iran memiliki persenjataan baru, yakni sistem rudal anti-balistik Arman buatan lokal dan sistem pertahanan udara ketinggian rendah Azarakhsh.

TRIBUNWOW.COM - Iran meluncurkan ratusan rudal ke Israel pada akhir pekan, Sabtu dan Minggu (14/4/2024).

Iran mengatakan serangan itu lantaran balas dendamnya setelah Israel menghancurkan konsulat di Damaskus.

Selain itu, Israel juga telah menewaskan 13 orang warga Iran termasuk di antaranya 2 jenderalnya.

Lalu, bagaimana dampak yang bisa dipicu dari serangan Iran ke Israel tersebut?

Baca juga: 7 Reaksi Negara di Dunia soal Serangan Iran ke Israel, Bagaimana Kata Cina hingga Uni Eropa

1. Konflik Timur Tengah

Dikutip dari BBC, Dosen Hubungan Internasional dari Universitas Katolik Parahyangan Kishino Bawono menyebut serangan kali ini berbeda dari sebelumnya.

Dengan fokus kajian Timur Tengah, dosen itu mengakui eskalasi konflik di Timur Tengah kali ini berbeda dari apa yang pernah terjadi.

“Namun, kalau untuk memicu perang dunia ketiga, kita masih harus tunggu beberapa waktu,"ujar Kishino.

"Jikalau harus ada perang semoga tidak ada, saya pikir eskalasi Israel-Iran akan menjadi latar belakang, bukan jadi pemicu dari perang,” tambahnya.

Kishino menyebut butuh eskalasi yang lebih masif untuk menarik negara-negara besar mendeklarasikan perang.

Menurutnya, saat ini negara-negara besar masih terlihat memberikan kecaman atau kutukan alih-alih deklarasi perang.

Di sisi lain, pengamat menyebut Iran sendiri mengesankan keengganan perang terbuka dengan memperingatkan AS agar tidak aktif terlibat dalam eskalasi ini.

“Di sisi lain, AS sebagai pendukung terbesar Israel, juga telah menyatakan tidak akan terlibat aktif dalam serangan atau perang ofensif Israel dengan Iran,” ujar Kishino.

“Rusia, China, dan negara-negara Eropa pun juga menyatakan hal yang sama: de-eskalasi dan kutukan – bukan retorika agresif untuk berperang.”

Baca juga: VIDEO Kehebatan Rudal dan Drone Iran Tembus Iron Dome Israel, Sejumlah Situs Vital Zionis Hancur

2. Minyak Dunia

Serangan Iran meningkatkan kemungkinan konflik tersebut dapat mengganggu pengiriman rantai pasok global melalui Selat Hormuz.

Pasalnya, jalur perairan sempit di perbatasan selatan negara itu yang dilalui lebih dari seperempat perdagangan minyak maritim global termasuk minyak mentah dan produk minyak seperti bensin.

Peneliti Bruegel Simone Tagliapietra menjelaskan, ketika konflik semakin meningkat, Iran memiliki kemampuan untuk menyerang kapal tanker minyak yang melewati selat tersebut dengan menggunakan drone, rudal, atau kapal selam.

Adapun, skenario terburuk yang dapat terjadi adalah blokade total terhadap selat tersebut oleh pemerintah Iran.

Saat ini, kemungkinan blokade ini memang masih sangat rendah.

Perlu diingat, Iran adalah salah satu negara penghasil minyak yang penting dan Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC).

Iran mengekspor sebagian besar minyaknya ke China karena sanksi internasional yang sudah berlangsung lama.

Pasukan Pertahanan Israel menangkis serangan drone dan rudal Iran pada Sabtu malam. Akibat serangan Iran ke Israel, orang-orang memborong persediaan air dan makanan serta berlindung ke bunker. (X/Kan News)

3. Indonesia

Eskalasi ketegangan di Timur Tengah ini memicu kekhawatiran global akan adanya dampak buruk yang mengikuti.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan bahwa Iran merupakan salah satu negara penghasil minyak dunia.

Adanya konflik antara Iran-Israel tentunya akan mengganggu pasokan minyak global dan berdampak pada trade balance atau neraca perdagangan Indonesia.

"Pengaruh ke harga minyak itu lumayan besar, termasuk letaknya yang strategis di selat Hormuz dikhawatirkan mengganggu pasokan minyak global," kata David kepada Kontan, Minggu (14/4/2024).

"Untuk ekonomi Indonesia dikhawatirkan ada kenaikan harga produk yang kita impor lebih tinggi dibandingkan produk yang kita ekspor, maka akan mengganggu trade balance," lanjut dia.

David menilai secara fundamental perekonomian Indonesia masih relatif solid bila melihat cadangan devisa masih di atas US$ 140 miliar.

Kendati demikian, perlu ada penyesuaian dari sisi kebijakan fiskal terutama untuk merespons kenaikan harga minyak termasuk pada penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Mungkin dari sisi anggaran fiskal perlu ada penyesuaian termasuk kemungkinan terburuk yaitu penyesuaian BBM, karena harga minyak cenderung naik dan rupiah melemah. Mungkin perlu ada realokasi dari sisi anggaran," ujarnya. (TribunWOw.com)